Categories
Berita Media

Ketua LBH Makassar Berduka atas Kepergian Adnan Buyung Nasution

Bintang.com, Jakarta Kabar meninggalnya mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum ‎Indonesia (YLBHI) Adnan Buyung Nasution pada Rabu (23/9/2015) pukul 10.15 WIB menyisakan duka bagi banyak pengacara. Kolega dari LBH Makassar merasakan kehilangan sosok guru dalam dunia hukum yang dianggapnya sangat kharismatik tersebut.

“Kesan saya, Abang (Adnan) punya cita-cita dan dedikasi yang tinggi buat negara hukum dan demokrasi,” ujar Direktur LBH Makassar, Abdul Azis saat ditemui Bintang.com, Rabu (23/9/2015).

Sosok Adnan di mata Azis sendiri merupakan pengacara yang berprinsip dan memiliki pandangan-pandangan terobosan mengenai hukum rimba Indonesia. Alhasil, tidak berlebihan rasanya jika dia menyebut Adnan sebagai pengukir sejarah.

“Tinta emas yang ia ukir dalam sejarah buat bangsa ini sangat memandirikan LBH/YLBHI. Sekarang, YLBHI dan LBH telah memiliki perwakilan di sebagian besar provinsi. Ini semua berkat semangat beliau demi memberikan perubahan di negara hukum dan demokrasi,” tambahnya.

Azis berserta rekan pengacara lainnya turut berbela sungkawa atas kepergian Adnan Buyung Nasution yang menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI). Sudah sejak lama Adnan telah menderita gagal ginjal.

“Selamat jalan Bang Adnan Buyung Nasution, semoga diberikan tempat di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan,” tandas Abdul Azis.

Penulis : Syaiful Bahri
Sumber : bintang.com

Categories
Berita Media

LBH Minta Kapolda Sulselbar Punya Terobosan Atasi Geng Motor

azis-direktur-lbh-296x328

CELEBESONLINE (Makassar): Menanggapi maraknya kejahatan di jalanan yang meresahkan warga Kota Makassar, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Abdul Azis menyebut Kapolda Sulselbar yang baru ini harus punya terobosan. Terobosan itu setidaknya pada dua hal yakni terobosan pemeberian rasa aman bagi masyarakat dan terobosan kedua penegakan hukum yang tegas.

“Terobosan pemeberian rasa aman bagi masyarakat dengan pola deteksi dini, pemetaan daerah rawan, patroli, termasuk koordinasi dengan masyarakat dan pemerintah setempat. Kedua, penegakan hukum yang tegas yang menjadi prioritas utama,” kata Abdul Aziz.

Menurut Abdul Aziz, selama ini dinilai penuntasan persoalan keamanan di Kota Makassar masih terbilang tidak efektif. Ia berharap Kapolda Sulselbar yang baru dapat menekan angka kejahatan di jalan khususnya jambret yang meresahkan warga Kota Makassar.(*)

Reporter: zhizhi
Editor: Amir Pallawa Rukka
sumber: celebesonline.com

Categories
Berita Media

LBH Laporkan Kecurangan Pilkades 5 Desa di Wajo

ilustrasi

POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menerima laporan lima desa di Kabupaten Wajo, perihal berbagai dugaan pelanggaran ketentuan perundang-undangan selama pelaksanaan pilkades serentak di Kabupaten Wajo.

Lima desa tersebut, yakni desa Salobulo, desa Akkotengeng, desa Simpellu, desa Tengnga, dan Desa Lagoari. Para pengadu atas nama La Ude, Anwar Arifin, Sulthan, Andi Rusdin, dan Syamsuddin, merupakan warga negara yang merasa hak politik dan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan telah dilanggar.

Koordinator Bidang Hak Politik dan Anti Kekerasan LBH Makassar, AM Fajar Akbar mengatakan berbagai upaya telah dilakukan masyarakat di lima desa tersebut untuk mendesak Bupati Wajo dan pihak penyelenggara untuk melaksanakan kewajibannya sesuai amanah perundang-undangan tidak mendapat respon.

Hingga akhirnya LBH Makassar selaku kuasa hukum telah mengajukan gugatan pada pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar tanggal 24 Aguatus 2015 dengan nomor perkara 54/G/2015/PTUN.MKS.

Saat ini laporan LBH Makassar atas kasus tersebutsudah disidangkan selama 2 kali dengan agenda tahap pemeriksaan persiapan.

“Seharusnya tidak perlu sampai ke sengketa di PTUN, jika pengambil kebijakan seperti PPKD,BPD,BPMPDK dan Bupati Kab Wajo melakukan pemilihan sesuai prosedur undang undang desa dan Pilkades serentak,” kata Fajar Akbar kepada pojoksulsel.com, Senin (14/9/2015) malam tadi.

Fajar Akbar menuturkan sejumlah pelanggaran yang dilajkukan Bupati Wajo dalam Pilkades serentak yakni dugaan pemalsuan berkas calon kepala desa seperti pemalsuan surat keterangan tempat tinggal di desa Salobulo, desa Akkotengeng dan desa Tengnga dan pemalsuan ijazah di desa Simpellu. Selain itu, juga terjadi dugaan penggelembungan suara di desa Akkotengeng.

“Ada DPT yang tidak mendapatkan undangan, sementara panitia membiarkan pemilih dari desa lain untuk ikut juga memilih di Pilkades Akkotengeng,” beber Fajar Akbar kepada pojoksulsel.com.

Selain itu, lanjut Fajar Akbar, contoh pelanggaran lain yang terjadi di desa Tengnga adalah berkas calon kepala desa yang gugur dalam perivikasi berkas, kembali diikutsertakan dalam tahapan uji kompetensi

(muh fadly/why)

sumber : sulsel.pojoksatu.id

Categories
Berita Media

Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) Makassar Menggelar Diskusi Publik

2015-09-11_18.41.28

Berita Jawapossmakassar.com-Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) Makassar menggelar Diskusi Publik 11 Tahun Kasus Munir di Warung Kopi ( Warkop) Dg. Sija,di Jalan Boulevard Kecamatan Panakkukang.Jumat (11/9), sekitar pukul 14.30 Wita. Dalam kegiatan diskusi yang dihadiri beberapa perwakilan Aktivis seperti, Aktivis.NGO.Akademisi.Aktivis Organisasi Mahasiswa dan beberapa awak media.

Ketua LBH Makassar, Abdul Azis mengatakan tujuan Diskusi Publik ini adalah memetakan bersama Polemik rumit penyelesaian kasus Munir dan ancaman terhadap para aktivis pembela Hak Asasi Manusia ( HAM), menjabarkan persoalan dan situasi HAM yang terjadi di Sulawesi Selatan. Tandasnya

Lanjut.Terkait Pergantian Kapolda.Menurutnya,bahwa ini menjadi perhatian penting untuk mengingatkan kembali sejumlah pekerjaan Kapolda Sulsel baru terkait penyelesaian sejumlah Penanganan kasus kekerasan oleh aparat kepolisian dan kasus pelenggaraan HAM yang masih mandek hingga saat ini. “Lebih lanjut.penting untuk Kapolda Baru untuk bisa menyelesaikan kasus-kasus yang mandek di kepolisian,” ungkapnya disela-sela diskusi tersebut.

Hal ini berdasarkan, sejak 6 bulan yang lalu LBH Makassar sudah merilis dan mendampingi dan mendata beberapa kasus kekerasan, sampai pergantian kapolda nyaris tidak ada yang tuntas dan disidik secara maksimal dan sampai saat ini terbengkalai.

Tidak hanya itu, kasus pelengggaran HAM yang banyak menyorot perhatian masyarakat, kasus kejahatan jalanan atau Begal yang sangat marak di Sulawesi Selatan terkhusus di Makassar. Dan tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban pembegalan yang berujung pada perampasan dan perampokan dengan kekerasan.

Menanggapi hal tersebut, kembali LBH Makassar menyampaikan kritik yang keras kepada piha kepolisian untuk bisa menciptakan keamanan dan menjamin keamanan masyarakat sipil. ” Kita berharap kepada Kapolda baru bisa menyelesaikan kasus kekerasan dan menjamin keamanan masyarakat sipil dari aksi pembegalan,”kata Abdul Azis.

Selain itu, diketahui, Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) Makassar keberadaannya dan bekerja untuk menangani dan mendamping langsung korban melapor dan memonitoring kasus kekerasan dan penyelesaiannya yang tidak tuntas atau mandek di kepolisian, termasuk kasus pidana umum dan pidana khusus.

Saat ini lanjutnya, bahwa kinerja kepolisian, sejak awal pergantian Kapolda yang di jabat oleh Anton Setiadji nyaris tidak ada penyelesaian kasus, baik kasus pidana umum, kekerasan dan korupsi yang tidak bergerak. Jadi bisa disimpulkan dalam kepemimpinannya nyaris tidak ada prestasi .

” Selama Kepemimpinan Kapolda lama, dan Nyaris tidak ada prestasi, banyak penanganan kasus yang tidak bergerak dan tidak ada titik terangnya.

penulis : Akbar
sumber : jawapossmakassar.com

Categories
Berita Media

Ada Kampung Narkoba, LBH Salahkan Pemkot Makassar

Direktur LBH Makassar, Abdul Azis
Direktur LBH Makassar, Abdul Azis

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis menyoroti kinerja dari Pemkot Makassar, soal tidak adanya perhatian sosial di Kampung Sapiria Kecamatan Tallo yang diduga sebagai Kampung Produksi Narkotika.

Hal tersebut ia katakan setelah adanya penggerebekan oleh Polda Sulselbar di kampung yang terletak di bagian utara kota Makassar.

Menurut Azis, kinerja pemkot Makassar saat ini belum maksimal, kok di Makassar bisa ditemukan kawasan atau wilayah yang dijadikan tempat pesta Narkoba dengan melibatkan anak-anak hingga ibu rumah tangga.

“Ini sebenarnya harus di awasi secara ketat, mana Pwmkotnya selaku pemerintah setempat,” katanya.

Dengan adanya penangkapan sejumlah pelaku Narkoba, ia mengapresiasi langkah dari Polda Sulselbar.

“Ini harus didukung, pemerintah dan maayarakat saat ini harus bergabung menjadi satu dalam memberantas narkoba,” Azis menambahkan.

penulis : Saldy
sumber : tribunnews.com

Categories
Berita Media EKOSOB

Makassar bylaw on reclamation endorsed despite protests

The legislative council of Makassar, South Sulawesi, on Friday approved the 2015 to 2035 city bylaw on spatial planning, despite protests from a number of non-governmental organizations (NGOs).

The NGOs objected to the bylaw, which allowed the city administration to reclaim the coastal area around Losari Beach, Makassar, saying that it would further damage the environment and harm local people.

The executive director of the Indonesian Forum for the Environment’s (Walhi) South Sulawesi branch, Asmar Exwar, said reclamation would damage the ecosystem of the coastal area, including mangroves and coral, important for the growth of sea biota.

The local community, especially fishermen, according to Asmar, would also suffer from losing places to catch fish and scallops, which had been their main source of income.

“That is why we are against the endorsement of the bylaw,” Asmar said.

During the plenary session to approve the bylaw at the city legislative council building on Friday, which was also attended by Makassar Deputy Mayor Syamsu Rizal, dozens of environmental activists and coastal people staged a rally and demanded the council cancel their approval of the bylaw.

Separately, the city council’s speaker Farouk said that the deliberation on the draft bylaw was tough and took four years to complete.

Some councilors, he said, did not agree with the reclamation, but after long deliberations the bylaw was finally approved.

“We agreed on the reclamation and on putting it in the bylaw with 13 conditions that had to be fulfilled,” said Basdir, a Democratic Party councilor who was previously against the bylaw.

He said that among the conditions were requirements to pay attention to ecological, social and economical impacts, to thoroughly complete the licenses and to publicize the development plan design, as well as to spare 30 percent of the area as a public open green space and reserve 20
percent for the private sector.

Other conditions include a requirement that the reclaimed area does not directly border land.

Meanwhile, the chairman of the council’s special committee for the deliberation of the bylaw, Abdul Wahab Tahir, said that all the processes to have the bylaw approved had been undertaken.

“The planned reclamation will not damage the environment. In fact, it will save the city’s damaged coastal area,” said Wahab, adding that the reclamation was an environmental-based mitigation designed by the city administration.

Makassar Mayor Mohammad Ramdhan Pomanto said that the planned reclamation was prepared following a thorough study of the condition of the area conducted with the involvement of academics.

“The reclamation will in fact save the coastal environment that is currently facing a threat of damage from climate change and a high sedimentation rate,” the mayor said.

The fate of local community, Ramdhan said, would also be recognized. With reclamation, he said, the people’s welfare would be even better as more job opportunities would be available.

The area to be reclaimed amounted to some 4,000 hectares, expanding from the south to the north of Losari Beach, spanning for some 35 kilometers in length.

A Center Point of Indonesia (CPI) and a new port would be developed in the reclaimed area. The ground-breaking ceremony for the development of these facilities was conducted recently by President Joko “Jokowi” Widodo.

Previously, the Makassar Legal Aid Institute (LBH) said it would take legal steps if the draft bylaw for spatial planning that allowed the controversial reclamation plan was approved by the city’s legislative council

“We have designed the legal step we will take,” LBH Makassar’s spokesperson Zulkifli Hasanuddin, said.

penulis : Andi Hajramurni
sumber : thejakartapost.com

Categories
Berita Media

LBH Makassar Minta Along Segera Disidangkan

Direktur LBH Makassar, Abdul Azis
Direktur LBH Makassar, Abdul Azis

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar kembali menyoroti kasus dugaan penipuan yang mendudukkan pengusaha properti Kiplongan Akemah alias Along, sebagai tersangka.

Direktur LBH Makassar, Abdul Azis mengatakan kasus penipuan Along saat ini belum jelas perkembangannya apakah akan masuk ke Pengadilan untuk disidangkan atau tidak.

Hal tersebut diungkapkan Azis, karena terjadi bolak balik berkas perkara kasus penipuan itu, dari Polda Sulselbar ke Kejaksaan Tinggi Sulselbar.

“Ini ada apa yaa,” kata Azis seraya menyebut jika tersangka Along juga pernah tersandung kasus runtuhnya tembok bangunan kompleks perumahan PT The Mutiara di Jl AP Pettarani yang menelan korban nyawa sebanyak delapan warga Jl Sukadami, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang.

Menurutnya, pihak Kejaksaan nampaknnya mengulur-ulur waktu dan menyembunyikan kasus dugaan yang menetapkan Along sebagai tersangka. Padahal disisi lain, Polda telah menahan Pengusaha Property di Makassar ini.

Azis menambahkan bahwa seharusnya pihak kejaksaan bisa menjelaskan ke publik bukti yang dinilai belum cukup dalam berkas Along itu, agar masyatakat bisa mengetahui. Ia menyebut, dengan tidak dilimpahkannya berkas Along patut dipertanyakan, apakah perumahan miliknya itu sudah sesuai, dan memiliki izin. “Ini menandakan bahwa masih ada perbedaan perlakukan hukum saat ini, saya harap penegak Hukum segera menyodangkan Along, agar tidak menjadi pertanyaam ke publik,” Azis menambahkan, Selasa (18/8/2015).

Disisi lain Kuasa Hukum pelapor yang tak lain dari Dirut PT Comextra Majora, yakmi Nico Simen mengatakan jika bukti yang diajukan sudah cukup. Selain itu, penyidik polisi telah melengkapi bukti petunjuk yang diminta jaksa. “Berkas tersangka sudah dua kali diserahkan di kejati, pertama kejati meminta berkas dilengkapi, dengan alasan bukti penipuan belum kuat,” katanya. Dalam kasus tersebut Kiplongan Akemah alias Along dilapor ke Direskrimmum Polda Sulselbar lantaran telah melakukan tindakan penipuan terhadap Dirut PT Comextra Majora Jimmy Wisan

penulis : Saldy
sumber : makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

Soal Habisnya Material SIM, Polri Dianggap Lepas Tanggung Jawab

1655455SIM-8-resized780x390Pekerja Anti Corruption Commitee (ACC) Polri, Wiwin Suwandi, menuntut Polri mengusut dugaan korupsi Korlantas terkait habisnya material Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Tanda Naik Kendaraan Bermotor (TNKB) atau pelat kendaraan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurut Wiwin, Polri keliru menuduh negara berutang kepada masyarakat hingga puluhan miliar terkait habisnya material SIM dan pelat kendaraan.

“Alasannya ini Polri keliru dan sesat. Dia bilang negara yang berutang ke warga Sulselbar karena uang tersebut sudah masuk ke kas negara. Meski material SIM dan pelat kendaraan belum jadi. Padahal kan Polri sebagai pelaksana kegiatan itu. Opini itu seakan-akan Polri mau melepaskan tanggung jawab dan kewajibannya,” katanya.

Wiwin menambahkan, masalah habisnya material SIM dan pelat kendaraan menimbulkan ketidakadilan kepada masyarakat. Di satu sis sendiri belum bisa memenuhi kewajiban penerbitan SIM dan TNKB.

“Ada ketidakadilan di sini. Rakyat diperingatkan, ditakut-takuti memenuhi kewajiban hukumnya untuk melengkapi surat-surat kendaraan. Tapi di sisi lain, aparat penegak hukum sendiri yang tidak bisa memenuhi kewajibannya dengan alasan material habis. Kalau alasannya begitu, rakyat juga bisa beralasan belum ada uang untuk bikin kelengkapan berkendara,” tuturnya.

Pendapat serupa disampaikan Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Zulkifli. Habisnya material SIM dan pelat kendaraan menjadi bahan evaluasi untuk Mabes Polri. Jika memang terdapat penyimpangan di dalamnya, harusnya Polri melakukan pengusutan.

“Makanya perlu evaluasi oleh Mabes dan jika ada dugaan korupsi ya disidik. Masalah ini salah satu faktor tidak dibatasinya kepemilikan mobil pribadi. Harusnya setiap orang cukup memiliki maksimal 2 mobil. Kemudian Mabes Polri harus menata ulang dan evaluasi manajemen, khususnya di Korlantas, dan mencari tahu penyebab kelangkaan,” tambah Zulkifli.

Sebelumnya telah diberitakan, Polisi menilai, negara berutang puluhan miliar kepada masyarakat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) terkait habisnya material SIM dan TNKB atau pelat kendaraan bermotor. Menurut data yang diperoleh dari Direktorat Lalulintas Polda Sulselbar, selama dua bulan terkahir tunggakan SIM mencapai 30.801 lembar dan TNKB roda dua 200.987 lembar.

Penulis : Kontributor Makassar, Hendra Cipto
Editor : Farid Assifa
Sumber : http://regional.kompas.com/

Categories
Berita Media

Pemulihan Trauma Anak Penembak Ibunya Diprioritaskan

104400_620Koordinator Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak LBH Makassar, Suharno, mengatakan pemulihan trauma maupun kondisi psikologi terhadap anak penembak ibunya memang harus diprioritaskan.

Sebab, menurut Suharno, perkembangan sang anak akan mengalami gangguan bila trauma atas kejadian itu tidak dihilangkan atau minimal diminimalisir.

Suharno menambahkan anak penembak ibunya itu kemungkinan selalu berada di bawah bayang-bayang insiden nahas itu bila tak cepat dipulihkan. Kehadiran orang terdekat untuk memberikan semangat dan diusahakan agar tidak mengungkit kejadian itu, sangat diperlukan.

“Kasihan si anak itu. Pemulihan trauma atas penembakan itu harus diutamakan,” ujar Suharno.

Insiden penembakan yang dilakukan FI , 9 tahun, terhadap ibunya Eva Yanti Jafar, 30, terjadi di Desa Tamangapa, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan, Senin, 20 Juli, sekitar pukul 20.00 Wita.

Kala itu suami Eva, Brigadir H, ingin bertolak ke Kabupaten Maros sehingga mengambil pistolnya. Saat merapikan seragamnya, pistol itu diletakkannya di atas meja makan.

Tak disangka H, pistol miliknya itu diambil oleh FI yang tengah bermain. Ia baru mengetahui kalau pistolnya itu diambil oleh putrinya, ketika salah seorang saudaranya Abidin, 25, berteriak menyebut pistol itu dibawa oleh FI. Tak berselang lama, terdengar suara letusan senjata api dari dalam rumah itu yang ternyata mengenai istrinya, Eva, yang tengah makan.

Eva yang terkena tembakan pada pelipis sebelah kanan langsung rebah tidak sadarkan diri. Ia dilarikan ke RSUD Kabupaten Pangkep lalu dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo. Setelah tiga hari mendapat perawatan intensif, Eva akhirnya meninggal, Kamis, 23 Juli, akibat proyektil peluru yang bersarang di kepalanya.

Jenazah Eva langsung dibawa ke rumah duka di Kabupaten Pangkep untuk disemayamkan, Kamis malam, 23 Juli. Selanjutnya, jenazah ibu malang itu dibawa ke Kabupaten Bone untuk dimakamkan.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat belum melakukan proses hukum terhadap Brigadir Polisi H yang lalai menyimpan senjata apinya sehingga dipakai sang anak, FI, menembak ibunya.

Kepolisian menerapkan azas oportunitas, yakni mengesampingkan penegakan hukum untuk sementara waktu dengan alasan faktor kemanusiaan.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan pihaknya memprioritaskan pemulihan trauma sang anak yang secara tidak sengaja menembak ibunya sehingga akhirnya tewas.

“Kami mementingkan kepentingan yang lebih besar, khususnya psikologi si anak dan keluarganya. Kehadiran Brigadir H masih sangat dibutuhkan,” kata Frans, Jumat, 24 Juli.

Namun belum diprosesnya kelalaian Brigadir H, Barung menegaskan, tidak berarti kepolisian mendiamkan perbuatan anggota Brimob Polda Sulawesi Selatan dan Barat itu. Kepolisian tetap akan melakukan proses hukum, baik itu pidana maupun disiplin/kode etik atas kelalaian oknum polisi itu. Namun untuk sekarang, polisi mengedepankan kondisi psikologi keluarga H yang masih berduka.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita : nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Anak Polisi Tembak Ibunya Sendiri Di Pangkep

390645_620Kelalaian anggota Brimob Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat, Brigadir Haeruddin, mengakibatkan dia kehilangan istri. Pasalnya, si anak, FI (9), menembak ibunya, Eva (30) dengan pistol Haeruddin yang ditinggalkan di atas meja.

“Haeruddin bisa diproses pidana dan disiplin atau kode etik. Kedua proses itu dapat berjalan bersamaan,” kata Koordinator Perlindungan Perempuan dan Anak, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Suharno kepada Tempo, Kamis, 23 Juli 2015.

Meski dilakukan secara tidak sengaja, kata Suharno, tindakan Haeruddin tetap bisa diproses hukum. “Ini penting agar menjadi pembelajaran bagi anggota Kepolisian untuk tidak lalai menyimpan senjatanya, bahkan ketika itu di rumahnya,” katanya.

Insiden penembakan yang dilakukan FI terhadap ibunya, Eva, terjadi di Desa Tamangapa, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Senin, 20 Juli 2015, sekitar pukul 20.00 Wita. Saat itu, Brigadir Haeruddin hendak berangkat ke Kabupaten Maros. Saat merapikan pakaiannya, pistol itu diletakkan di atas meja makan.

Tidak disangka, pistol miliknya diambil oleh FI yang tengah bermain. Haeruddin baru mengetahui kalau pistolnya diambil oleh putrinya, ketika saudaranya Abidin (25), berteriak menyebut pistol itu dibawa oleh FI. Tak berselang lama, terdengar suara letusan senjata api dari dalam rumah.

Ternyata Eva, istri Haeruddin, yang terkena tembakan pada pelipis sebelah kanannya. Eva langsung dilarikan ke RSUD Kabupaten Pangkep lalu dirujuk ke RS Wahidin Sudirohusodo, sebelum akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Makassar. Hingga kini, kondisi Eva belum juga membaik alias masih kritis.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, mengatakan untuk saat ini, penanganan proses hukum atas kelalaian anggota Brimob itu mengedepankan asas oportunitas. Kepolisian untuk sementara mengesampingkan proses hukumnya dengan alasan kemanusiaan. “Kehadiran Brigadir Haeruddin lebih dibutuhkan oleh istri dan anaknya,” ucap dia.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita : nasional.tempo.co