Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar telah mengadakan Diskusi Publik dan Buka Puasa Bersama dengan tema “Urgensi Perda Bantuan Hukum Tingkat Provinsi guna Memperluas Akses Keadilan bagi Masyarakat Miskin dan Rentan lainnya di Sulawesi Selatan” yang bertempat di kantor LBH Makassar pada 8 Juni 2018. Kegiatan ini diisi oleh Haswandy Andy Mas, S.H. selaku direktur LBH Makassar dan Dr. H. Alimuddin, S.H., M.H., M.kn. selaku Wakil Ketua Tim Inisiator Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Provinsi Sulawesi Selatan sebagai narasumber, serta Nongoverntment Orgganization (NGO), warga dampingan LBH Makassar, Paralegal, Alumni LBH Makassar, Aktivis Perempuan, Serikat Buruh, Aktivis Mahasiswa dan lain sebagainya.
Tema ini diangkat berangkat dari kondisi masih belum adanya Perda Bantuan Hukum tingakat Provinsi dan masih Banyaknya kabupaten/kota yang belum menyelenggarakan Perda Bantuan Hukum di Sulawesi Selatan yang menyebabkan banyak masyarakat miskin sulit untuk memperoleh Bentuan Hukum. Hingga saat ini, tercatat hanya 4 (empat) kabupaten/kota yang telah mengesahkan Perda Bantuan Hukum di Provinsi Sulawesi selatan, yakni Kota Makassar, Kabupaten Sinjai, Takalar dan Soppeng. padahal, pada Undang-undang No 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UUBH) telah memberikan kewenangan kepada Kepala Daerah (Provinsi dan Kota/Kabupaten) untuk dapat menyelenggarakan layanan bantuan hukum sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 19, menyatakan bahwa “ ayat (1) Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah”.
Kewenangan daerah yang diatur dalam UUBH untuk menyelenggarakan bantuan hukum dapat dikategorikan sebagai urusan pemerintahan konkuren yang bersifat wajib dan berkaitan dengan pelayanan dasar, khususnya Ketentraman dan Perlindungan Masyarakat, sekaligus merupakan penguatan terhadap tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah (Pasal 12 ayat 1 huruf e Junto Pasal 65 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 65 UU Pemda). Hal ini sejalan dengan sikap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017, dimana dalamnya diatur mengenai anggaran bantuan hukum dalam APBD.
Dalam penjelasannya, Haswandy mengatakan bahwa di Sulawesi Selatan, rasio jumlah advokat dan rakyat miskin yang ada di provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 1 banding 12.507. ia juga mengatakan bahwa LBH Makassar kalang kabut jika memiliki pemohon bantuan hukum yang lokasinya di luar kota makassar karena akan terkendala pada anggaran. Hal ini yang membuat kesulitan kepada LBH Makassar untuk memberikan akses Bantuan Hukum bagi rakyat miskin, rentan dan termarginalkan.
Beberapa anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2017 telah membentuk Tim Inisiasi Pembentukan Perda Bantuan Hukum namun prosesnya masih berjalan lamban, sehingga dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk mendorong percepatan proses pembentukan Perda tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin di Sulawesi Selatan. Alimuddin sebagai salah satu Tim Inisiator Ranperda mengatakan bahwa kita akan menyampaikan kepada tim inisiator yang lain untuk mempernyepat proses ini dan menjelaskan kepada anggota dewan bahwa Perda Bantuan Hukum tidak akan menjebol anggaran daerah.
Dalam terbitan koran Tribun Timur edisi 28 Mei 2018, Haswandy menjelaskan bahwa Layanan bantuan hukum tidak hanya sekadar menyediakan layanan advokat di Lembaga pengadilan, tetapi juga sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan. Lebih daripada itu adalah peningkatan pengetahuan, keterampilan dan partisipasi masyarakat, yang biasa disebut Pemberdayaan Hukum Masyarakat yaitu suatu proses perubahan sistematis yang dengan cara itu orang miskin dan yang dikucilkan dapat menggunakan hukum dan sistem hukum dan layanan hukum untuk melindungi dan memajukan hak dan kepentingan mereka sebagai warga negara dan pelaku ekonomi (lihat laporan Sekjen PBB, Legal Empowerment of the poor and eradication of poverty, 2009). Program bantuan hukum melalui pemberdayaan hukum akan menguatkan kapasitas masyarakat miskin untuk dapat memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar mereka, hak untuk mengakses sumber daya yang tersedia, perlindungan atas hak kepemilikan harta benda yang dimilikinya seperti tanah dan perumahan, pemenuhan hak sebagai Pekerja, Perlindungan hak terhadap isteri bagi perempuan dan anak-anaknya dalam konteks hukum keluarga dan sebagainya. Semua itu tentunya membutuhkan program layanan bantuan hukum dalam bentuk informasi dan konsultasi hukum, pendidikan dan pelatihan hukum, sehingga orang miskin dan kelompok rentan lainnya dapat keluar dan terselamatkan dari konsep pembangunan yang selama ini masih saja menciptakan atau mengabadikan kemiskinan, tidak terkecuali di provinsi Sulawesi Selatan.
Berangkat dari kondisi tersebut, seharusnya pemerintah, terkhusus pemerintah provinsi Sulawesi Selatan mempercepat menyelenggarakan Perda bantuan Hukum baik itu tingakat Provinsi maupun kabupaten/kota guna menambah kapasitas masyarakat yang tergolong sebagai masyarakat miskin, rentan dan termarginalkan agar mereka memperoleh kehidupan yang layak sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945.