
Dalam beberapa bulan terakhir atau sejak penetapan tersangka terhadap 2 orang Pimpinan KPK, istilah kriminalisasi kembali akrab terdengar. Meski demikian, praktik kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan sebenarnya sudah marak sejak dulu. Di kalangan masyarakat kecil yang relatif awam terhadap hukum, kriminalisasi sudah terlalu sering terjadi.
Dalam berbagai kasus kriminalisasi di masyarakat, proses penegakan hukumnya biasanya jauh dari prinsip-prinsip negara hukum, termasuk perlindungan HAM. kewenangan yang diberikan kepada penegak hukum disalahgunakan untuk kepentingan lain selain untuk menegakan hukum. Kriminalisasi juga dilakukan tanpa adanya bukti permulaan yang cukup atau “probable cause”, atau bukti yang diada-adakan dan ilakukan dengan itikad buruk, atau improper motive atau improper purpose. Penggunaan pasal-pasal pidana yang berlebihan, atau tidak tepat dengan peristiwa yang digambarkan, terutama pasal-pasal yang dapat dikenakan penahanan. Penggunaan upaya paksa yang berlebihan, ada kekerasan dalam proses hokum. Adanya kesengajaan untuk tidak mempercepat penanganan perkara atau undue delay.
Secara garis besar motif dasarnya untuk merugikan korban secara tidak sah atau tidak patut. Motif ini bisa beragam, mulai dari sekedar merusak reputasi korban, menghalang-halangi korban melakukan aktivitasnya, teror kepada pihak lain, kepentingan politik, hingga motif ekonomi. Pihak yang memiliki motif utama tersebut tidaklah harus aparat penegak hukum, namun bias saja pihak tersebut adalah pihak lain, seperti pelapor atau orang lain yang menyuruh pihak penegak hukum.
Kriminalisasi ini bahkan telah terjadi di semua sektor, buruh, tani, miskin kota, mahasiswa, seniman/budayawan, tak terkecuali PNS. Dalam kasus-kasus kriminalisasi, bantuan hukum seringkali sekedar formalitas, atau ditunda pemberiannya. Bahkan dalam beberapa kasus bantuan hukum sama sekali tidak diberikan oleh aparat penegak hukum. Akibatnya hak-hak dasar korban sebagai warga dalam negara hukum secara sengaja tidak dipenuhi, misalnya hak kebebasan jika dilakukan penahanan, hak untuk mencari pekerjaan, hak untuk menduduki posisi di pemerintahan jika dijadikan tersangka, hak untuk bepergian ke luar negeri jika dikenakan cekal kepadanya, dan yang pasti untuk merasakan kebebasan akan hilang. Bagi individu tertentu, penetapan tersangka dapat berdampak langsung pada jabatan/kedudukan yang dimilikinya.
Selama ini kriminalisasi juga dianggap sebagai metode yang efekttif untuk menghalang-halangi gerakan, terutama yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan negara maupun koorporasi. Kriminalisasi difungsikan sebagai alat untuk memberikan efek terror kepada sebuah organisasi/kelompok sehingga fungsi dan tujuan dari organisasi/kelompok tersebut tidak dapat berjalan lagi.
Demi mencegah kriminalisasi tak berlanjut, setiap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat harus dibarengi mekanisme kontrol yang optimal. Kontrol yang paling ideal untuk saat ini adalah harus disediakannya mekanisme bagi warga sipil untuk menguji setiap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat apakah sudah dilakukan dengan patut dan semata-mata bertujuan untuk penegakan hukum. Oleh karena itu, mengajak segenap elemen masyarakat untuk berjuang melawan segala bentuk kriminalisasi dan bergabung dalam advokasi memperbaiki aturan-aturan hukum yang berpotensi digunakan untuk melakukan kriminalisasi.
PSHK, LeIP, LBH Jakarta, KontraS, Mappi, YLBHI, KPA,
LBH Masyarakat, Walhi, LBH Makassar
Lihat press release selengkapnya:
Konferensi-Pers-Kriminal
Comments
No comment yet.