TAKALAR – Sebagai salah satu organisasi petani termaju di Sulsel, Serikat Tani Polongbangkeng (STP) Takalar dituntut untuk terus-menerus memperkuat dan memajukan organisasinya. Petani Polongbangkeng didampingi LBH Makassar sejak tahun 2008, yang kemudian mendirikan organisasi pada tahun 2010. Organisasi ini merupakan alat perjuangan Petani Takalar untuk merebut kembali lahan mereka yang dirampas oleh PTPN XIV. Selama kurang lebih 30 tahun sejak adanya Sertifikat Hak Guna Usaha PTPN XIV, Petani yang awalnya secara ekonomi berkecukupan, menjadi terpuruk karena kehilangan tanah yang merupakan sumber penghidupan utama. Teror dan intimidasi dari aparat baik kepolisian maupun militer serta elit-elit politik lokal, tak luput mengganggu tidur nyenyak para petani ini. Secara ekonomi, Petani semakin terdesak dan memaksa mereka untuk melawan di bawah bayang-bayang resiko yang harus mereka tanggung berupa intimidasi, kekerasan bahkan kehilangan nyawa. Di tahun 2008, sejak berakhirnya HGU, perlawanan Petani mulai memuncak.
Namun, akhir-akhir ini organisasi tersebut kembali mendapat tantangan. Ada kucuran dana negara kepada perusahaan-perusahaan BUMN khususnya sektor pangan, tak terkecuali PTPN XIV juga turut menikmati dana segar tersebut. Hal ini menjadi pemantik konflik agraria antara PTPN versus Petani, kembali menajam. Dengan bantuan dana tersebut, PTPN seolah mendapat suntikan nafas panjang yang kemudian tak segan-segan mengerahkan seluruh komponen untuk merobohkan benteng organisasi perjuangan petani. Alat-alat represi negara mulai dari politisi-birokrasi, aparat kepolisian, militer, bahkan juga preman bayaran, dimobilisasi ke lapangan yang kerap kali berhadap-hadapan dengan petani. Beberapa kali insiden kekerasan terjadi di lapangan, banyak dari Petani yang menjadi korban kekerasan, sebagian besar yang mengalami adalah perempuan. Sedangkan beberapa dari laki-laki mendapat kriminalisasi dan kemudian ditangkap dengan sangkaan yang mengada-ada.
Menyikapi keadaan tersebut, pada 16 Mei 2015 lalu, LBH Makassar dan AGRA Sulsel menginisiasi pertemuan bersama para pimpinan kolektif organisasi STP Takalar. Pertemuan tersebut berlangsung di desa Barugayya yang merupakan ranting organisasi yang letaknya sangat strategis. Beberapa orang pemegang pucuk pimpinan hadir pada pertemuan tersebut. Turut hadir beberapa orang mahasiswa dari kampus UNM dan UIN Makassar.
Di tengah menajamnya konflik, beberapa dari anggota STP melakukan panen atas lahan yang mereka kuasai. Pertemuan tersebut pun dibingkai dengan pesta panen yang disuguhi dengan kemeriahan acara lammang diselingi dengan canda-tawa para anggota dan pimpinan STP. Semua yang hadir menjadi larut dalam euforia kecil itu dan secara sepintas lupa dengan masalah pokok tengah dihadapi. Nyala api di tungku pembakaran terus berkobar tak pernah padam dalam menjalankan tugasnya membakar dengan baik. Seolah memberikan tanda kepada Petani untuk terus bersemangat dan menjaga nyala api perjuangan. Para ibu-ibu tani pun tak mau kalah dengan racikan sambal dan lauk-pauknya.
Setelah menikmati Lammang dan kemeriahan pun berlalu, Pimpinan STP bersama LBH dan AGRA kemudian membahas masalah pokok secara serius. Pertemuan yang berlangsung sekitar 3 jam berhasil mengidentifikasi beberapa persoalan organisasi baik secara internal maupun eksternal. Dari persoalan tersebut, para pimpinan organisasi bersama LBH dan AGRA merumuskan langkah-langkah strategis perjuangan organisasi baik jangka pendek maupun jangka menengah. Dengan adanya rumusan perjuangan bersama, maka semangat para anggota STP kembali memuncak dan siap menjalankan agenda organisasi.
Laporan: Edy Kurniawan
Editor: Muh Fajar Akbar