
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang bekerjasama dengan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2), The Asia Foundation dan Pemerintah Kecamatan Rappocini melaksanakan diskusi publik Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Tertentu, pada 22 Februari 2019 di Aula Kantor Kec. Rappocini, Makassar. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua RT/RW, LPM, Lurah, Tokoh Pemuda, Polsek Rappocini, Babinsa, dan Lapas. Selain itu, diskusi ini juga dihadiri oleh Budi Sarwono, Bc.IP, SH, M.Si. (Ka. Lapas Klas 1 A Makassar) dan Iqbal Usman (Kanit di Kapolsek Rappocini) sebagai Narasumber.
Diskusi ini diawali dengan pemaparan Abdul Azis Dumpa selaku Advokad Publik di LBH Makassar dengan membahas soal konsep Restorative Justice dan perkembangannya di Indonesia. Dalam pemaparannya ia menjelaskan “Restorative Justice pada dasarnya
adalah suatu proses penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, masyarakat dan negara dalam penyelesaiannya.” Ia pun menambahkan “kalo kita lihat Restorative Justice karena tujuannya memulihkan hubungan antara masyarakat dengan pelaku maka Restorative Justice adalah sebuah program untuk yang pertama, menempatkan korban dalam proses peradilan pidana sebagai yang utama. Jadi, Restorative Justice ini mendorong pelaku bertanggung jawab terhadap korbannya dan mendorong pelaku bertanggung jawab kepada masyarakat, jadi tidak hanya sekedar menjalani proses peradilan saja dipenjara karena penjara tidak menyelesaikan masalah secara keseluruhan.” Dalam penjelasannya, Abdul Azis Dumpa mencoba untuk menjelaskan kepada masyarakat dan mengubah pola pikir masyarakat bahwa pemenjaraan bukanlah solusi atas masalah mereka, sehingga sangat diperlukan adanya implementasi Restorative Justice ini dalam penyelesaian tindak pidana tertentu, dimana sangat perlunya keterlibatan antara pelaku, korban dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah tersebut pelaku harus bertanggung jawab kepada korban dan masyarakat sebab ketika pelaku keluar dari Lapas atau Rutan akan kembali ke masyarakat.
Setelah pemberian pengantar diskusi, selanjutnya beralih ke narasumber pertama oleh Iqbal Usman dengan materi Penerapan RJ dalam kasus Anak yang berhadapan dengan hukum. Iqbal Usman menjelaskan “Diversi itu kewajiban mulai dari tingkat penyidikan, setelah berproses di kepolisian, dari kepolisian juga jika tidak mencapai kesepakatan, kita melangkah lagi ke kejaksaan, dikejaksaan juga dalam ketentuan UU wajib melakukan upaya diversi dulu, hingga sampai kepada pengadilan juga diupayakan terlebih dahulu diversi.” Iqbal Usman menjelaskan ke peserta diskusi bahwa ketika anak berhadapan dengan hukum, sudah sewajibnya diterapkan Restorative Justice guna menghindari anak yang berhadapan dengan hukum menghilangkan haknya dalam menuntut ilmu dan hak-haknya yang lain, sebab kesalahan anak merupakan tanggung jawab orang tua dan lingkungan disekitarnya. Iqbal Usman pun menambahkan “Artinya memang ketentuan UU menerapkan bahwa harus diversi ini merupakan kewajiban dalam perkara anak-anak, tapi tidak semua juga perkara-perkara atau tindak pidana dapat diselesaikan dengan diversi. Kalo kita mengacu pada sistem UU peradilan anak yang diselesaikan secara diversi itu pasal 7 ayat 2 itu syaratnya yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun dan bukan merupakan tindak pidana. Jadi kalo misalnya ancaman pidananya diatas 7 tahun maka kita tidak dapat melakukan upaya diversi.” Inilah bagaimana caranya kita memiliki tanggung jawab bersama karena tidak selamanya mereka didalam, suatu saat pasti akan keluar dan ketika mereka keluar dan melakukan kasus yang sama jadi disinilah seluruh pihak harus berupaya untuk mengatasi kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Tutup Iqbal Usman.
Setelah narasumber memaparkan presentasinya terkait kasus anak yang berhadapan dengan hukum, selanjutnya narasumber kedua yaitu Budi Sarwono selaku Ka. Lapas klas 1 A Makassar terkait peran Lapas dalam implementasi RJ. Dalam pemaparannya Budi Sarwono menjelaskan “Kalo kita cerita di Makassar, ditempat saya itu hari ini 997 orang warga binaan, dirutan kira-kira hampir 2000, kemudian dibolangi hampir 1000 dan dilapas perempuan ada 150-an. Itu artinya hari ini sekitar 4.150an. Kemudian apa yang dilakukan di lapas 1 makassar dasarnya reintergrasi, reintegrasi artinya pemuliahan satuan hubungan. Hubungan antara mahluk didalam yaitu warga binaan untuk bisa menyatu kembali ke masyarakat.” Dalam pemaparan tersebut, Budi Sarwono lebih membicarakan terkait data jumlah tahanan di Lapas klas 1 A Makassar dan bagaimana upaya pihak Lapas untuk memulihkan kembali hubungan yang dulunya rusak karena tindak kejahatan yang telah dilakukan, sehingga pada saat warga binaan tersebut keluar dan kembali ke masyarakat, masyarakat dan korban akan menerima kembali keberadaan dari binaan tersebut, tindakan ini merupakan bentuk implementasi dari restorative justice. “Dengan adanya kegiatan ini saya sangat berharap sekali masukan dari pada seluruh yang hadir disini saya anggap bahwa kita adalah satu warga di Rappocini bisa memberikan masukan untuk kebaikan institusi terutama institusi dari saya Lapas 1 Makassar.” Tutup Budi Sarwono.
Setelah sesi diskusi selesai, kegiatan tersebut ditutup oleh Abdul Azis Dumpa.“Jadi, sebagai pernyataan penutup saya hari ini, saya mau katakan RJ ini atau keadilan yang memulihkan ini harus didorong terus karena kami berangkat dari situasi kepadatan rutan dan lapas, kalo semua beban peradilan pidana dilimpahkan ke Lapas maka dibangun pula pass 10-200 lapas tidak akan pernah cukup jika pola pikir kita menghukum, memenjara dll. Sekarang coba kita berpikir mencarikan solusi terbaik untuk melibatkan semua orang korban, pelaku dan masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana.” Tutupnya.
Comments
No comment yet.