Info Kegiatan

Reorientasi Gerakan CSO di Era Demokrasi dan Desentralisasi

Makassar 28/11/2014. LBH Makassar baru-baru ini terlibat dalam workshop yang diadakan oleh Yayasan Kesatuan Pelayanan Kerjasama (SATUNAMA). Workshop yang dilaksanakan selama dua hari ini yaitu 25-26 November 2014 mengusung tema Reorientasi Gerakan Masyarakat Sipil di Era Demokrasi dan Desentralisasi. Kegiatan ini juga diikuti oleh CSO-CSO lain, baik dari NGO maupun Pers.

Ada 3 tema pembahasan yang didiskusikan yaitu Gerakan Masyarakat Sipil dan Demokratisasi di Indonesia (Refleksi 17 Tahun Reformasi), Desentralisasi & Demokrasi Lokal, serta Perempuan & Politik. Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan refleksi peran-peran gerakan demokratik selama 17 tahun era reformasi, menemukan strategi taktik baru dalam gerakan CSO, menemukenali hubungan-hubungan mutual dan konfliktual desentralisasi dan pengembangan demokrasi di tingkat lokal serta mendiskusikan isu-isu perempuan sebagai subjek politik di dalam kerangka demokratisasi politik.

Untuk tema diskusi pertama, ada 2 narasumber yang dihadirkan yaitu Ketua Ombudsman Kota Makassar, Khudri Arsyad dan Koordinator ACC Sulawesi yang juga alumni LBH Makassar, Abdul Muthalib. Dalam diskusi tema ini berkembang permasalahan bahwa meski di era reformasi ini ruang-ruang demokrasi sudah terbuka cukup lebar, namun gerakan CSO belum mampu secara efektif mengisi dan mempertahankan ruang-ruang tersebut. Hal ini disebabkan adanya kendala baik secara internal maupun eksternal. Secara internal CSO dianggap masih belum mampu mengembangkan kohesifitas lintas kelompok, padahal ini menjadi prasyarat utama dalam membangun kekuatan. Selain itu CSO belum mampu mendefinisikan keadaan eksternal secara lebih akurat dan mengambil posisi lebih cermat sehingga cenderung gagap politik. Stratak jangka menengah dan panjang pun akhirnya gagal disusun. Sementara itu, terdapat juga keterbatasan sumberdaya maupun regenerasi dalam gerak CSO itu sendiri. Sementara secara eksternal, urgensi CSO belum menjadi kebutuhan (milik) bersama masyarakat. Selain itu, regulasi yang mengatur kehadiran CSO belum tegas sehingga mempersulit posisinya di depan penentu kebijakan. Dalam beberapa tahun terakhir pun, perkembangan demokrasi di Indonesia juga mendapat tantangan dan ujian yang semakin besar, terutama karena banyaknya regulasi baik nasional maupun lokal yang meminggirkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

Untuk tema kedua, narasumber yang dihadirkan yaitu Caroline Paskarina yang merupakan Dosen Ilmu Politik Unpad, dan Syamsul Rizal, Wakil Walikota Makassar. Dalam tema ini, diskusi berkembang dengan beberapa poin penting seperti, desentralisasi tidak selalu berbanding lurus dengan demokratisasi, karena faktanya desentralisasi menghasilkan raja-raja kecil di daerah, demokrasi sulit terbangun karena kuatnya budaya politik patron klien serta hegemoni feodalisme dan primordialisme. Sementara berbagai regulasi juga masih menyimpan masalah, seperti regulasi Pilkada yang menekankan pada aspek teknokrasi dan birokratisasi, biaya mahal, serta ilusi populisme dalam melakukan pengendalian atas suara publik. Sementara CSO juga harus menyiapkan diri untuk menyambut berlakunya regulasi tentang desa, agar regulasi ini tidak berdampak negatif, seperti tumbuh suburnya korupsi. Namun, regulasi pemerintahan daerah dianggap cukup menguntungkan karena disitu ditekankan tujuan mendasarnya yaitu meningkatkan pelayanan publik, sehingga ada ruang yang cukup besar bagi CSO untuk mengambil peran dan mengawal, mengontrol, dan mengintervensi.

Untuk tema ketiga, narasumber yang dihadirkan yaitu Anie Sutjipto, Dosen Fisip UI dan Rachmatika Dewi, Wakil Ketua DPRD Sulsel. Dalam diskusi tema ini, berkembang pembahasan bahwa representasi politik perempuan hingga saat ini belum mampu memberi perbedaan apa-apa dalam koncah politik, implikasinya bahwa isu-isu tentang hak dan perlindungan perempuan belum populis, kehadiran perempuan di ranah politik tidak menjadi representasi langsung dari kepentingan perempuan, anggota legislatif perempuan tidak memiliki agenda-agenda perjuangan tentang isu-isu perempuan karena juga tidak memiliki komunitas perempuan dalam konstituennya.

Setelah menyelesaikan tiga tema diskusi, peserta workshop kemudian melaksanakan diskusi terkait peluang dan tantangan dalam rangka mengenali posisi gerakan CSO kekinian dan merancang strategi taktik dalam hubungannya dengan triangel demokrasi yaitu, masyarakat, negara, dan pasar. Secara umum disimpulkan bahwa CSO tetap harus mengambil posisi untuk menjalin hubungan kolaboratif fungsional dengan negara terutama dalam menyuarakan isu-isu masyarakat, khususnya yang marginal. Hal ini tidak dapat dihindarkan karena tekanan kepentingan sektor privat atau kapital terhadap negara juga semakin kuat, dalam hal ini kebijakan neo liberalisme mampu menggunakan kaki tangan negara dalam memuluskan liberalisasi di segala sektor. CSO harus melakukan pengawalan, pengontrolan, dan intervensi terhadap penyusunan regulasi negara dan membangun aliansi yang strategis dengan organisasi masyarakat khususnya menguatkan peran ormas dan komunitas sosial. Selain itu juga berkembang usulan agar aktivis-aktivis pro demokrasi dalam gerakan CSO, khususnya NGO agar mulai serius melakukan kajian akan pentingnya gerakan politik alternatif untuk mengimbangi penetrasi kekuatan kapital terhadap negara dan miss orientasi partai-partai politik saat ini. [Muh. Fajar Akbar]

Bagikan

Kegiatan Lainnya

Urgensi RKUHAP
Urgensi Penguatan Akses Keadilan pada Hukum Acara Pidana dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional
PKH-
Petani Polongbangkeng Takalar Mengadakan Pendidikan Hukum Kritis, Memperkuat Pengetahuan Merebut Kembali Tanah Yang dirampas PTPN
pelatihan-1024x717
LBH Makassar, LBH Masyarakat dan BPHN Menggelar Pelatihan, Mempersiapkan Fasilitator untuk Diklat Paralegal
Skip to content