Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar melaksanakan Karya Latihan Bntuan Hukum (KALABAHU) VII yang diawali dengan Seminar Publik dengan tema “Bantuan Hukum Struktural Sebagai Gerakan Sosial” yang dilaksanakan di Jotel Jolin Makassar pada 01 Oktober 2018. Seminar ini diisi oleh Haswandy Andy Mas (direktur LBH Makassar), Muhammad Ridha (akademisi UINAM) dan M.Nawir (aktivis) sebagai Narasumber dan Abdul. Azis Dumpa (advokat public LBH Makassar) sebagai moderator. Selain itu, seminar ini juga dihadiri oleh NonGovernment Organization (NGO) termasuk Organisasi bantuan Hukum, Organisasi Mahasiswa, Organisasi dan Masyarakat Dampingan LBH Makassar.
Seminar ini dilaksanakan atas dasar pentingnya memahami problem-problem structural dan penyelesaian secara struktual pula melalui bantuan hukum structural. Sejak berdirinya, LBH Makassar terus menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada layanan publik dengan fokus isu Penegakan Hukum, HAM & Demokrasi untuk memastikan penyelenggaraan negara melindungi dan menjamin rakyat dalam memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta kebebasan-kebebasan dasar manusia. Sebagai bagian dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Makassar memiliki visi yaitu menentukan arah transisi politik dan transformasi politik yang berkeadilan gender dengan berbasiskan gerakan rakyat.
Berdasarkan pengalaman dalam melakukan advokasi, LBH Makassar berpandangan bahwa suatu produk hukum dalam kondisi masih kentalnya ketidakadilan struktural, belum menjamin terwujudnya keadilan struktural, karena hukum masih terinfiltrasi dengan kepentingan segelintir elit guna kepentingan ekonomi dan politik pembuat regulasi. Dalam kondisi ini, suatu produk hukum harus dipahami hanya sebatas instrumen (alat) menuju terwujudnya keadilan struktural. Kekuatan rakyat sebagai soko guru perjuangan harus lebih dikedepankan guna merubah tatanan yang tidak adil menjadi lebih berpihak kepada rakyat. Strategi guna mewujudkan itu harus mengedepankan pembentukan organisasi rakyat sebagai alat perjuangan dan pengembangan kapasitas rakyat. Oleh karena itu, pemberian bantuan hukum yang konvensional tidaklah menjawab kehausan rakyat untuk mendapatkan keadilan. Bantuan hukum yang mempunyai dimensi struktural merupakan jawaban terhadap hal itu.
LBH Makassar dalam tiga tahun terakhir ini, setiap tahunnya menerima tak kurang dari 190 (Seratus Sembilan puluh) Permohonan bantuan hukum dengan rincian sebagai berikut: Tahun 2015 sebanyak 283 permohonan yang diterima sebanyak 263 Kasus , 113 (43%) diantaranya merupakan kasus struktural, Tahun 2016 sebanyak 220 Permohonan yang diterima sebanyak 208 permohonan, 86 (41%) diantaranya merupakan kasus struktural, Tahun 2017 sebanyak 198 Permohonan yang diterima sebanyak 191 permohonan, 92 (48%) diantaranya merupakan kasus struktural. Kasus-kasus struktural banyak terjadi dikarenakan kebijakan pemerintah, misalnya pada Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan bendungan yang berhubungan dengan pembangunan PLTA di kabupaten wajo, gowa, dan takalar atau PLTU di kabupaten Jeneponto, atau pemberian hak guna usaha kepada koorporasi, dll. Dalam banyak kasus, masyarakat yang mempertahankan sumber-sumber penghidupannya juga akan terjerembab jatuh dalam kemiskinan dan lambat laun akan dipaksa menyerahkan sumber penghidupannya itu.
Banyaknya pengaduan masyarakat terutama kasus struktural memberi gambaran bahwa kemiskinan merupakan gejala sosial yang massal yang bukan disebabkan oleh perbuatan atau sikap perorangan, melainkan oleh struktur-struktur sosial dan oleh kondisi-kondisi struktural. Sehingga kemiskinan merupakan ketidakadilan struktural.
Oleh karena itu, YLBHI LBH Makassar menjalankan perannya dengan mengoperasionalkan Bantuan Hukum Struktural (BHS). Melalui BHS, kesadaran masyarakat sebagai subyek hukum ditumbuhkan, agar mampu berperan serta aktif dalam penegakan, pembentukan dan pembaruan hukum, serta mendorong lahirnya kebijakan publik yang berpihak kepada hak ekonomi, sosial, budaya dan hak sipil politik mereka. Sebagaimana nilai dasar organisasi Yayasan LBH Indonesia bahwa pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan tindakan kedermawanan tetapi lebih dari itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kerangka upaya pembebasan manusia Indonesia dari setiap bentuk penindasan yang meniadakan rasa dan wujud kehadiran keadilan yang utuh, beradab dan berprikemanusiaan.
Melalui BHS diharapkan bisa menjawab dan mewujudkan perubahan-perubahan struktur yang tidak seimbang dan tidak adil selama ini. BHS diharapkan menjadi roh dan kekuatan dalam penanganan kasus baik litigasi dan non litigasi dimana metodenya tidak hanya merespon dan mengadvokasi kasus-kasus saja, tetapi juga bertujuan untuk memperbaiki struktur yang menindas agar lebih berkeadilan dalam kerangka hukum dan HAM. Dalam artian bantuan hukum bukanlah sekedar pelembagaan pelayanan hukum buat si miskin tetapi merupakan sebuah gerakan dan rangkaian tindakan guna pembebasan masyarakat dari belenggu struktur politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sarat dengan penindasan.
Selain itu, KALABAHU ini bertujuan untuk meregenerasi kader tentunya, yang akan Menyebarkan gagasan tentang bantuan hukum khususnya Bantuan Hukum Struktural, Membedah kemiskinan dan ketidakadilan struktural dalam hubungannya denga pembangunan infrastruktur dan investasi destruktif, khususnya di Sulsel, Merumuskan korelasi Bantuan Hukum Struktural dengan Gerakan Sosial dan Memperluas pemahaman akan pentinngnya membangun tradisi gerakan sosial melalui kerja-kerja bantuan hukum.