Categories
SIPOL slide

Kasus Kematian Tahanan, LBH Minta Kapolda Sulsel Tak Pandang Bulu

Tim Kuasa Hukum Sugianto meminta agar Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan tak segan pandang bulu usut tuntas kematian tahanan Polres Bantaeng tersebut.

Bahkan jika terbukti, ia meminta Kapolda tak segan memecat anggotanya yang diduga lakukan penyiksaan terhadap Sugianto (22).

“Kami meminta agar Kapolda Sulsel tetap profesional, transparan dan akuntabel melakukan penyelidikan dalan kasus ini. Agar kasus ini tidak lama berlarut-larut begitu saja,” ucap, Tim kuasa hukum Sugianto, Edy Kurniawan, Minggu (24/11/2019).

Kata dia, ketika pihak Polda Sulsel tak serius dalam menangani hal tersebut pihaknya akan segera layangkan surat kepada pimpinan Polri dalam hal ini Kabareskrim Polri untuk mengambil alih kasus tersebut.

“Kami besok akan bersurat, Kapolri dalam hal ini Kabareskrim Polri, Komnas HAM RI dan Kompolnas untuk segera turun tangan lakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap kasus ini,” tuturnya.

 

Baca Juga: 

Tahanan Meninggal Diduga Disiksa Polisi, LBH Makassar Bersurat ke Presiden

Siaran Pers YLBHI-LBH Makassar tentang Meninggalnya Sugianto (22 tahun), Korban Penembakan yang diduga Mengalami Penyiksaan bersama Rekannya Bernama AS 915 tahun)

Keluarga Korban Kasus Penembakan di Bantaeng Melapor Ke Polda Sulsel

 

Diketahui, kasus tersebut bermula saat korban bernama Sugianto (22) diamankan aparat kepolisian Polres Bantaeng atas dugaan kasus tindak pidana pencurian.

Saat diamankan korban dibawah disuatu tempat dan diduga dilakukan penyiksaan oleh aparat kepolisian untuk mengakui perbuatannya tersebut.

Sekitar pukul Sekitar pukul 04.00 WITA, setelah shalat subuh, Sugianto dibawa polisi masuk ke dalam sel tanahan tempat Aan berada.

Aan melihat Sugianto dalam keadaan babak belur dan luka pada bagian betis dan lutut atas kanan, diduga luka tembak dan luka tersebut tidak terjahit, hanya dibalut perban.

Hampir satu jam, Sugianto terus berteriak kesakitan meminta obat. Aan yang melihat seorang polisi di depan ruangan kemudian memelas meminta obat. Namun polisi tersebut hanya mengatakan biarkan saja mati seorang pencuri.

Lalu seorang penjaga sel memberikan 1 biji obat Amoxilin, namun obat yang diberikan
dimuntahkan kembali, seolah tubuh Sugianto tidak mau menerima obat tersebut dan terus menjerit kesakitan dan terus mengeluarkan darah hitam yang kental.

Saat itupun salah satu tahanan diminta untuk mengangkat sugianto keatas mobil dibawah kerumah sakit dengan keadaan yang sudah tidak sadarkan diri.

Sekita pukul 07.00 wita yang dikabarkan sugianto telah meninggal dunia dan sudah berada dirumah sakit RSUD Bantaeng.

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online inikata.com pada 24 November 2019

Categories
SIPOL slide

Keluarga Korban Kasus Penembakan di Bantaeng Melapor Ke Polda Sulsel

Keluarga Sugianto (22), korban kasus dugaan penganiayaan dan penembakan yang mengakibatkan kematian di Kabupaten Bantaeng, mendatangi Kantor Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (19/11/2019). Tidak terima anaknya meninggal tragis, Teti ibu Sugianto didampingi Kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makasassar, melaporkan kasus ini ke Polda Sulsel.

Sugianto meninggal dunia pada sabtu pagi (9/11/2019) dipenuhi luka lebam disekujur tubuh dan 3 luka tembak, dua tembakan pada betis dan lutut kanan atas. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, dia sempat ditangkap oleh Polres Bantaeng malam harinya dan dibawah ke Pos Polisi Terpadu yang berada di Jalan Kartini.

Kabar kematian Sugianto, baru diketahui istrinya Iin Ramadani setelah seorang tukang becak mendatanginya memberi informasi pada hari sabtu pagi, sekitar pukul 07.00 wita, bahwa suaminya telah meninggal dunia dan sedang berada di RS Umum Bantaeng.

“Katanya itu pak cari (tukang becak), adai suamimu di rumah sakit sudah meninggal mi,” ujar Iin menirukan tukang becak yang memberinya informasi.

Menurutnya, tukang becak tersebut mendapat infomasi dari salah seorang  perawat RS ihwal kematian Sugianto. Mendengar kabar tersebut, Iin terus bergegas menuju RS Umum Bantaeng yang berada tidak jauh dari rumahnya. Sesampai disana, Iin bertemu perawat RS dan menuju ruang IGD tempat suaminya terlentang tidak bernyawa.

“Perawat itu bilang, kalau suamiku dibawa Polisi sekitar jam jam 5 subuh, dua kali dibawa, yang kedua kalinya tidak sadarkan dirimi na bilang perawat,” ungkapnya.

Saat tiba di RS sama sekali tidak ada Anggota Polres Bantaeng disana, sekitar pukul 09.00 wita Iin lantas mendatangi Polres Bantaeng untuk bertemu Kepala Polres. Iin menanyakan terkait tidak adanya polisi yang menemani suaminya saat di bawah ke RS.

Malam harinya Iin telah mengetahui penangkapan Sugianto oleh Polres Bantaeng. Ia menceritakan jika Sugianto sekitar pukul 20.00 wita Jum’at malam (18/11/2019) sempat meminta ijin untuk keluar rumah bertemu dengan seorang temannya didekat RS Umum Bantaeng. Sementara itu, ipar Sugianto dengan inisial AS (16) menawarkan untuk mengantarnya menggunakan motor, tapi Sugianto memilih untuk berjalan kaki saja.

Sekitar pukul 22.00 wita Iin sempat menelpon Sugianto, memberitahu agar tidak larut malam pulang ke rumah, saat itu ia masih berkomunikasi dengan suaminya. Beberapa saat kemudian, Iin menelpon kembali, namun handphone Sugianto sudah tidak aktif lagi.

“Sekitar jam jam dua itu ada polisi datang ke rumah ketuk ketuk pintu, bertanya ki mana Sugianto, kubilang tidak tahu pak, belum pi pulang. Setelah itu na tanya juga AS, ku bilang tidak tahu. Setelah itu, polisi bilang kalau mauko ketemu suami mu ikut ko sama saya,” kata Iin menirukan percakapannya dengan oknum Polisi yang mendatanginya.

Iin kemudian ikut oknum Polisi tersebut menuju jalan besar depan lorong masuk rumah. Disana sudah terparkir mobil Avansa berwarna Silver. Didalam Iin sudah melihat Sugianto bersama AS dengan posisi tangan teringat lakban, selain itu AS matanya di tutup lakban.

“Iya terikat tanganya kulihat, mukanya banyak mi lebamnya,” ungkapnya

Setelah itu Iin lantas ikut dengan menggunakan motor menuju Pos Polisi Terpadu yang berada di Jalan Kartini, sementara Sugianto dan AS diangkut mengkunakan Mobil Avansa silver tersebut. Sesampai di sana, Sugianto dan AS dibawah masuk ke dalam Pos, sementara itu Iin hanya sampai diluar, petugas tidak membiarkannya masuk ke dalam.

“Di luar ja, tidak dibiarkan masuk sama petugas, waktu itu suamiku masih bisa jalan,” kata Iin

Iin sempat meminta untuk ikut masuk ke dalam, namun tidak diperbolehkan, ia pun menunggu diluar Pos. Iin yang menunggu diluar, sempat mendengarkan suara teriakan kesakitan suaminya sambil berterik memanggi nama anak dan ibunya.

“Teriak ki dari dalam ku dengar, nasebut nama anaknya 3 kali, mama’nya satu kali,” imbuh Iin

Tidak lama kemudian, seorang petugas mendatanginya, meminta Iin untuk pulang saja, dan datang esok hari segalligus akan diberi tahu soal kasus suaminya, hingga ditangkap.

Iin yang penuh rasa khawatir dan penasaran kenapa suaminya di tangkap, lantas pulang di anatar seorang petugas di sana. Pagi harinya, baru lah dia mendapat kabar, suaminya telah meninggal dunia.

Sementara itu, Teti yang juga datang bersama Iin ke Polda Sulsel melaporkan kasus ini berharap agar kasus anaknya dapat diproses.

“Pokoknya hukum seberat-beratnya, saya tidak mau terima apapun”, katanya dengan mata berkaca-kaca saat ditemui dikediamannya.

Sementara itu dari keterangan yang ada, berdasarkan berita yang dirilis tribunnews.comtanggal 15 November 2019, Humas Polres Bantaeng Bripka Sandri membernarkan adanya penembakan terhadap Sugianto, pada bagian betis dengan 2 luka tembak dan satu lagi pada paha sebelah kiri.

Dari sumber yang sama, Kasat Reskrim Polres Bantaeng AKP Abdul Haris Nicolas mengatakan Sugianto terpaksa dilumpuhkan saat polisi ingin melakukan pengembangan dan diminta menunjukkan lokasi beraksi (melakukan dugaan pencurian. Red). Namun tersangka menurut Abdul Haris memberontak dan berusaha melawan petugas.

 

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online sulselekspres.com pada 19 November 2019

Categories
SIPOL slide

Agung Tewas Diduga Dianiaya 5 Oknum Polisi, Berkasnya Masih ‘Tertahan’ di Ruang Penyidik Polda

Berkas kasus kematian Agung Pranata yang melibatkan lima polisi di Sulsel, ternyata masih tertahan di meja pimpinan penyidik.

Pasalnya, tim penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel berjanji pada awal Juli mereka akan membawa berkas kasus yang bergulir dari 2016 di Polda itu, ke penyidik Kejaksaan.

Tetapi salah satu penyidik dalam kasus Agung, Kompol Muh Ali mengaku berkas kasus penganiayaan berujung kematian Agung masih ada di ruangan pimpinan.

“Berkas ada di ruangan Pak Direktur, jadi belum ditandatangani surat pengantaran ke kejaksaan,” ungkap Kompol Ali kepada tribun timur.com, Jumat (19/7/2019) pagi.

Menurut Kompol Ali, berkas atau surat kasus itu belum juga ditandatangani untuk segera diantar ke Kejaksaan, karena Direskrimum, Kombes Pol Andi Indra masih di Jakarta.

“Iya, berkas masih ada di ruangannya Pak Direktur dan belum ditandatangani surat pengantarnya. Karena Pak Direktur masih di Jakarta, belum balik,” ujar Kompol Ali.

Sebelumnya Kompol Ali mengungkapkan, saat ini pihaknya sudah mengumpulkan resume dan dalam tahapan perampungan, dan rencananya target awal Juli 2019.

“Baru selesai pembuatan resume, saat ini sementara perampungan berkas. Ini insya Allah kita target minggu depan,” ungkap Ali kepada tribun, 25 Juni 2019 lalu.

Saat itu, Ali mengaku, kasus penganiayaan Agung Pranata yang mulai diselidiki akhir 2016 ini agak lama, karena harus melalui proses panjang dan pengumpulan bukti.

Walau demikian, pihaknya tetap konsisten untuk menuntaskan kasus tersebut sampai tingkat Kejaksaan dan Pengadilan. Karena keluarga almarhum Agung mendesak tim.

Selain itu, terkait penahanan yang ditanya pihak keluarga korban, Ali menyebutkan, kelima tersangka oknum polisi tidak bisa langsung ditahan karena masih kooperatif.

Agung meninggal pada September 2016 silam, saat itu dia diamankan tim Reskrim Polsek Ujung Pandang soal dugaan kasus pencurian disertai pemberatan (curat).

Menurut ibu Agung, Mawar (52) dugaan kasus yang kini ditangani penyidik Polda lamban. Karena begitu lamanya ini, belum juga dikirim berkas kasus ke Kejati Sulsel.

“Kasus anak kami ini begitu lamban, bulan September (2019) nanti ini sudah genap 3 tahun. Tetapi titik terang kasus ini masih jalan di tempat,” ungkap kepada Tribun.

Padahal lanjut Mawar, lima oknum polisi terduga pelaku penganiayaan berujung kematian Agung sudah menjadi tersangka, tapi hingga ini belum juga dikirim ke Kejati.

“Tentu, kami keluarga sangat kecewa atas laporan kami yang lamban ditangani, kami orang tua korban meminta ke kapolda agar kasus agung disidangkan,” ujar Mawar.

 

Catatan: Berita ini telah terbit di tribunnews.com pada 19 Juli 2019

Categories
SIPOL slide

Kasus Kematian Agung Pranata, Keluarga Nilai Penyidik Polda Sulsel Lamban

Penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel dinilai lamban menangani dugaan penganiayaan berujung pada kematian Agung Pranata.

Agung meninggal pada September 2016 silam, saat itu dia diamankan tim Reskrim Polsek Ujung Pandang soal dugaan kasus pencurian disertai pemberatan (Curat).

Menurut ibu Agung, Mawar (52) dugaan kasus yang kini ditangani penyidik Polda lamban. Karena begitu lamanya ini, belum juga dikirim berkas kasus ke Kejati Sulsel.

Baca Juga: Bulan Ini Polda Sulsel Kirim 5 Oknum Polisi Tersangka Penganiayaan Agung Pranata ke Kejaksaan

“Kasus anak kami ini begutu lamban, bulan september (2019) ini genap 3 tahun. Tetapi titik terangnya jalan di tempat,” kata Mawar kepada tribun, Selasa (25/6/2019) siang.

Padahal lanjut Mawar, lima oknum polisi terduga pelaku penganiayaan berujung ke kematian Agung sudah menjadi tersangka, tapi hingga ini belum juga dikirim ke Kejati.

“Tentu, kami keluarga sangat kecewa atas laporan kami yang lamban di tangani, kami orangtua korban meminta ke kapolda agar kasus anak kami disidangkan,” tegasnya.

Diketahui sebelumnya, tim Ditreskrimum Polda Sulsel menargetkan akhir bulan ini (Juni), akan mengirim lima oknum polisi tersangka penganiayaan ke Kejaksaan.

Salah satu penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Muh. Ali mengungkapkan pihaknya targetkan kasus penganiayaan melibatkan oknum polisi dikirim segera.

Baca Juga: Polsek Ujung Pandang Melakukan Maladministrasi dalam Kasus Kematian Agung Pranata

Baca Juga: Penggalian Fakta Kejanggalan Kematian, otopsi jenazah Agung dilakukan

Pasalnya kata Kompol Ali, kasus dugaan penganiayaan yang menersangkakan lima oknum polisi di jajaran Polda Sulsel, masih tahapan penyusunan resume dan berkas.

Selain itu lanjutnya, pihaknya juga masih fokus dulu dalam proses penyidikan kasus Pidana Pemilihan Umum (Pemilu). Dimana, batas waktunya hanya setengan bulanan.

“Fokus ke pidana Pemilu juga, ini karena batas waktu penyidikan ini hanya setengah bulan sudah harus dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU),” jelas Kompol Ali.

Walau demikian, tim penyidik Polda Sulsel targetkan kedua kasus itu, Pidana Pemilu dan dugaan kasus penganiayaan Agung Pranata hingga tewas, target akhir bulan.

“Iya, kita fokus ke Pidana Pemilu, tapi kita tentu keduanya berjalan prosesnya dan insya allah dua kasus ini juga dilimpahkan akhir bulan ini,” tambah Kompol Muh. Ali.

Diketahui, lima oknum polisi yang menjadi tersangka diantaranya empat dari Polsek Ujung Pandang, Bripka Cn, As, Ar dan Aiptu Sa, dan di Polres Jeneponto, Aiptu Js. (*)

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online tribuntimur.com pada 25 Juni 2019.

Categories
SIPOL slide

Bulan Ini, Polda Sulsel Kirim 5 Oknum Polisi Tersangka Penganiayaan Agung Pranata ke Kejaksaan

Penyidik Polda Sulsel menargetkan akhir bulan ini, akan mengirim lima oknum polisi tersangka penganiayaan ke Kejaksaan.

Salah satu penyidik Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Muh Ali mengungkapkan pihaknya targetkan kasus penganiayaan melibatkan oknum polisi dikirim segera.

“Insya allah akhir bulan kita kirim berkas kasus penganiayaan ke pihak Kejaksaan,” ungkap Kompol Muh. Ali, saat dikonfirmasi tribun timur.com, Senin (17/6/2019) pagi.

Pasalnya kata Kompol Ali, kasus dugaan penganiayaan yang menersangkakan lima oknum polisi di jajaran Polda Sulsel, masih tahapan penyusunan resume dan berkas.

 

Baca Juga: Polsek Ujung Pandang Melakukan Maladministrasi dalam Kasus Kematian Agung Pranata

Baca Juga: Penggalian Fakta Kejanggalan Kematian, otopsi jenazah Agung dilakukan

 

Selain itu lanjutnya, pihaknya juga masih fokis dulu dalam proses penyidikan kasus Pidana Pemilihan Umum (Pemilu). Dimana, batas waktunya hanya setengan bulanan.

“Fokus ke pidana Pemilu juga, ini karena batas waktu penyidikan ini hanya setengah bulan sudah harus dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU),” jelas Kompol Ali.

Walau demikian, tim penyidik Polda Sulsel targetkan kedua kasus itu, Pidana Pemilu dan dugaan kasus penganiayaan Agung Pranata hingga tewas, target akhir bulan.

“Iya, kita fokus ke Pidana Pemilu, tapi kita tentu keduanya berjalan prosesnya dan insya allah dua kasus ini juga dilimpahkan akhir bulan ini,” tambah Kompol Muh. Ali.

Diketahui, lima oknum polisi yang menjadi tersangka diantaranya empat dari Polsek Ujung Pandang, Bripka Cn, As, Ar dan Aiptu Sa, dan dari Polres Jeneponto, Aiptu Js.

Penetapan tersangka dari lima anggota kepolisian tersebut, dalam kasus kelalain dan penganiayaan mengakibatkan korban meninggal dunia, kasus pada akhir 2016.

Kasus tersebut menimpa almarhum Agung Pranata warga Jl Minasaupa, Kecamatan Rappocini, Makassar. Meninggal setelah ia ditangkap pihak kepolisian, 2016 silam.

Saat itu yang melaksanakan penangkapan adalah anggota Reskrim dari Polsek Ujung Pandang. Almarhum ditangkap karena dia diduga pelaku pencurian dan pemberatan.

Diketahui, kematian Agung Pranata waktu itu dianggap janggal. Karena badan korban penuh bekas pukul. Bahkan, tulang kepala dan tulang belakang disebutkan retak.

Untuk itu, keluarga almarhum melaporkan kasus ini ke tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar sebagai pendamping atau penasehat hukum, dalam kasus ini. (*)

 

Catatan: Berita ini telah terbit di media online tribuntimur.com pada senin, 17 Juni 2019.

Categories
SIPOL

LBH Makassar Gugat SK DO & Skorsing IAIM Sinjai di PTUN

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar sebagai penasehat hukum 4 mahasiswa korban drop out (DO) dan skorsing menggugat Rektor Institut Agama Islam Muhammadiya (IAIM) Sinjai. Senin, (29/4/2019). Haerul Karim, SH, selaku Kordinator Divisi Anti Korupsi dan Reformasi Birokrasi LBH Makassar mengatakan bahwa objek gugatan adalah SK DO dan skorsing yang di keluarkan oleh Rektor IAIM Sinjai.

Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pegadialan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dengan nomor registrasi, 22/G/2019/PTUN.Mks.“Pengajuan gugatan ini dilakukan sebagai langkah hukum untuk penyelesaian dan kepastian hukum,” ungkap Haerul.

Berbagai upaya mediasi yang telah dilakukan, yakni mendatangi Kopertais, PW Muhammadiyah sampai bersurat ke Kementerian Agama, PP Muhammadiyah dan Komnas HAM sampai pelaporan terhadap oknum dosen IAIM Sinjai yang melakukan kekerasan terhadap 4 mahasiswanya.
LBH Makassar menilai, tindakan IAIM Sinjai merupakan bentuk pelanggaran HAM khususnya hak atas pendidikan dan hukum.

“Namun sampai saat ini kami tetap mengupayakan jalur penyelesaian secara kekelurgaan dan upaya mediasi dengan pihak IAIM Sinjai,” ungkapnya.

LBH Makassar menyeruhkan agar pihak IAIM Sinjai mencabut SK DO dan skorsing serta memulihkan hak pendidikan 4 mahasiswanya.

“Kami meminta pihak IAIM Sinjai untuk menjalankan asas transpransi sebagai badan public sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,” imbuhnya.LBH juga menegaskan kepada IAIM Sinjai untuk memproses pelanggaran kode etik pihak Dosen dan Staf IAIM Sinjai.

“Kami meminta semua lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah untuk mengevaluasi dan menindak lanjuti laporan terkait tindakan IAIM Sinjai kepada empat mahaisiswanya,” tegasnya.

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online beritabersatu.com pada 29 April 2019

Categories
SIPOL

Mahasiswa IAIM Sinjai yang di-DO Kini Menggugat di PTUN

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar sebagai penasehat hukum 4 mahasiswa korban drop out (DO) dan skorsing menggugat Rektor Institut Agama Islam Muhammadiya (IAIM) Sinjai. Senin, (29/4/2019).

Kata Haerul Karim, SH, selaku Kordinator Divisi Anti Korupsi dan Reformasi Birokrasi LBH Makassar bahwa objek gugatan adalah SK DO dan skorsing yang dikeluarkan oleh Rektor IAIM Sinjai.

Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pegadialan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dengan nomor registrasi, 22/G/2019/PTUN.Mks.

“Pengajuan gugatan ini dilakukan sebagai langkah hukum untuk penyelesaian dan kepastian hukum,” katanya.

Berbagai upaya mediasi yang telah dilakukan, yakni mendatangi Kopertais, PW Muhammadiyah sampai bersurat ke Kementerian Agama, PP Muhammadiyah dan Komnas HAM sampai pelaporan terhadap oknum dosen IAIM Sinjai yang melakukan kekerasan terhadap 4 mahasiswanya.

LBH Makassar menilai, tindakan IAIM Sinjai merupakan bentuk pelanggaran HAM khususnya hak atas pendidikan dan hukum.

“Namun sampai saat ini kami tetap mengupayakan jalur penyelesaian secara kekelurgaan dan upaya mediasi dengan pihak IAIM Sinjai,” ungkapnya.

LBH Makassar menyeruhkan agar pihak IAIM Sinjai mencabut SK DO dan skorsing serta memulihkan hak pendidikan 4 mahasiswanya

“Kami meminta pihak IAIM Sinjai untuk menjalankan asas transpransi sebagai badan public sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,” imbuhnya.

LBH juga menegaskan kepada IAIM Sinjai untuk memproses pelanggaran kode etik pihak Dosen dan Staf IAIM Sinjai.

“Kami meminta semua lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah untuk mengevaluasi dan menindak lanjuti laporan terkait tindakan IAIM Sinjai kepada empat mahaisiswanya,” tegasnya.

 

Catatan; Berita ini telah dimuat di media online lorongkata.com pada 29 April 2019

Categories
SIPOL slide

Babak Baru, Kasus DO Mahasiswa IAIM Sinjai Bergulir di PTUN Makassar

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar sebagai penasehat hukum 4 mahasiswa korban drop out (DO) dan skorsing menggugat Rektor Institut Agama Islam Muhammadiya (IAIM) Sinjai. Senin, (29/4/2019).

Kata Haerul Karim, SH, selaku Kordinator Divisi Anti Korupsi dan Reformasi Birokrasi LBH Makassar bahwa objek gugatan adalah SK DO dan skorsing yang dikeluarkan oleh Rektor IAIM Sinjai.

Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dengan nomor registrasi, 22/G/2019/PTUN.Mks.

“Pengajuan gugatan ini dilakukan sebagai langkah hukum untuk penyelesaian dan kepastian hukum,”

Berbagai upaya mediasi yang telah dilakukan, yakni mendatangi Kopertais, PW Muhammadiyah sampai bersurat ke Kementerian Agama, PP Muhammadiyah dan Komnas HAM sampai pelaporan terhadap oknum dosen IAIM Sinjai yang melakukan kekerasan terhadap 4 mahasiswanya.

LBH Makassar menilai, tindakan IAIM Sinjai merupakan bentuk pelanggaran HAM khususnya hak atas pendidikan dan hukum.

“Namun sampai saat ini kami tetap mengupayakan jalur penyelesaian secara kekelurgaan dan upaya mediasi dengan pihak IAIM Sinjai,” ungkapnya.

LBH Makassar menyerukan agar pihak IAIM Sinjai mencabut SK DO dan skorsing serta memulihkan hak pendidikan 4 mahasiswanya.

“Kami meminta pihak IAIM Sinjai untuk menjalankan asas transpransi sebagai badan public sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,” imbuhnya.

LBH juga menegaskan kepada IAIM Sinjai untuk memproses pelanggaran kode etik pihak Dosen dan Staf IAIM Sinjai.

“Kami meminta semua lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah untuk mengevaluasi dan menindak lanjuti laporan terkait tindakan IAIM Sinjai kepada empat mahaisiswanya,” tegasnya.

 

Catatan; Berita ini telah dimuat di media online suarajelata.com pada 29 April 2019

Categories
SIPOL slide

Besok, LBH Makassar Konpers Soal DO dan Skorsing Mahasiswa IAIM Sinjai

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar akan menggelar konferensi Pers terkait kasus drop out (DO) dan skorsing 4 orang mahasiswa mahasiswa Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai. Minggu, (28/4/2019).

Kata Haerul Karim, selaku Koordinator Divisi Anti Korupsi dan Reformasi Birokrasi LBH Makassar, maraknya praktek dalam kampus yang anti demokratis kembali mencederai dunia pendidikan.

Pasalnya, 4 orang mahasiswa IAIM Sinjai telah diberikan Surat Keterangan (SK) skorsing dan drop out (DO) yang dianggapnya tidak berdasar.

Akibat memprotes pembayaran ujian yang dinilainya terlalu mahal, serta mahasiswa juga mempertanyakan soal transparansi anggaran kampus IAIM Sinjai.

“LBH Makassar mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar karena SK DO dan skorsing yang dikeluarkan oleh pihak kampus IAIM Sinjai diduga cacat prosedural,” tegasnya.

Atas tindakan tersebut, LBH Makassar akan merespon dalam sebuah konferensi Pers, pada Senin, 29 April 2019, pukul, 14:00 wita di Kantor LBH Makassar, jalan Pelita Raya No. 6, Kota Makasaar, Sulawesi Selatan.

Diketahui, 2 orang di skorsing dan 2 lainnya di-DO, mahasiswa tersebut merupakan mahasiswa semester III, jurusan Hukum Pidana Islam di kampus IAIM Sinjai.

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online suarajelata.com pada 29 April 2019

Categories
SIPOL slide

Sudah Jilid VII, Mahasiswa Sinjai Konsisten Aksi Setiap Kamis

Koalisi Mahasiswa dan Pemuda Sinjai Melawan (KMPS) kembali melakukan aksi Kamisan jilid VII, di Taman Karampuang, Jalan Persatuan Raya, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Kamis, (25/04/2019) sore tadi.

Nuralamsyah, selaku Koordinator lapangan (Korlap) mengatakan bahwa, Aksi tersebut adalah bentuk penolakannya terhadap kekerasan akademik.

“Kami menolak keras, berbagai macam bentu kekerasan akademik” ujarnya.

Mahasiswa kembali menuntut pencabutan Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) dan Skorsingkepada 4 mahasiswa Institut Agama Islam Muhammadiyah (IAIM) Sinjai.

“Wujudkan transparansi anggaran dan informasi kampus IAIM Sinjai,” ungkapnya.

Selain itu, mereka juga menegaskan akan terus melakukan Aksi sepanjang kasus kekerasan akademik khususnya di Sinjai belum selesai.

Aksi tersebut berlangsung sekitar 1 jam dengan membentangkan spanduk sepanjang 5 meter yang mengelilingi bagian depan Taman Karampuang.

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di media online suarajelata.com pada 25 April 2019