
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang bekerjasama dengan Yayasan TIFA dan Pemerintah Kabupaten Sinjai melaksanakan Diskusi Hukum Kritis & Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Tentang Bantuan Hukum Kabupaten Sinjai, pada 11-12 Juli 2019 di Aula Kantor Kec. Sinjai Tengah dan Kantor Kecamatan Sinjai Timur. Diskusi ini dihadiri oleh Kepala Desa, tokoh masyarakat, BPD, Paralegal Sinjai sebagai Peserta dan Direktur LBH Makassar, Direktur LBH Patuh-Oi dan Pemerintah Daerah (Pemda)/ Kabag Hukum dan Ham Kab. Sinjai sebagai narasumber.
Diskusi ini diawali dengan materi dari Lukman Dahlan selaku Kabag Hukum dan Ham. “Lahirnya ide memberikan bantuan hukum gratis di Kab. Sinjai dilakukan sejak tahun 2009 dengan lahirnya Peraturan Bupati Kab. Sinjai tentang Bantuan Hukum gratis bagi warga miskin. Kebetulan sekali Bupati waktu itu adalah Andi Rudianto Asapa pak Bupati waktu itu adalah berlatar belakang advokad lalu bersama dengan adanya ide lalu didorong oleh LBH Makassar yang kebetulan pak Rudianto adalah mantan direktur LBH Makassar.” Didalam pemaparan tersebut, Lukman mencoba menjelaskan bahwa sebelum terbentuknya Undang-undang Bantuan Hukum bagi masyarakat miskin, pemda Kab. Sinjai sudah lebih dulu menjalankannya bahkan Kab. Sinjai merupakan pertama kali yang membuat Perda Bantuan Hukum gratis tersebut di Sulawesi Selatan lalu menyusul Makassar dan beberapa kabupaten lainnya.
Kegiatan ini dilaksanakan atas dasar permasalahan yang terjadi dilapangan, dimana masyarakat miskin di Sinjai masih sulit mengakses bantuan hukum ketika mereka mengalami masalah atau dihadapkan pada kasus pidana maupun perdata. Meskipun di Sinjai Perda Bantuan Hukum sudah jadi, namun masih ada masyarakat miskin yang masih belum mendapat akses bantuan hukum dan juga pemahaman tentang tata cara dalam mengakses bantuan hukum.
Tidak hanya itu, adapun beberapa masalah yang sering ditemui dan menjadi polemik bagi masyarakat Sinjai. Kasus yang sering ditemui atau menjadi permasalahan bagi masyarakat Sinjai ialah kasus perdata, sengketa lahan di desa-desa Sinjai. Beberapa dari mereka bermasalah dengan tanah atau lahan yang telah dikelolah bertahun-tahun dan tiba-tiba seseorang datang menggugat atau mengklaim lahan mereka. Karena permasalahan seperti ini sering terjadi, beberapa dari masyarakat enggan mengurus sertifikat tanah mereka karena beberapa masyarakat berpikir disamping mengurus sertifikat pengurusannya membutuhkan biaya dan terkadang masih bisa digugat. Jika dilihat dari sudut pandang masyarakat tersebut, masih kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait hak kepemilikan lahan dan masih kurangnya pemahaman tentang bantuan hukum yang telah disediakan oleh pemerintah daerah kab. Sinjai, khususnya bagian Hukum dan Ham serta tersedianya organisasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Patuh Oi yang siap mendampingi masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan hukum.
Seperti yang dikatakan Haswandy Andy Mas, “Kenapa pemerintah Kab. Sinjai melaksanakan program tersebut, kalo kita bicara hukum itu dalam hirarki aturan hukum itu paling tinggi UUD 1945 ada dipasal 27 ayat 1 Prinsip persamaan didepan hukum dan pemerintahan jadi semua orang harus sama dihadapan hukum dan pemerintaham. Ada juga dipasal 28 d Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum serta perlakuan sama didepan hukum ada lagi lebih khusus pasal 28 a ayat 2 “Setiap warga negara berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama demi mencapai persamaan dan keadilan.” Kata pak Haswandy dalam materinya.
Diskusi ini dilaksanakan untuk membuka pemahaman masyarakat Kab. Sinjai akan hak-hak dalam mengakses bantuan hukum bagi masyarakat miskin sehingga, ketika mereka berhadapan dengan hukum hingga ke tahap pengadilan orang miskin dan orang kaya memiliki hak yang sama dihadapan hukum. Ketika orang kaya dapat menyewa pengacara, orang miskin pun dapat mengakses pengacara melalui layanan bantuan hukum gratis. Namun, layanan tersebut tidak serta merta diberikan kepada masyarakat, pemerintah telah menetapkan persyaratan administrasi dengan mengajukan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari kepala desa atau pak Camat setempat. Kepala desa maupun pak Camat juga harus lebih selektif untuk memberikan SKTM terhadap masyarakat yang akan meminta bantuan hukum karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk memberikan bantuan hukum gratis untuk masyarakat miskin.
Comments
No comment yet.