Makassar, 2 Mei 2014. Sebagai Negara yang bercorak agraris, Bangsa ini terlahir dan tumbuh-berkembang atas keringat dan darah petani. Akan tetapi, ketika hari ini Negara dalam keadaan sakit bahkan sekarat, itu diakibatkan oleh ulah rezim yang sangat korup. Hal ini tidak terlepas dari para ulah petinggi – petinggi bangsa ini yang lahir dari Rahim busuk pendidikan berwatak Neolib yang semakin jauh dari jangkauan anak – anak bangsa. Karena sesunguhnya pendidikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan rakyat.
Pendidikan tidak terlepas dari kehidupan petani karena, anak – anak mereka juga memiliki hak untuk menikmati dan mengakses fasilitas pendidikan yang ada untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Demikian pentingnya posisi pendidikan dalam berbangsa dan bernegara. Sehingga, terukirnya momentum hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei sebagai hasil perjuangan rakyat Indonesia. Momentum HARDIKNAS harus menjadi sarana sebagai salah satu dari bagian perjuangan rakyat secara terus menerus untuk melawan liberalisasi, dan komersialisasi pendidikan yang menjadi gambaran pendidikan Indonesia saat ini.
Maka, Dalam rangka memperingati hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2014, Ratusan petani dari organisasi Serikat Tani Polongbangkeng (STP) kabupaten Takalar melakukan aksi besar – besaran di kantor PT. Perkebunan Nusantara XIV di jalan Urip sumohardjo, Makassar dan kantor DPRD Sul – sel. Dalam aksi yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat sul – sel dengan melibatkan beberapa organisasi mahasiswa maupun CSO (civil society organization), diantaranya adalah ; LBH Makassar, KontraS Sulawesi, AGRA Sul – sel, FMN Makassar, AMPERA, GPL, MAPAN STIMIK DP, POSEP FE UNM, HMPK FE UNM, ELTIM, HIMMT, LENTERA.
Massa aksi melakukan shalat Jumat di Masjid kantor PTPN XIV yang terketak di jalan urip sumohardjo. setelah itu menggelar orasi – orasi ilmiah untuk menyampaiakan beberapa tuntutan mereka dan berdialog untuk mencari solusi atas sengketa lahan perkebunan warga melawan PTPN XIV. Setelah beberapa jam kemudian, pihak PTPN menerima permintaan massa aksi untuk berdialog dalam ruangan. Massa aksi diwakili 15 orang masing-masing dari perwakilan organ, sementara dari pihak PTPN XIV hanya diwakili oleh direksi keuangan serta beberapa orang jajarannya.
Dialog berlangsung kurang lebih 1 jam, Daeng Torro sebagai ketua Serikat Tani Polongbangkeng mempertegas tuntutan masa aksi yang mendesak pihak PTPN XIV untuk segera menyelesaikan konflik lahan yang di Takalar. Karena, selama ini konflik tersebut sangat meresahkan warga dalam menafkahi hidup dan keluarga mereka serta mereka sudah banyak mendapat teror dan intimidasi baik dari pihak aparat kepolisian, tentara maupun preman. Selain itu, massa aksi juga mengklarifikasi atas tuduhan pemberitaan media bahwa warga sudah menguasai lahan perkebunan seluas ± 4.000 ha. padahal sampai sekarang warga hanya menguasai ± 1.000 ha. Dalam forum dialog, Salah satu pimpinan STP menyampaikan kepada pihak PTPN bahwa warga sangat berharap agar membangun hubungan kemitraan dengan PTPN agar tidak lagi saling tegang dalam perebutan lahan perkebunan. Untuk itu, diminta agar segera menghadirkan konsep bersama terkait kemitraan tersebut. Pihak PTPN menerima maksud baik warga dan akan segera diteruskan kepada rapat pimpinan.
Maka secara tegas terkait sengketa lahan warga yang tergabugn dalam organisasi STP melawan PTPN XIV, massa menuntut :
- Percepatan penyelesaian sengketa dengan cara negosiasi atau mediasi
- Untuk menjamin Hak Asasi Manusia maka, warga menuntut agar Lahan – lahan yang dikuasai oleh STP saat ini untuk tidak dipermasalahkan
- Meminta kepada pihak PTPN XIV maupun kepolisian untuk menghentikan semua bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap anggota STP
Setelah menyampaikan tuntutan dan berdialog dengan pihak PTPN XIV, massa aksi bergerak menuju kantor DPRD Provinsi sul – sel. Untuk menyampaikan tuntutan terkait hari pendidikan nasional dan mendesak pemerintah untuk penyelesaian atas kasus penembakan terhadap anggota STP. Massa menggelar orasi – orasi politik dan kemudian diterima oleh salah satu anggota DPRD untuk berdialog. Akan tetapi, dalam dialog tersebut tidak mendapat solusi karena, anggota DPRD yang menerima meminta kepada perwakilan aliansi untuk membuka forum lain.
Berikut tuntutan Front Perjuangan Rakyat Sulsel :
- Cabut UU Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012
- Tolak pemberlakuan uang kuliah tunggal dan turunkan biaya kuliah
- Cabut Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 26 tahun 2002 tentang Pelarangan Organisasi Extra Kampus dan SK RecKor Pendukungnya
- Menuntut pelibatan mahasiswa dalam penetapan seluruh kebijakan kampus
- Tolak kurikulum baru 2013
- Hentikan perampasan upah, tanah dan kerja.