Setelah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya penerapan Restoratif Justice di beberapa Kecamatan di Kota Makassar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendorong pembentukan Forum Restoratif Justice Kota Makassar, yang dilaksanakan pada selasa, 29 Januari 2019 di Hotel Remcy. Pembentukan Forum Restoratif Justice yang dikemas dalam Forum Group Discussion (FGD) ini, dihadiri oleh pihak Kejaksaan, Kanit PPA Polrestabes, Kanit Binmas Polrestabes, Kanwil Hukum dan HAM Sulsel, Bapas Sulsel, Lapas Klas 1 Makassar, Rutan Klas 1 Makassar, Dinas Sosial Sulsel, P2TP2A Kota Makassar, ICJ, AIPJ2, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Paralegal, dan juga Shelter Warga se Kota Makassar.
Forum Group Discussion ini bertujuan untuk mendapatkan masukan membentuk Forum antar institusi aparat penegak Hukum (APH) dan Stakehoder terkait, dalam penyelesaian kasus tindak pidana tertentu dnegan pendekatan Restoratif Justice. Menurut Direktur LBH Makassar Haswandy Andy Mas dalam sambutannya, bahwa Forum ini kedepan diharapkan mampu mendorong secara bersama penerapan Restoratif Justice.
Haswandy Andy Mas juga mengungkapkan bahwa selama ini LBH Makassar selalu mendeteksi problem-promlem yang terjadi di masyarakat, di mana ditemukan terdapat overcrowding di Lapas dan Rutan yang memberikan dampak salah satunya sulitnya reintegrasi sosial terhadap pelaku pidana ketika kembali ke Masyarakat, sehingga menjadi beban sosial. “Masyarakat sendiri belum menyadari pentingnya melakukan mediasi atau yang dikenal Restoratif Justice untuk kasus-kasus tertentu, masyarakat masih selalu berpikir melaporkan ke Polisi untuk pelaku dipenjarakan, yang pada akhirnya menjadi beban sendiri ketika nantinya kembali ke lingkungan masyarakat”, ujarnya.
Kondisi overcrowding Lapas dan Rutan di Indonesia cukup memprihantinkan dan menjadi perhatian belakangan ini, berdasarkan data yang dirilis oleh ICJR (Institute For Criminal Justice Reform) bahwa per tahun 2017 overcrowding mencapai angka 188% dengan selisih antara jumlah penghuni dengan kapasitas hunian sebesar 108.600 tahanan. Menurut Marasidin Siregar selaku Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel, bahwa untuk kondisi lapas Sul – Sel sendiri mengalami overcrowding, kapasitas lapas yang hanya mampu menampung berkisar 5000 tapi dihuni hingga 10.000 orang tahanan. Hal ini menjadi tantangan kedepannya dalam melakukan pembinaan terhadap para tahanan, akibat dari banyaknya orang yang terpidana.
Dia juga mengungkapkan bahwa lapas dan rutan bukan tempat terbaik untuk para narapidana, khususnya anak-anak, karena kondisi overcrowding tadi dan juga terbatasnya anggaran pembinaan dan kesehatan. “di Lapas Makassar sendiri dengan penghuni sekitar 1.000 orang, biaya kesehatannya hanya 15 juta pertahun, ditambah biaya pembinaan 100 juta pertahun untuk 1.000 orang tahan” ungkapnya. Menurutnya penambahan lapas dan rutan bukan solusi terbaik untuk mengatasi overcrowding yang terjadi saat ini, karena sistem penganggaran sangat terbatas, sehingga dibutuhkan upaya seperti pemotongan masa tahanan dengan syarat yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, serta juga melalui pendekatan Restoratif Justice untuk kasus – kasus tertentu.
Melalui Forum Group Discussion ini, Andi Yudha Yunus (Lembaga Studi Kebijakan Publik) sebagai fasilitator berhasil memandu para stakeholder yang hadir berdiskusi dan menyepakati pembentukan sebuah Forum bersama untuk mengawal penerapan Restoratif Justice. Pembentukan Forum Restoratif Justice ini melahirkan beberapa kesepakatan dan rekomendasi diantaranya; Forum ini bersifat informal, bersifat partisipan untuk semua pihak, tempat sharing pengalaman, pengetahuan, informasi dan kasus-kasus yang terjadi, Selain itu Forum ini akan melaksanakan agenda diskusi secara berkala ke depannya. Peserta juga menyepakati LBH Makassar menjadi Sekretariat Forum Restoratif Justice ini.
Comments
No comment yet.