Diskusi untuk Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan


Makassar, 27 November 2014, Kantor LBH Makassar kembali disesaki aktivis perempuan dari berbagai organisasi, baik NGO maupun mahasiswa. Pada saat itu ada kunjungan dari anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Kunjungan Komnas Perempuan kali ini untuk berdiskusi dan meminta masukan aktivis perempuan dalam rangka melakukan advokasi atas kebijakan negara, dalam hal ini mendorong reformasi kebijakan yang kondusif bagi perlindungan perempuan. Kegiatan ini juga merupakan rangkaian kegiatan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan, dimana tema utamanya tahun ini adalah kekerasan seksual terhadap perempuan

Pada kesempatan ini, Komnas Perempuan diwakili Kunthi Tridewiyanti selaku Ketua Divisi Reformasi Hukum & Kebijakan mengawali diskusi dengan memaparkan Tupoksi Komnas Perempuan. Salah satunya terkait pemberian saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusuanan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.

Dalam diskusi tersebut, terdapat beberapa hal yang mengemuka terkait kebijakan-kebijakan negara yang dianggap masih diskriminatif terhadap perempuan. Kunthi memaparkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dapat dilakukan oleh negara melalui aparatusnya secara langsung, melalui pembiaran, maupun melalui pembuatan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan.

Salah satu daerah yang banyak membuat kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan adalah Sulawesi Selatan. Data yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan, bahwa di Sulsel ada 21 kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan atas nama moral dan agama. Laporan atas tindakan diskriminasi terhadap perempuan yang diterima Komnas Perempuan berjumlah 154 di tahun 2013. Jumlah ini meningkat di tahun ini menjadi 395.

Sementara secara nasional, ada 1251 kebijakan terhadap perempuan. Diantara kebijakan-kebijakan itu, 407 yang mengandung substansi perlindungan terhadap perempuan tapi hanya 11 kebijakan yang memenuhi standart perlindungan minimal terhadap perempuan.

Diskriminasi terhadap perempuan pada intinya lahir karena perbedaan jenis kelamin. Perempuan selalu dianggap subordinat dalam ideologi patriarki yang masih merajalela. Oleh karena itu, Komnas Perempuan bersama jejaring akan membuat alat kampanye berupa modul anti kekerasan terhadap perempuan.

Komnas Perempuan juga telah mencoba mengajukan Judicial Review atas peraturan-peraturan yang diskriminatif terhadap perempuan. Namun hakim MA juga belum memiliki perspektif akan pentingnya perlindungan terhadap perempuan. Upaya lain yang ditempuh adalah melakukan eksaminasi publik terhadap putusan-putusan pengadilan yang diskriminatif terhadap perempuan.

Peserta diskusi yang hadir juga mengutarakan hal yang sama, dimana dalam kasus-kasus perempuan yang didampingi, aparat penegak hukum dari kepolisian hingga pengadilan masih belum memahami pentingnya perlindungan terhadap perempuan. Misalnya, ada banyak kasus dimana perempuan menjadi korban seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga dimana aparat penegak hukum cenderung mengarahkan penyelesaian kasusnya ke perceraian dan mengabaikan tindak pidana di dalamnya. Berkembang kembali ide untuk mendorong lahirnya regulasi yang memungkinkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga diselesaikan melalui pengadilan agama.

Di akhir diskusi tersebut, disepakati untuk membuat jejaring advokasi bersama dalam mengawal kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Selatan bersama Komnas Perempuan. Selain itu, akan didorong pembuatan MoU antara Komnas Perempuan dengan unsur Muspida Sulsel, agar nantinya lahir kebijakan-kebijakan negara yang tidak lagi diskriminatif, melainkan kondusif terhadap perempuan. [Muh Fajar Akbar]

Bagikan

Kegiatan Lainnya

2024h
LBH Makassar Melaksanakan Pelatihan Mediator Keadilan Restoratif bagi Pemberi Layanan Hukum di Kota Makassar
Urgensi RKUHAP
Urgensi Penguatan Akses Keadilan pada Hukum Acara Pidana dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional
PKH-
Petani Polongbangkeng Takalar Mengadakan Pendidikan Hukum Kritis, Memperkuat Pengetahuan Merebut Kembali Tanah Yang dirampas PTPN
Skip to content