Categories
SIPOL slide

Saksi Ahli Sebut Wartawan Asrul Tak Bisa Dijerat UU ITE

Sidang kasus UU ITE dengan terdakwa jurnalis media online Berita.News, Muhammad Asrul, kembali digelar di Pengadilan Negeri Palopo, Sulsel, Rabu (28/7). Agenda sidang menghadirkan saksi ahli UU ITE dari pihak Jaksa Penuntut Umum yakni Dr. Ronny.

Ronny yang hadir secara virtual menjelaskan, Asrul tidak dapat dijerat dengan UU ITE apabila Dewan Pers sudah menyatakan bahwa berita yang dibuat Asrul dan tayang di portal Berita.News merupakan produk jurnalistik.

“Apabila Berita.News punya legalitas sebagai media dan berita yang diperkarakan tersebut dinyatakan sesuai kaidah jurnalistik oleh Dewan Pers, maka hal itu tidak bisa diproses menggunakan UU ITE, melainkan UU Pers,” ujar Ronny.

Asrul dijerat UU ITE setelah lima berita yang dia tayangkan di Berita.News dilaporkan Kepala BKPSDM Kota Palopo, Farid Kasim Judas. Asrul dianggap mencemarkan nama baik eks Ketua KNPI Palopo itu karena diduga menyebarkan berita bohong melalui akun media sosialnya. Kasus ini telah bergulir sejak 2019 dan Asrul sempat ditahan.

Saat Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin mempertanyakan apakah berita yang dibuat Asrul memenuhi unsur ujaran kebencian dan penghinaan, Ronny mengaku tidak kapasitas untuk menilai hal tersebut.

Sementara, Penasehat Hukum Asrul dari LBH Makassar, Azis Dumpa, menilai Ronny tidak memiliki legal standing untuk menjadi saksi Ahli Kasus ITE. Alasannya, dia bukan merupakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kementrian Kominfo.

“Padahal berdasarkan UU ITE, KUHP dan Peraturan Kominfo tentang Administrasi Penyidikan dan Pendakan Bidang ITE, harusnya ahli ITE adalah PPNS Kominfo saksi ahli JPU justru sarjana komputer dan Dosen di Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Perbanas Surabaya,” kata Azis Dumpa.

Nama Ronny juga diketahui menjadi saksi ahli yang dimintai keterangan oleh penyidik Polda Sulsel saat membuat berita acara pemeriksaan (BAP) Muh. Asrul pada 2019 lalu.

Kasus Asrul Tak Mencerminkan Langgar Asas Peradilan Cepat

Sidang wartawan Asrul harus dengan agenda mendengar keterangan ahli harus ditunda hingga satu bulan lebih karena JPU dari Kejari Palopo tak bisa menghadirkan saksi. Laman SIPP PN Palopo mencatat, sidang dengan agenda keterangan ahli mulai dijadwalkan sejak 2 Juni 2021.

Selain ketidak siapan JPU, diketaui sidang kasus ini juga sempat ditunda karena Ketua Majelis Hakim yakni Hasanuddin sempat sakit dan PN Palopo punya agenda internal.

Azis Dumpa yang juga Wakil Direktur LBH Makassar menilai, berlarut-larutnya sidang UU ITE ini melanggar asas peradilan. Apalagi ia dan kliennya tersebut harus datang dari Kota Makassar yang jaraknya 360 Km dari lokasi persidangan.

“Kami menyoroti ketidaksiapan JPU menyiaplan ahli Dewan Pers sehingga sidangnya kembali ditunda menjadi semakin berlarut-larut dan melanggar asas peradilan cepat dan biaya murah,” tegas Azis.

Diketahui, JPU pada sidang tadi menghadirkan ahli dari Dewan Pers secara virtual. Namun yang bersangkutan belum bisa memberikan keterangan sebab belum mengantongi surat izin dari Dewan Pers. Sidang pun diijadwalkan berlanjut pada Kamis, 29 Juli besok.

 

 

Catatan: Berita ini telah terbit di media online kabarmakassar.com edisi 28 Juli 2021

Categories
SIPOL slide

Saksi Ahli Sebut Wartawan Asrul Tak Bisa Dijerat UU ITE

Sidang kasus UU ITE dengan terdakwa jurnalis media online Berita.News, Muhammad Asrul, kembali digelar di Pengadilan Negeri Palopo, Rabu (28/7/2021).

Agenda sidang menghadirkan saksi ahli UU ITE dari pihak Jaksa Penuntut Umum yakni Dr. Ronny.

Ronny yang hadir secara virtual menjelaskan, Asrul tidak dapat dijerat dengan UU ITE apabila Dewan Pers sudah menyatakan bahwa berita yang dibuat Asrul dan tayang di portal Berita.News merupakan produk jurnalistik.

“Apabila Berita.News punya legalitas sebagai media dan berita yang diperkarakan tersebut dinyatakan sesuai kaidah jurnalistik oleh Dewan Pers, maka hal itu tidak bisa diproses menggunakan UU ITE, melainkan UU Pers,” ujar Ronny.

Asrul dijerat UU ITE setelah lima berita yang dia tayangkan di Berita.News dilaporkan Kepala BKPSDM Kota Palopo, Farid Kasim Judas. Asrul dianggap mencemarkan nama baik eks Ketua KNPI Palopo itu karena diduga menyebarkan berita bohong melalui akun media sosialnya. Kasus ini telah bergulir sejak 2019 dan Asrul sempat ditahan.

Saat Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin mempertanyakan apakah berita yang dibuat Asrul memenuhi unsur ujaran kebencian dan penghinaan, Ronny mengaku tidak kapasitas untuk menilai hal tersebut.

Sementara itu, Penasehat Hukum Asrul dari LBH Makassar, Azis Dumpa, menilai Ronny tidak memiliki legal standing untuk menjadi saksi Ahli Kasus ITE.

Alasannya, dia bukan merupakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kementrian Kominfo.

“Padahal berdasarkan UU ITE, KUHP dan Peraturan Kominfo tentang Administrasi Penyidikan dan Pendakan Bidang ITE, harusnya ahli ITE adalah PPNS.

Kominfo saksi ahli JPU justru sarjana komputer dan Dosen di Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Perbanas Surabaya,” kata Azis Dumpa.

Nama Ronny juga diketahui menjadi saksi ahli yang dimintai keterangan oleh penyidik Polda Sulsel saat membuat berita acara pemeriksaan (BAP) Muh. Asrul pada 2019 lalu.

Kasus Asrul Tak Mencerminkan Langgar Asas Peradilan Cepat

Sidang wartawan Asrul harus dengan agenda mendengar keterangan ahli harus ditunda hingga satu bulan lebih karena JPU dari Kejari Palopo tak bisa menghadirkan saksi. Laman SIPP PN Palopo mencatat, sidang dengan agenda keterangan ahli mulai dijadwalkan sejak 2 Juni 2021.

Selain ketidak siapan JPU, diketahui sidang kasus ini juga sempat ditunda karena Ketua Majelis Hakim yakni Hasanuddin sempat sakit dan PN Palopo punya agenda internal.

Azis Dumpa yang juga Wakil Direktur LBH Makassar menilai, berlarut-larutnya sidang UU ITE ini melanggar asas peradilan. Apalagi ia dan kliennya tersebut harus datang dari Kota Makassar yang jaraknya 360 Km dari lokasi persidangan.

“Kami menyoroti ketidaksiapan JPU menyiaplan ahli Dewan Pers sehingga sidangnya kembali ditunda menjadi semakin berlarut-larut dan melanggar asas peradilan cepat dan biaya murah,” tegas Azis.

Diketahui, JPU pada sidang tadi menghadirkan ahli dari Dewan Pers secara virtual. Namun yang bersangkutan belum bisa memberikan keterangan sebab belum mengantongi surat izin dari Dewan Pers. Sidang pun dijadwalkan berlanjut pada Kamis, 29 Juli besok.

 

Catatan: Bertita ini telah terbit di media online onlineluwuraya.co.id edisi 28 Juli 2021

Categories
SIPOL slide

LBH: Polisi Mau Hentikan Kasus Penembakan Tiga Warga Barukang

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar menerima informasi bahwa penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Sulsel bakal menghentikan kasus penembakan tiga warga di Jalan Barukang, Kecamatan Ujung Tanah.

Peristiwa penembakan terjadi pada 30 Agustus 2020. Satu dari tiga korban, yakni AJ, akhirnya meninggal karena luka tembak di kepala.

“Setelah sekian lama mandek, kini Polda Sulsel selaku penyidik mengklaim akan menghentikan perkara dengan dalih para pelaku sudah berdamai dengan para korban,” kata penasihat hukum keluarga korban Salman Aziz dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/7/2021).

1. Keluarga korban bantah telah berdamai dengan kepolisian

Dalam surat yang diterima LBH Makassar, Polda Sulsel memberikan klarifikasi bahwa kasus ini awalnya layak ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan karena terdapat bukti permulaan yang cukup. Mulai dari keterangan saksi dan alat bukti.

“Namun penyelidikan rencana akan dihentikan karena ketiga korban atau pelapor merasa tidak keberatan dan merasa tidak dirugikan lagi karena telah menempuh penyelesaian secara kekeluargaan,” ungkap Salman.

Salman menyatakan keluarga korban yang tewas membantah telah berdamai dengan kepolisian. Keluarga justru menuntut dan mendesak agar kasus tersebut dilanjutkan. Salman menilai, sejak awal telah ada indikasi kasus ini akan dihentikan dengan cara mengulur-ngulur waktu atau mendiamkan laporan korban (undue delay).

“Hal ini terbukti pada klarifikasi Polda Sulsel dalam surat hasil pemeriksaan Kompolnas dan Ombudsman RI kepada LBH Makassar,” Salman menjelaskan.

2. Keluarga korban ingin pelaku penembakan dihukum secara adil

LBH mengklarifikasi langsung klaim kepolisian kepada keluarga korban. Mereka disebut menyayangkan karena 11 terduga pelaku penembakan cuma dijatuhi sanksi disiplin.

“Sementara proses pidana justru akan dihentikan. Keinginan keluarga, pelaku dihukum sebagaimana hukum yang berlaku,” kata Salman menirukan pendapat keluarga korban.

“Ituji mauta. Masa mati anakta mati begituji? Tidak dihukum pelakunya? Tidak masuk akal,” dia melanjutkan.

3. Rencana SP3 dinilai sebagai tindakan melawan hukum

LBH menilai rencana SP3 Polda Sulsel dengan alasan penyelesaian secara kekeluargaan adalah tindakan melawan hukum. Pasalnya, kata Salman, perkara yang dilaporkan bukan delik aduan yang memungkinan penghentian proses hukum.

LBH juga menduga bahwa ke-11 terlapor anggota kepolisian turut serta berbuat pidana, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 338 KUHPidana subsidair 170 KUHPidana jucnto Pasal 351 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHPidana.

“Sehingga bahkan pun ada pencabutan laporan, penyidik tetap berwenang dan berkewajiban untuk memproses perkara tersebut,” katanya.

Menurut Salman restorative justice hanya dapat diterapkan dalam kategori tindak pidana ringan (Tipiring). Aturan itu tertuang dalam Pasal 205 Ayat (1) KUHAP.

“Yang ancaman hukumannya tiga bulan penjara atau kurungan,” ucap Salman.

4. Polda Sulsel masih bungkam

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes E Zulpan tidak merespons upaya konfirmasi dari jurnalis. Pesan singkat lewat pesan WhatsApp hanya dibaca dan tidak ditanggapi. Begitu juga saat konfirmasi berulangkali melalui sambungan telepon.

Menurut Salman, Polda Sulsel tak bersikap transparan dalam menangani perkara ini. LBH Makassar mendesak Kapolri mengevaluasi jajaran penyidik Polda Sulsel yang menangani kasus ini.

“Dikarenakan upaya yang ditempuh dalam kasus ini merupakan tindakan melawan hukum dan diduga kuat sebagai maladmanistrasi,” katanya.

 

Catatan: Berita ini telah terbit di media online sulsel.idntimes.com pada 27 Juli 2021.

Categories
SIPOL slide

Kasus Ditutup, Keluarga Korban Kecewa

Kelanjutan kasus penembakan di jalan Barukang terhenti. Padahal peristiwa yang terjadi di 30 Agustus 2020 lalu itu, telah menelan satu korban jiwa.

Kasus ini sempat mandek. Tetapi kini pihak Polda Sulsel memutuskan untuk menghentikan penyelidikan. Alasannya, pihak korban dan kekuarganya sudah legowo. Polda mengklaim, kedua belah pihak telah memutuskan untuk berdamai. Penghentian tersebut mengacu pada Surat Edaran Kapolri No. SN/8/VII/2008 tentang penerapan Keadilan Rastoratif dalam penyelesaian perkara pidana serta akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan.

Ayah korban meninggal, Jawad, menyangkal telah berdamai dengan pelaku. “Balle-ballei (bohong itu), tidak pernah saya itu datang (untuk damai). Pernah itu saya datang sama mamanya, na (mereka) tanya bagaimana kejadiannya, jadi ku tanyami (saya jelaskan bagaimana) kejadiannya,” ujar jawad, Senin 26 Juli.

Selain itu, Ibunda Korban meninggal, Hasbiah meminta agar pelaku tetap dihukum setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku. “Harus dihukum pelakunya toh, sebagaimana hukum yang berlaku. Ituji mauta. Masa mati anakta mati begituji? Tidak dihukum pelakunya? Tidak masuk akal” tegas Hasbiah.

Koordinator Dokumentasi dan Publikasi LBH Makasssar, Salman Azis mengatakan, pihak Polda Sulsel ssempat memberi klarifikasi, hasil penyelidikan berdasarkan keterangan saksi-saksi, bukti dan/atau petunjuk, ada petunjuk permulaan perkara tersebut  dinaikan ke proses penyidikan. Ini tertuang dalam hasil pemeriksaan Kompolnas dan Ombudsman RI kepada LBH Makassar.

Salman menilai tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang tidak boleh dihentikan proses penyelidikannya. “ini tidak bisa dihentikan. Karena kan ini menghilangkan nyawa orang. Ini bukan tindak pidana ringan. Kalau ini dihentikan, artinya Polda memang tidak paham. Ini lucu, karena menyalahi aturan. Jelas Salman kepada FAJAR, senin 26 Juli.

Salah satu korban, Faisal yang mengaku terkena badik oleh oknum polisi saat itu juga menyayangkan. Bahkan laporannya sebagai korban juga diakui tidak direspon. “Saya juga sebenarnya ini korban tapi kenapa laporan saya ditutup,” kata Faisal kemarin.

Sementara itu, Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Agoeng Adi Koernawan, saat dihubungi FAJAR beberapa kali tak memberikan respon. Namun sebelumnya dia mengatakan 12 oknum polisi yang melakukan penembakan sudah menjalani sidang disiplin hingga sanksi berupa kurungan selama 21 hari.

 

Catatan: Berita ini telah dimuat di koran harian FAJAR edisi 27 Juli 2021.

 

 

Categories
SIPOL slide

Polrestabes Kota Makassar Tidak Hadiri Sidang Praperadilan Ijul, YLBHI-LBH Makassar Anggap Tidak Profesional

Sidang Praperadilan kasus salah tangkap Supianto yang kerap disapa Ijul yang jadwalkan pada hari Rabu,18/11/2020, pukul 09.00 Wita di Pengadilan Negeri Makassar dengan registrasi perkara dengan nomor: 23 Pid.Pra/2020/PN. Mks. Sidang praperadilan hari ini menghadirkan Ijul selaku Pemohon diwakili oleh kuasa hukumnya LBH Makassar melawan Polrestabes Makassar selaku Termohon. Sidang pertama mengagendakan pembacaan permohonan gugatan.

Bahwa sidang yang sebelumnya diagendakan pada pukul 09.00Wita akhirnya dilakasanakan sekitar pukul 11.30 Wita. Hal ini disebabkan karena tidak ada informasi pasti kehadiran termohon, saat pembukaan sidang pihak termohon masih tidak hadir, akibatnya sidang ditunda sampai pada 25/11/2020 dengan agenda pembacaan permohonan gugatan. Ketidak hadiran termohon dikarenakan alasan belum ada penunjukan SK untuk menghadiri sidang, berdasarkan info dari hakim tunggal dari pihak termohon.

Ketidak hadiran termohon dalam sidang ini dengan alasan tersebut menurut LBH Makassar selaku lembaga yang mendampingi Ijul adalah bentuk sikap tidak professional sebagai lembaga penegak hukum karena alasan yang diajukan tidak masuk akal dan tidak berdasar hukum. Hal ini diungkapkan karena sebelum sidang praperadilan pihak Pengadilan telah mengirim surat pemberitahuan jadwal sidang yang rentan waktunya sekitar satu minggu sehingga ada selang waktu yang lama untuk memberikan surat tugas.

Selain itu ketidakhadiran termohon juga menimbulkan kesan bahwa pihak termohon tidak siap dengan konsekuensi hukum atas penetapan tersangka yang telah ditetapkan terhadap pemohon, serta kuat dugaan bahwa upaya penundaan agar berkas pokok perkara pemohon bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Makassar sehingga menggugurkan praperadilan termohon. Akibat dari gugurnya praperadilan termohon seluruh kejanggalan kejanggalan dan maladministrasi penangkapan, penahanan serta penetapan tersangka Ijul selaku termohon tidak akan diketahui oleh halayak ramai. Oleh karena banyaknya dugaan dugaan yang bisa timbul karena ketidak hadiran termohon , agar kiranya KAPOLRI dan KAPOLDA SUL-SEL mengevaluasi termohon sebagai atasan langsung.

Penundaan sidang praperadilan ini juga melanggar prinsip prisip hukum acara peradilan pidana yaitu peradilan sederhana, cepat,dan biaya ringan. Selain itu penundaan ini juga berdampak pada hak hak tersangka terkait kepastian hukum penanganan kasus termohon, dimana seharusnya jika termohon profesional maka tanggal 25 November 2020 sesuai hukum acara praperadilan pihak termohon sudah memperoleh kepastian hukum. LBH Makassar berharap agar majelis hakim memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam lanjutan proses praperadilan ini.

Makassar 18 November 2020

Narahubung:
Andi Haerul Karim, S.H.(Kadiv Sipol LBH Makassar) /0813-4398-5796
Muh. Fitrah Al Qadri (Volunter LBH Makassar) /08114609996

Categories
SIPOL slide

Mahasiswa Mengaku Alami Kekerasan dan Sangkali Keterangan BAP di Kepolisian dalam Sidang Kasus Vandalisme di Pinrang

 

Didampingi Tim Penasehat Hukum YLBHI LBH Makassar, Empat Mahasiswa yang ditangkap Polres Pinrang pada momentum perayaan hari Pendidikan Nasional dan Hari Buruh – Mei 2020 yang lalu, dalam dugaan kasus Vandalisme kembali menjalani persidangan di PN Pinrang, dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Rabu (30/09/2020).

Mereka diantaranya Adnan Rahman, Arfandi, Ahmad Arfandi, dan Alif, pada perayaan aksi May Day tahun ini, menyampaikan aspirasinya dengan membuat Mural (tulisan dinding), akibatnya mereka ditangkap dengan tuduhan telah membuat dan menyiarkan berita bohong, serta membuat keonaran dan penghasutan berdasarkan pasal 14 no 1 tahun 1946 subsider pasal 15 uu no 1 tahun 1946 subsider 160 KUHP Jo 55 KUHP subsider pasal 207 KUHP Jo 55 KUHP.

Mereka mengakui telah melakukan pencoretan dengan menggunakan Cat semprot (Pilox) dibeberapa titik di Kota Pinrang, sebagai bagian dari kampanye atas siatusi yang dialami buruh dan carut marut pendidikan di Indonesia. Tulisan yang mereka buat secara terpisah diantaranya : “KAPITALIS” di dinding KFC, “SEJAHTERAKAN BURUH” di Indomaret, Alfamart, Gedung Golkar, juga tulisan “PENDIDIKAN MAHAL” di Kantor Dinas PU.

Dari keterangan Adnan di Persidangan bahwa peristiwa ini berawal dari sebelum hari Buruh, dia mengajak beberapa temannya untuk berdiskusi mengenai peringatan hari buruh. Setelah disepakati beberapa temannya, diskusi kemudian dilakukan di Kampus Cokroaminoto dan dihadiri sekitar kurang 15 orang untuk melakukan aksi kampanye peringatan hari buruh.

Selanjutnya melalui persidangan ini, mereka menerangkan bahwa keterangan yang mereka sampaikan pada saat proses introgasi/BAP sebagian benar dan sebagian lagi tidak benar. Arfandi membantah salah satu tulisan yang mejadi bukti yaitu “JANGAN PERCAYA PEMERINTAH”, ia mengatakan jika tidak pernah membuat tulisan. Arfandi mengaku jika saat diinterogasi, ia dipaksa untuk mengakui tulisan tersebut oleh Penyidik. Salah satu alasan Penyidik memaksa Arfandi, karena warna Pilox yang digunakan sama/mirip.

Saat diperiksa oleh Penyidik, keempat Mahasiswa ini, sebanyak dua kali melakukan permintaan untuk mengubah BAP yang tidak sesuai dengan keterangan mereka, namun tidak digubris oleh Penyidik dan langsung diminta menandatangani BAP.

Dihadapan majelis hakim, keempat mahasiswa ini juga mengaku mengalami intimidasi dalam bentuk kekerasan fisik oleh Pihak Aparat dihalaman Kantor Polres Pinrang, sesaat setelah ditangkap.

Categories
SIPOL slide

Jalankan Maklumat Kapolri, LBH Makassar Minta Kepolisian Tetap Kedepankan Perlindungan HAM

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Komjen Idham Azis mengeluarkan Maklumat Kapolri terkait upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Dalam Maklumat Kapolri tersebut meminta agar seluruh masyarakat tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak baik di tempat umum maupun di lingkungan sendiri.

Menindaklanjuti Maklumat Kapolri tersebut, aparat kepolisian mulai dari jajaran Polda, Polres dan Polsek melakukan imbauan dengan mendatangi tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpul. Bagi yang kedapatan sedang berkumpul, kepolisian akan membubarkan.

Terkait hal tersebut, Kepala Divisi Hak Sipil dan Keberagaman Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis Dumpa mengingatkan aparat kepolisian dalam menjalankan Maklumat Kapolri untuk tidak menggunakan kekuatan secara berlebihan dan sewenang-wenang.

“Kita mendukung adanya pembatasan kebebasan berkumpul di tengah wabah Covid-19 karena mengancam kesehatan publik,” katanya saat dihubungi tribun-timur.com via WhatsApp, Rabu (1/4/2020). Namun, kata Azis, jika terdapat penggunaan instrumen kekerasan pada pembatasan itu justru akan menempatkan individu atau masyarakat berada dalam bahaya yang hampir sama dan dapat pula berujung pada jatuhnya korban, sehingga itu justru kontraproduktif.

Menurutnya, kepolisian dalam melaksanakan tugas tetap harus memperhatikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hal tersebut kata Azis telah diatur dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelengaraan Tugas Kepolisian.

Selanjutnya juga diatur dalam Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Menurutnya, penggunaan kekuatan dalam pelaksanaan tugas kepolisian harus mengedepankan perlindungan hak asasi manusia.

Selain itu, juga harus tunduk pada prinsip proporsionalitas, prinsip legalitas, dan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut, sambung Azis harus menjadi acuan agar tak ada yang dikorbankan.

Pihaknya juga menekankan agar kepolisian dalam pelaksanaan fungsi penegakan hukum agar menjadikan sarana pidana sebagai upaya terakhir. “Penggunaan penahanan hanya apabila tidak ada cara lain,” katanya. Karena saat ini, kata Azis justru pemerintah khususnya Kemenkumham tengah mendorong kebijakan untuk mengeluarkan tahanan dalam mencegah penyebaran Covid-19.


Catatan: Berita ini telah dimuat di media online Makassar.tribunnews.com pada 01 April 2020

 

Categories
SIPOL slide

Pers Rilis & Pernyataan Sikap YLBHI – LBH MAKASSAR: “Segera Usut dan Adili Kasus Penembakan dan Penyiksaan Terhadap 2 Warga Sipil Yang diduga dilakukan oleh Oknum Polisi Polres Gowa”

Edwin Susanto (31) dan M. Rizaldy, korban Penembakan dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh oknum Polisi Polres Gowa, mendatangi Kantor Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (POLDA SULSEL), didampingai langsung oleh Advokat Publik YLBHI-LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa, S.H., Kamis (19/03/2020)

 

Edwin Susanto (31) dan M. Rizaldy, korban Penembakan dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh oknum Polisi Polres Gowa, mendatangi Kantor Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (POLDA SULSEL), Kamis (19/03/2020). Mereka didampingi keluarga bersama Tim Kuasa Hukum LBH Makassar, resmi melaporkan kasus dugaan tindak pidana ini dengan Laporan Polisi (LP) Nomor: STTLP/105/III/2020/SPKT.

Kronologi  Peristiwa

  • Pada Senin 27 Januari 2019 dini hari, Edwin Susanto (31) dan M. Rizaldy (33) sedang berada di dalam rumahnya di Jalan Muhajirin II No. 37, Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Makassar. Mereka berdua tengah berbaring/istirahat di ruang lantai 1 rumah. Sekitar 00.30 wita, terdengar suara gedoran pagar dari luar, menyusul pintu rumahnya tiba tiba di dobrak. Sekitar 10 anggota Polisi dari Tim Polres Gowa mendatangi mereka.
  • Edwin lari menuju lantai 2 rumah, karena kaget. Sementara Rizaldy tetap diposisinya, ia bertanya pada Polisi,”ada apa ini pak”. Polisi hanya bilang, agar Rizaldy diam dan jangan banyak bicara, ia kemudian dipukul gagang pistol di bagian dadanya. Polisi lanjut memukuli/mengeroyoknya. Sementara sebagian Polisi lainnya mengejar Edwin ke lantai 2.
  • Rizaldy mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi, hingga tersungkup dilantai, setiap berusaha berdiri, pukulan pun mendarat dikepala dan sekujur tubuhnya. Dalam Posisi masih tersungkup, tiba-tiba seorang Polisi melepaskan tembakan tepat di Lutut Kanannya.
  • Edwin yang lari ke lantai dua, pun mengalami kekerasan setelah terjatuh dilantai 2. Ini dipukuli, ditendang dan diijak dibagian leher. Tangannya kemudian diikat dengan Ikat Pinggang, setelah itu ia, dipiting turun ke lantai 1. Sekitar 4-5 Polisi membawanya turun, dianak tangga terakhir, saat kaki kanannya hendak menyentuh lantai, seorang Polisi melepaskan tembakan dari jarak sekitar 10-20 cm dan mengenai Betis Kanannya. Polisi yang menembak Edwin adalah Polisi yang menembak Rizaldy.
  • Mereka kemudian dibawah ke sudut Ruangan dengan Posisi Jongkok. Polisi kemudian mengganti ikata Pinggang yang meringkus kedua tangan Edwin dengan Borgol. Edwin dan Rizaldy diborgol berdua dengan menggunakan satu borgol. Disini mereka masih mendapat pukulan.
  • Khusus Edwin, ia mendapat tendangan dibagian samping kiri perut dan kepala bagian atas di pukuli menggunakan Palu (Jenis Palu tukang, bagian penjabut paku), ia berusaha menahan pukulan dengan tangannya hingga terluka. Tidak mampu menahan, Palu mengenai kepalanya hingga mengalami kebocoran, darahnya muncrat ke dinding.
  • Sekitar Pukul 01.00 wita, Ibu Edwin – Darmawati tiba di Lokasi setelah mendapat informasi dari Keluarganya yang tinggal di dekat Rumah Edwin. Darmawati langsung masuk ke dalam rumah dan memeluk Edwin, ia memegang kepala Edwin, hingga ia kaget tangannya penuh darah. Ia pertanya kepada Polisi, kenapa anaknya didatangi. Polisi tidak memberi jawaban, justru salah satu diantara mereka membentak meminta Darmawati keluar. Seorang Polisi lainya kemudian berkata kepada Darmawati dengan nada mengancam, jika ia ingin melihat anaknya selamat, sebaiknya ia keluar. Darmawati piun menuruti bpermintaan Polisi, ia keluar dan menunggu di tepi Jalan. Tidak Berselang lama, Bapak Edwin pun datang, ia tidak dibiarkan masuk.
  • Setelah Darmawati keluar ruangan, Mereka berdua, Edwin dan Rizaldy dipaksa menjilati darah Edwin yang menempel di dinding. Mereka pun menjilati darah tersebut. Polisi memeriksa semua sisi ruangan, hingga barang-barang berantakan.
  • Sekitar Pukul 02.30 wita, mereka kemudian dibawah keluar, tangan Edwin dan Rizaldy masing-masing di borgol. Polisi kemudian membawanya ke suatu tempat (Perumahan) di Gowa dengan menggunakan Motor, Edwin dan Rizaldy di bonceng dengan posisi di depan.
  • Dipertengahan jalan, mata mereka kemudian dituutp dengan lakban. Sepanjang perjalanan Rizaldy tidak berhenti bertanya alasan mereka diangkut, setiap bertanya ia mendapat pukulan pada bagian kepala.
  • Saat mereka dibawa, kedua orang tua dan keluarga Edwin yang berada di Lokasi tidak mendapat informasi/pemberitahuan apapun, tidak ada surat penangkapan, bahkan sekedar penyampaian pun tidak ada dari Polisi yang menangkap mereka.
  • Setiba di Perumahan – diduga Posko Tim Polres Gowa, mereka ditanya mengenai keberadaan Paket Narkoba. Dari sana baru mereka tahu, kenapa Polisi membawanya. Mereka dipaksa mengaku, namun karena tidak tahu menahu, mereka mendapat pukulan. Rizaldy yang ditembak pada bagian lutut, merasa kesakitan, saat ia jongkok peluru didalam lutut bergerak, sehingga ia menekan lututnya hingga pelurunya keluar. Seorang Polisi yang melihat pelurunya keluar, kemudian meminta agar peluru tersebut dibuang, seorang lainnya kemudian mengambil peluru tersebut dan membuangnya.
  • Sementara itu, Edwin dipaksa untuk mengeluarkan peluru yang terdapat dibetis kanannya. Ia bersuhasa dengan menekan, namun karena cukup dalam, maka peluru tidak berhasil keluar. Polisi yang menembaknya kemudian mengambil pinset dan memaksa mengeluarkan peluru tersebut, hingga Edwin berteriak kesakitan. Ia memohon agar Polisi tersebut berhenti memaksa mengeluarkan peluru, dan berjanji sepulang di rumah iya akan mengeluarkannya. Mereka dipaksa untuk tidak memberitahu kepada siapapu jika luka mereka karena ditembak.
  • Tidak terdapat barang bukti yang dicari oleh Polisi setelah membongkar se isi rumah, Tim Polres Gowa malam itu menyampaikan kepada Edwin dan Rizaldy, jika mereka sudah bisa, mereka dipersilahkan untuk pulang ke rumah. Sekitar Pukul 10.00 wita pagi, baru mereka pulang ke rumah, tanpa diantar oleh Polisi – Tim Polres Gowa yang menangkapnya.
  • Saat pulang, Edwin dan Rizaldy langsung menuju Rumah Ibunya – Darmawati di Jalan Malengkeri Tanggul RT 007 RW 002, Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar. Edwin kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, oleh Darmawati, Kakak Edwin dan Kiki (Tetangganya). Mereka menuju UGD, namun ditolak oleh Pihak Rumah Sakit dan diarahkan ke Bagian Umum, merasa tidak dilayani dan tidak terdapat penanganan apa-apa setelah berjam-jam menunggu, mereka memutuskan untuk Pulang pada sore hari, sekitar pukul 16.30 wita.
  • Sekitar Pukul 17.00 wita, sejumlah Polisi dari Polres Gowa datang ke Rumahnya (Rumah Ibunya), menjemput Edwin untuk dibawa kembali ke RS Bhayangkara. Pada awalnya Edwin hanya ingin dibawa sendiri, tanpa keluarga, namun Ibunya tidak mengizinkan dan memaksa untuk ikut mendapingi. Puluhan Polisi tersebut mengantarnya ke RS Bhayangkara, ditemani Ibunya, Kakak Ipar dan Kiki.
  • Tiba di RS Bhayangkara, luka tembak dan luka (darah) di bagian kepalanya juga tidak ditangani dengan baik oleh Pihak Rumah Sakit. Edwin justru menjalani tes urin dan CT Scan pada kaki kanannya. Namun yang aneh seorang Polisi menyampaikan kepada keluarga bahwa tidak terdapat apa-apa didalam betisnya. Edwin hanya diinfus, merasa tidak mendapatkan penanganan pada lukanya, mereka pun sepakat untuk pulang ke Rumah. Luka bagian kepala dan bekas luka tembak di betis kanan Edwin, hanya dibersihkan oleh Ibunya-Dawamawati dengan peralatan seadanya. Hingga saat ini, proyektil peluru yang bersarang di betis Kanan Edwin belum dikeluarkan.

 

Uraian Hukum dan Tuntutan

Berdasarkan kronologi dan fakta-fakta peristiwa diatas, maka Kami Lembaga Bantuan (LBH) Makassar berpendapat bahwa Anggota (Tim) Kepolisian Resor (POLRES) Gowa yang terlibat dalam peristiwa yang dimaksud, diduga kuat telah melakukan serangkaian kekerasan, penyaniayaan, penggunaan kekuatan secara berlebihan (unnecessary or excessive use of force), penggunaan senjata api secara berlebihan yang tidak sesuai prosedur & standar dan cenderung mengarah pada penyelewengan kekuasaan (Abuse of Power).

Anggota POLRES Gowa yang terlibat penangkapan secara sewenang-wenang terhadap Edwin dan Rizaldy, menyalahi prinsip Legalitas, Nesesitas, Proporsionalitas, dan Resasonable sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 Huruf : a, b, c dan f Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian Jo Pasal 9, Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI. Anggota POLRES Gowa telah mengabaikan tahapan dalam penggunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, serta mengabaikan pengecualian tindakan yang diperbolehkan Anggota Polisi sebagaiman tertuang Pasal 11 Ayat (1) Huruf : a, b, d, g dan j Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI.

Siatusi dan Kondisi kedua korban secara logis tidak memerlukan penggunaan kekerasan apalagi senjata api, dikarenakan korban tidak melakukan upaya perlawanan dan sudah terlebih dahulu dilumpuhkan, dengan jumlah anggota Polisi yang cukup yang tidak memungkinkan untuk menimbulkan ancaman bagi anggota Polisi. Terlebih lagi penggunaan senjata api dilakukan tanpa adanya situasi yang mengancam dan memungkinkan adanya tindakan aktif maupun agresif dari korban yang berpontensi membahayakan Polisi, dimana posisi Korban telah dilumpuhkan (dikeroyok) bahkan Edwin dalam Posisi tangan terikat sebelum ditembak.

Berdasarkan tindakan atau perbuatan Oknum Polisi Polres Gowa yang terlibat dalam penangkapan Edwin dan Rizaldy, diduga kuat telah melakukan perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, apa yang dialkukan jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaaan apapun (Non-derogable right), yaitu Hak Untuk Tidak Disiksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 28G Ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945  Jo Pasal 4 Undang – Undang Nomor 39 Tentang Hak Asasi Manusia.

Adanya dugaan pelanggaran HAM, maka anggota Polres Gowa yang terlibat dalam peristiwa tersebut harus bertanggungjawab secara pidana dengan hukuman yang setimpal dengan jenis kejahatannya, sesuai ketentuan Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuaan Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia.

Dalam Protokol PBB Tahun 1980 Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum yang telah menjadi dasar penetapan dan pemberlakuan Prosedur Tetap (Protap) Kapolri Nomor 1 Tahun 2010. Dimana Prinsip 7 Protokol PBB tersebut menyatakan: “Pemerintah akan menjamin bahwa penggunaan kekerasan dan senjata api secara sewenang-wenang atau tidak tepat oleh aparat penegak hukum akan dihukum sebagai pelanggaran pidana berdasarkan hukum yang berlaku”.

Dari Fakta fakta yang ada dalam peristiwa diatas, terdapat adanya dugaan Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Orang atau Barang Secara Bersama-Sama dan/atau Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka-luka Berat dan/atau Turut Melakukan atau Membantu Melakukan Kejahatan, sebagaimana dimaksud  dalam ketentuan Pasal 170 KUHP Jo Pasal 351 Ayat (1) dan (2) KUHP Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.  dan/ atau menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 422 KUHP

Selain itu pejabat atasan dalam hal ini Kepala Kepolisian Resort (KAPOLRES) Gowa, harus bertanggung jawab atas perbuatan atau tindakan anggotanya, yang seharusnya mengetahui bahwa aparat dibawah komandonya telah melakukan penggunaan kekerasan dan senjata api secara tidak sah & sewenang-wenang, tapi tidak mengambil seluruh bentuk tindakan yang berada dalam kekuasaannya untuk mencegah, menindak atau melaporkan teindakan tersebut.

Maka berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, YLBHI-LBH Makassar selaku lembaga yang selama ini konsern mendorong penegakan hukum, HAM dan demokrasi sekaligus bertindak selaku Penasehat Hukum korban, dengan ini mendesak Kabareskrim Polri Cq. Reskrim Polda Sulsel, Komnas HAM RI dan Kompolnas RI untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan, penyidikan terkait peristiwa ini.

Makassar, 19 Maret 2020

Tim Kuasa Hukum Korban

Abdul Azis Dumpa/082217485826

(Kadiv Hak Sipil LBH Makassar)

Muh. Ismail/082291519628

(Asisten Pembela Umum LBH Makassar)

Categories
SIPOL slide

YLBHI-LBH Makassar Dampingi Kasus Kematian Mursalim di Dalam Tahanan Polres Sidrap

Ridwan, Advokat Publik YLBHI-LBH Makassar saat diwawancarai mengenai kematian Mursalim di dalam sel tahanan Polres Sidrap. Foto: YLBHI-LBH Makassar

 

YLBHI-LBH Makassar berikan pendampingan terhadap kasus kematian Mursalim dalam tahanan Polres Kabupaten Sidrap. Mursalim dikerahui mninggal pada 22 Oktober 2019 yang diduga telah bunuh diri oleh pihak kepolisian. Mursalim ditangkap dirumahnya oleh pihak kepolisian Polres Sidrap pada 17 Oktober 2019 atas tuduhan telah mengedarkan Narkoba. Selain melakukan penangkapan, pihak kepolisain juga melakukan penggeledahan di dalam rumah Mursalim tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan dan penggeledahan. Penggeledahan dilakukan tidak disaksikan oleh Pemerintah Setempat.

Siti hadijah, Suami Mursalim mendapatkan kabar dari pihak kepolisian melalui via telepon untuk datang ke rumah sakit Nenemalomo Sidrap guna melihat kondisi Mursalim. Sebelumnya, Hadijah belum mengetahui bahwa Mursalim telah meninggal. Setibanya di Rumah Sakit, Hadijah melihat Mursalim terbaring kaku tidak bernyawa (22/10/2019).

 

Suasana saat proses otopsi jenazah Mursalim berlangsung. Foto: YLBHI-LBH Makassar.

 

Hadijah beserta keluarga menganggap kematian Mursalim teradapat kejanggalan. Saat ditangkap sampai dengan sekarang ini, tidak ada bukti yang diperlihatkan berdasarkan tuduhan, hanya keterangan dari kepolisan bahwa hasil tes urin menunjukkan positif telah mengkonsumsi narkoba namun hasilnya tidak pernah diperlihatkan kepada pihak keluarga.

Hadijah juga memberikan keterangan bahwa satu hari sebelum Alm. meninggal yakni pada tanggal 21 Oktober 2019 dia menemui suaminya di dalam tahanan Polres dan melihat  Mursalim dalam kondisi sehat dan tidak ada tanda-tanda bahwa Ia mengalami depresi. Selain itu, Sumantri anak sulung Mursalim menemukan luka lebam pada bagian leher Mursalim saat dimandikan sebelum proses pemakaman.

 

Suasana saat proses otopsi jenazah Mursalim berlangsung. Foto: YLBHI-LBH Makassar.

 

Jenazah Mursalim dimakamkan di pemakaman Allakuang Kab. Sidrap. Pada 30 Oktober 2019 setelah proses pemakanamn berlangsung, Hadijah beserta keluarganya melaporkan kematian Suaminya. Laporan ditujukan ke Propam Polda Sulsel dan pada 13 November 2019 Hadijah juga mengadu ke Reskrimum Polda Sulsel. Alhasil, laporan tgersebut ditindak lanjuti oleh pihak Polda Sulsel dan pada 29 November 2019 dikeluarkan SP2HP untuk gelar perkara.

Pada 28 Februari 2019, kuburan Mursalim dibongkar guna melakukan Otopsi yang dilakukan oleh Tim Kedokteran Forensik Subbid Biddokkes Polda Sulsel. Ridwan, S.H., M.H. beserta Tim Investigasi YLBHI-LBH Makassar turut hadir dalam proses Otopsi. “Saya pun sangat menaruh harapan besar terhadap proses autopsi yang dilakukan oleh tim Kedokteran Forensik SubBid Dokkes Polda Sulawesi Selatan terhadap Korban. Agar kebenaran tentang penyebab kematian Almarhum dapat terungkap,” Ujar Ridwan.

Categories
SIPOL slide

“Lari” dari Panggilan RDP, SK DO 28 Mahasiswa UKI Paulus Dinilai Cacat Administrasi

Aliansi Pro Demokrasi Kampus (API), Kembali gelar aksi demonstrasi di Flyover Urip. Sumoharjo dan DPRD Provinsi Sulsel, 12 Februari 2020. Mereka menuntut pencabutan surat keputusan Droup Out 28 mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar.

Saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Sulsel, Massa aksi kecewa lantaran “Rektor dari Uki Paulus tidak memenuhi panggilan. Sejak keluarnya SK Droup Out sampai hari ini, teman-teman tidak pernah sama sekali bertatap muka dengan Rektor. Ini yang menjadi pertanyaan kami “ada apa?”. Mengapa Rektor UKI Paulus kemudian tidak memiliki itikad baik untuk bertemu dengan massa aksi korban DO. Padahal persoalan seperti ini bisa diselesaikan secara baik-baik. Maka jika Rektor UKI Paulus tidak lagi menghadiri RDP yang akan di digelar kembali oleh DPRD Provinsi Sulsel, maka kami akan tetap melakukan aksi demonstrasi kedepannya untuk mengecam tindakan rektor yang menyepelekan persoalan-persoalan seperti ini.” Pungkasnya Lexi Datuan, Jendral Lapangan,

Anggota DPRD Sulsel mengungkapkan bahwasannya Pemberian Sanksi Droup Out adalah merupan langkah kurang bijak, kurang tepat ketika hanya masalah sesederhana itu dijatuhkan sanksi yang sangat berat bahkan menurut saya itu berlebihan. Kami pula akan menyurati kembali Rektor Ukip Paulus untuk meninjau ulang SK Droup Out kepada 28 mahasiswa.

Selain itu, Andi Herul Karim (Kadiv Anti Korupsi LBH Makassar) selaku pendamping Hukum mengungkapkan bahwa seharusnya mahasiswa yang di berikan sanksi DO itu harus melalui mekanisme sidang etik terlebih dahulu. Tapi yang menjadi masalah, bahwa dalam proses pemberian sanksi DO 28 mahasiswa Uki Paulus tidak ada mekanisme sidang etik atau komisi disiplin yang dilakukan pihak kampus. Jadi patut dikatakan, Uki Paulus itu cacat Adminitrasi dan sikap rektor sama sekali tidak mencerminkan pemimpin bijak melainkan pemimpin yang otoriter.

Berdasarkan data LBH Makassar, 28 mahasiswa UKI Paulus di-DO Karena aksi demonstrasi. Sebelumnya, mereka tergabung dalam empat fakultas, Fakultas Teknik, Fakultas Informatika, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum yang menolak keras Surat keputusan Rektor tentang peraturan Ormawa yang mengekang kebebasan berekspresi.