Jakarta, 13 Juni 2024. LBH Makassar, LBH Masyarakat dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham RI dengan dukungan AIPJ2 menggelar Pelatihan Fasilitator Try Out Modul Pendidikan dan Pelatihan Paralegal Bantuan Hukum yang dilaksanakan di Jakarta, 11-12 Juni 2024. Pelatihan ini dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas para calon fasilitator dalam menerapkan modul diklat paralegal yang disempurnakan dengan perspektif Gender, Equality, Disability and Social Inclusion (GEDSI).
“Teman-teman (LBH Makassar, LBH Masyarakat dan BPHN) membuat kegiatan ini sebenarnya tujuannya untuk bagaimana mempersiapkan pengajar atau fasilitator yang kemudian menerapkan modul yang sudah dibuat oleh teman-teman LBH dengan BPHN. Apa yang ingin dihasilkan dari kegiatan ini adalah teman-teman (peserta) mampu menggunakan modul ini”, ujar Abd. Azis saat memberikan Gambaran umum pelaksanaan pelatihan.
Peserta yang dilibatkan pada pelatihan ini merupakan perwakilan dari organisasi Tim Penulis, yaitu LBH Makassar, YLBHI, IJRS, PBHI Nasional, LBH Pers Jakarta, LBH APIK Jakarta, PBH Peradi Pusat, PUSHAM UII, LBH Masyarakat dan BPHN.
Pelatihan ini dipandu oleh 2 (dua) orang fasilitator, yaitu Dorma Elvriyanti Sirait, Analis Hukum BPHN dan Abd. Azis, Direktur LBH Makassar periode 2012-2016. Pelatihan dibuka langsung oleh Dorma Elvriyanti yang dilanjutkan dengan sesi perkenalan antar peserta dan penyelenggara.
Setelah perkenalan, sesi pelatihan kemudian dilanjutkan dengan paparan gambaran umum kegiatan dan substansi materi yang akan dikerjakan oleh peserta yang dipandu oleh Abd. Azis.
Fasilitator kemudian meminta para peserta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang telah disediakan oleh fasilitator. pertama, bagaimana pengalaman peserta menjadi fasilitator, apa motivasi menjadi fasilitator, apa yang menyenangkan menjadi seorang fasilitator, dan apa yang anda hargai menjadi seorang fasilitator. Tidak semua peserta menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Fasilitator menggunakan metode game untuk menentukan siapa yang akan menjawab pertanyaan tersebut. Fasilitator meminta peserta untuk memberikan bola kecil kepada peserta kemudian melemparkannya kepada peserta lain sambil diiringi musik. Peserta yang memberikan jawaban adalah peserta yang menerima bola ketika musik dihentikan secara random.
Setelah beberapa peserta yang mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan, fasilitator kemudian mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok sebanyak 3 (tiga) kelompok. 3 Kelompok tersebut kemudian diminta untuk memberikan penjelasan tentang nilai, tugas dan peran menjadi seorang fasilitator, kemudian memaparkan kepada kelompok lain.
Sesi selanjutnya adalah fasilitator menjelaskan seluruh metode yang digunakan pada materi-materi modul. Metode-metode tersebut meliputi ceramah, brainstorming, diskusi dan tanya jawab, simulasi, studi kasus, role play dan praktik lapangan.
Kelompok peserta kembali mengerjakan tugas untuk bersimulasi sebagai seorang fasilitator berdasarkan metode yang telah ditentukan. Kelompok I mensimulasikan metode ceramah/tanya jawab diskusi, kelompok II mensimulasikan metode role play dan menonton film serta kelompok III mensimulasikan praktik membuat dokumen hukum. Simulasi kelompok dilanjutkan pada hari kedua pelatihan.
Kelompok II adalah kelompok yang tampil pertama. Mereka menampilkan sebuah film yang bertema Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kelompok lain beserta fasilitator juga menyaksikan film tersebut. Setelah menampilkan film, kelompok II kemudian memerankan cerita dalam film. Setelah itu, meminta para peserta untuk memberikan komentar terkait film tersebut.
Kelompok I mendapatkan giliran kedua untuk mensimulasikan metode yang telah diberikan, yaitu ceramah dan tanya jawab diskusi. Kelompok II mengambil tema berdasarkan modul, yaitu hak asasi manusia. Mula-mula peserta pada kelompok I yang berperan sebagai fasilitator menampilkan lima gambar pada satu slide dan kemudian menanyakan kepada peserta (kelompok lain yang berperan sebagai peserta pelatihan) untuk mengomentari gambar tersebut sebagai bahan brainstorming sebelum memasuki substansi materi yang bawakan oleh narasumber.
Kelompok II memilih untuk memberikan input kepada peserta tentang bagaimana membuat sebuah surat kuasa. Kemampuan membuat surat kuasa merupakan elemen penting dalam proses advokasi.
Setelah simulasi semua kelompok selesai, berakhir pula seluruh rangkaian pelatihan ini. Sebelum fasilitator mengakhiri, salah satu peserta perwakilan BPHN, Habibi mengomentari pelaksanaan pelatihan paralegal ini. “Peran fasilitator sangat penting dalam proses pelatihan paralegal ini untuk memastikan apa yang dituangkan di dalam modul dapat dilaksanakan, mulai dari substansi materi hingga metode pembelajaran. Meskipun pada pedoman pelaksanaan pelatihan paralegal (nomor: PHN-813.HN.04.03 Tahun 2023) tidak mewajibkan adanya fasilitator, namun pelibatan fasilitator pada pelatihan paralegal sangat penting”.
Komentar tersebut ditanggapi oleh Salman, salah satu penyelenggara pelatihan dari LBH Makassar. “Apa yang disampaikan oleh mas Habibi adalah Langkah progresif. Hal itu sangat memungkinkan untuk langsung dipraktikkan oleh organisasi bantuan hukum yang akan melaksanakan diklat paralegal. Berdasarkan permenkumham, proses pelaksanaan diklat paralegal diajukan ke BPHN. Itulah pintu masuk yang dapat dimanfaatkan oleh BPHN untuk merekomendasikan kepada OBH penyelenggara pelatihan untuk melibatkan fasilitator di dalam diklat paralegal.”