
Katiko Nurintias memberikan apresiasi kepada AIPJ dan LBH Makassar yang selama ini berkontribusi dalam mendorong kualitas pelayanan bantuan hukum BPHN. Dokumentasi Gambar LBH Makassar.
Difasilitasi oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), LBH Makassar dan BPHN melaksanakan rapat koordinasi di Kota Makassar. Ini merupakan tindak lanjut rekomendasi pertemuan pada akhir Maret 2022 lalu. Saat itu LBH Makassar memulai upaya membangun sinergi dengan BPHN dalam mengimplementasikan Permenkumham No. 3 tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum yang berkaitan dengan modul pelatihan paralegal. LBH Makassar memandang penting untuk segera menyusun modul pelatihan paralegal yang akan menjadi rujukan bagi pemberi bantuan hukum dalam melaksanakan pelatihan kepada paralegal sebagai salah satu pelaksana bantuan hukum. Apalagi hal ini juga berkaitan dengan optimalisasi standar layanan bantuan hukum sebagaimana yang diatur dalam Permenkumham No 4 Tahun 2021. LBH Makassar sebagai mitra pada program AIPJ2 telah memiliki bekal pengalaman dalam penyusunan modul pelatihan paralegal bantuan hukum inklusi yang fokus utamanya melakukan pendampingan terhadap kelompok rentan Perempuan, Anak, dan Penyandang Disabilitas. Pengalaman ini dapat meyakinkan kedua pihak untuk melanjutkan kerja Bersama berikutnya.
Pada pertemuan koordinasi ini, selain AIPJ2, LBH Makassar dan BPHN, hadir pula perwakilan organisasi masyarakat sipil yang selama ini fokus bekerja pada isu bantuan hukum dan pendampingan kelompok rentan perempuan, anak, dan disabilitas, seperti YLBHI, PEKKA, PPDI Sulsel, HWDI Sulsel, KPI Sulsel, dan ICJ Makassar.
Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN Kartiko Nurintias dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan menyampaikan apresiasi besar kepada AIPJ yang juga pernah bekerja Bersama pada program AIPJ di tahun 2013, serta kepada LBH Makassar dan seluruh jajarannya di level nasional yang selama ini telah memberikan masukan-masukan dan mendorong pembenahan kepada pemerintah dalam meningkatkan kualitas layanan hukum bagi warga Indonesia.

Peret Riddell menjelaskan peran AIPJ sebagai mitra pembangunan pemerintah Indonesia pada sesi sambutan. Dokumentasi Gambar LBH Makassar.
Deputi Team Leader AIPJ2, Peter Riddell dalam sambutannya menjabarkan bahwa program AIPJ2 akan berlangsung hingga tahun 2025. Untuk isu Bantuan Hukum, program AIPJ telah lama terlibat sekitar hampir 10 tahun. AIPJ2 bersama LBH Makassar sejak 2018 mendorong berbagai kegiatan terkait dengan Paralegal Inklusi dan akses keadilan yang inklusi. Sedangkan dengan BPHN, AIPJ bekerjasama sejak 2013. Oleh karenanya kegiatan dengan topik terkait dengan Paralegal Inklusi sangatlah penting. Peter berharap workshop ini berjalan lancar dengan menghasilkan Modul Paralegal yang inklusi.
Dalam pertemuan yang difasilitasi mantan Direktur LBH Makassar, Haswandy Andy Mas ini, pihak BPHN menjelaskan bahwa berdasarkan evaluasi yang dilakukan, dan dengan lahirnya Permenkumham No.3 Tahun 2021 dan Permenkumham No.4 Tahun 2021 maka program dan prioritas tahun ini adalah mendorong penyusunan modul pelatihan paralegal melalui dukungan dari mitra pembangunan seperti AIPJ2 dan LBH Makassar.

Husaimah husain saat menceritakan pengalaman pentingnya melakukan assessment dalam metode pembelajaran role play. Dokumentasi Gambar LBH Makassar.
Secara spesifik, standar materi untuk membangun perspektif iklusifitas dan bagaimana meningkatkan skill pendampingan bagi kelompok rentan perempuan, anak dan penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum tidak dituliskan dengan rinci dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Paralegal yang telah disusun oleh (BPHN) yang juga melibatkan berbagai organisasi, salah satunya Yayasan LBH Indonesia.
Berbagai masukan yang diterima pihak BPHN mengenai muatan materi yang seharusnya dituangkan ke dalam modul. Misal, masukan dari Direktur ICJ Makassar terkait pentingnya memuat materi terkait skill assessment awal untuk mengetahui kondisi psikologi dasar kelompok rentan yang akan didampingi. Selanjutnya dari YLBHI menjelaskan bahwa untuk meningkatkan perspektif inklusi bagi paralegal bantuan hukum, ketika tahap pelatihan memasuki fase aktualisasi peran paralegal (out class), maka paralegal sebaiknya ditempatkan pada organisasi yang melakukan pendampingan bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Sehingga secara tidak langsung, transformasi ilmu pengetahuan dan kemampuan pendampingan paralegal akan meningkat dari praktik yang dilakukan.
Sebelum paralegal melakukan pendampingan, mereka harus memiliki perspektif yang kuat tentang gender dan perspektif korban terutama bagi perempuan anak dan penyandang disabilitas. Hal ini menjadi penting karena terkadang, justru pendamping yang malah memberikan stigma atau menyalahkan korban. Hal ini menjadi penekanan Sekwil KPI Sulsel dalam menanggapi ketentuan materi yang akan disusun pada modul.

Maria Un menyampaikan pentingnya memuat materi tentang perspektif dan garam disabilitas, serta etika berinteraksi pada materi mudul pelatihan paralegal. Katiko Nurintias memberikan apresiasi kepada AIPJ dan LBH Makassar yang selama ini berkontribusi dalam mendorong kualitas pelayanan bantuan hukum BPHN. Dokumentasi Gambar LBH Makassar.
Selanjutnya, Ketua HWDI Sulsel menjelaskan pentingnya memberikan pemahaman ragam disabilitas untuk membangun perspektif dasar bagi paralegal. Selain itu, dibutuhkan juga materi khusus tentang Etika Berinteraksi. Hal ini tidak lepas dari adanya kebutuhan dan pendekatan khusus ketika mendampingi penyandang disabilitas. Berdasarkan pengalaman dan catatan pendampingan, ada karakter penyandang disabilitas yang hanya akan terbuka kepada teman terdekatnya atau sesamanya penyandang disabilitas. Pengetahuan-pengetahuan seperti ini mejadi penting sehingga ketika melakukan pendampingan dan mendapati karakter disabilitas seperti yang telah disebutkan, pendamping bukan malah memberikan stigma atau pandangan negatif terhadap dampingannya.
Perlindungan hukum juga dibutuhkan bagi paralegal atau pendamping yang melakukan pendampingan secara langsung maupun yang tidak terlibat secara langsung berperan dalam permasalahan hukum bagi disabilitas, seperti Juru Bahasa Isyarat (JBI). Berdasarkan pengalaman pendampingan, HWDI menceritakan bahwa pendamping disabilitas dan JBI yang menjalankan tugasnya memperoleh ancaman. Sehingga dibutuhkan perlindungan khusus bagi paralegal atau pendamping, ataupun orang-orang yang terlibat dalam perkara disabilitas berhadpan dengan hukum.

Masan Nurpian saat menjelaskan bagaimana BPHN akan mengakomodir masukan-masukan dari peserta rapat. Dokumentasi Gambar LBH Makassar.
Perwakilan BPHN mengatakan bahwa masukan-masukan peserta rapat akan diakomodir, sehingga semua perspektif bagaimana paralegal sebelum dan saat melakukan pendampingan, baik itu dari BPHN maupun rekan-rekan mitra AIPJ2, LBH Makassar bersama Konsosrsium (PPDI Sulsel, HWDI Sulsel, KPI Sulsel) dan elemen organisasi lainnya yang memberikan masukan pada rapat ini dapat dituangkan kedalam modul.
BPHN membutuhkan modul pelatihan bagi Organisasi Bantuan Hukum (OBH) untuk memaksimalkan program bantuan hukum yang secara objektif semakin membutuhkan peran besar paralegal, khususnya dalam pendampingan kelompok rentan berhadapan hukum. Sehingga, modul ini akan menjadi pedoman BPHN sebagai standar minimal yang harus dipenuhi atau diikuti oleh OBH sebagai penyelenggara pelatihan paralegal dimana materi-materi yang berkaitan dengan perspektif dan keterampilan pendampingan kelompok rentan perempuan, anak dan disabilitas akan dimuat di dalam modul.
LBH Makassar dan BPHN selanjutnya akan mengintensifkan koordinasi untuk menyusun modul dengan 10 materi, yang akan dimulai dengan penentuan tim kontributor tulisan serta tim penyusun, editor, dan layouter modul.
Comments
No comment yet.