Categories
Berita Media

LBH Makassar Terima Lima Laporan Dugaan Kekerasan Oleh Polisi

REPUBLIKA.CO.ID,MAKASSAR — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar kembali mendapati lima pengaduan mengenai kekerasan dan kelalaian yang dilakukan pihak kepolisian. Direktur LBH Makassar Abdul Azis mengatakan, lima pengaduan ini merupakan tambahan setelah LBH menerima 18 pengaduan lain beberapa waktu lalu. Pengaduan terdiri dari kriminalisasi yang dilakukan Polres Selayar terhadap Dede dan Rahmat yang terjadi pada bulan November 2014. Kedua pelaku yang telah divonis bersalah di pengadilan mengaku telah disiksa dan dianiaya untuk mengakui ikut dalam pembunuhan terhadap anggota TNI bernama Denri Makka.

Penganiayaan juga terjadi di Polrestabes Makassar terhadap Agus Salim, Selasa (12/5). Agus dikeroyok di Jalan Hertasning karena diduga melakukan pencurian dalam sebuah mobil yang tengah diparkir. Setelah diamankan, polisi yang membawa dianggap melakukan penganiayaan sehingga Agus meninggal dunia. “Agus pada waktu penangkapan juga dibawa ke RS Bhayangkara. Dan ada laporan sekitar pukul 23.00 bahwa Agus meninggal dunia tanpa diketahui sebabnya secara jelas,” ujar Azis, Jumat (29/5).

Selain dua kekerasan ini, ada juga Surya yang dituduh melakukan pembunuhan. Surya dipaksa mengakui pembunuhan tersebut dan mengalami penganiayaan bahkan setelah ditembak beberapa kalo oleh anggota polres Pinrang.
Sementara di daerah Toraja, Kasat Reskim Polres Toraja dilaporkan mengintimidasi masyarakat Advent Tilangnga dengan melarang mereka membangun sekolah advent. Terakhir, laporan Randy Rahman mendapat pembiaran dari polisi Polsek Mariso, saat dia dianiaya oleh anggota TNI.

“Kami juga akan mendesak pihak kepolisian untuk segera memproses hal ini. Jangan sampai kejadian seperti ini dibiarkan dan semakin meluas,” lanjut Azis.

Sumber berita: republika.co.id

Categories
Berita Media

LBH Makassar Keberatan Kepada Polsek Rappocini Terkait Pemanggilan Kliennya Via Telepon

KOMA ONLINE, MAKASSAR— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar selaku Tim Kuasa hukum Muhajir, Korban Pengeroyokan yang terjadi di Jalan Tamalate beberapa waktu lalu, keberatan dan kecewa dengan cara penyidik Polsek Rappocini yang menangani kasus tersebut, pasalnya penyidik melakukan proses pemanggilan klien LBH ini melalui via telepon.

Hal tersebut disampaikan Ridho, SH bersama tim kuasa hukum korban lainnya pada Koran Makassar Online di kantornya Jalan Pelita Raya Makassar, kamis, (28/5/15).

“Sepertinya kasus ini pihak berwajib diduga sepihak dalam menangani kasus klien kami, Muhajir yang nyatanya adalah seorang korban pengeroyokan yang terjadi beberapa pekan lalu, saat ini dilaporkan kembali sebagai tersangka dengan tuduhan penggelapan, kan aneh” kata Ridho

“Jelas kasus ini terasa rancu, kami selaku tim kuasa hukum akan terus berupaya menempuh jalur hukum sehingga keadilan dapat ditegakkan, seharusnya polisi tidak menelpon ke klien kami yang jadi korban,bisa bisa kejiwaan klien kami terganggu karena terlalu banyak yang intervensi dari pihak luar, kenapa tidak menyurat secara resmi”, tegas Ridho lebih lanjut

Secara terpisah, pihak penyidik yang menangani kasus ini, Bripka Haerul saat dikonfirmasi melalui via telepon, membenarkan status tersangka tersebut namun pihaknya tidak bisa menjelaskan lebih jauh karena menurut dia, kasus ini sudah tidak dalam penanganannya.

“Ajir di lapor kembali oleh adik tersangka dengan pasal 372, tapi saya tidak bisa terlalu jauh komentar karena yang tangani kasus ini bukanmi saya tapi pak Arif”, kata Haerul. (Har)

sumber berita: koranmakassaraonline.com

Categories
Berita Media

RDP Ditunda, Aktivis Kesal

Sesi.Com, Makassar- Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang rencanannya digelar siang ini di kantor DPRD Kota Makassar, Selasa (26/5) ditunda dengan alasan yang tidak jelas.

“RDP hari ini kita tunda sampai hari Jumat depan,” ungkap anggota Pansus RTRW Kota makassar, Busranuddin Baso Tika.

Sementara itu, sejumlah aktivis dan wartawan yang sudah menunggu di kantor DPRD Kota Makassar sejak siang tadi kecewa dengan penundaan RDP tersebut.

“Ini sudah sore, saya dari siang sudah disini, rapatnya ditunda lagi, tidak jelas apa alasannya,” kesal Koordinator Bidang Advokasi Walhi Sulsel, Muh. Al-Amien di Kantor DPRD Kota Makassar.

Laporan : MCP
Editor : SAP
Sumber berita: seputarsulawesi.com

Categories
Berita Media

Pasutri Raja Narkoba Divonis Mati

PINRANG, BKM — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pinrang, Fitria Ade Maya menjatuhkan vonis mati kepada pasangan suami istri (pasutri), H Amir alias H Dawang atau dikenal dengan gelar ‘Raja Laut” bersama istrinya, Hj Maemuna alias Hj Muna, Kamis (21/5) siang. Pasangan ini divonis mati lantaran terbukti memperjuabelikan sabusabu seberat 6,8 kilogram (kg).

Pasangan suami istri ini sama sekali tak menyangka akan divonis mati. Soalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut keduanya dengan 20 dan 15 tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Fitria Ade Maya didampingi dua hakim anggota, Muhammad Firman Akbar dan Divo Ardianto menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana jual beli narkotika jenis sabu sabu dalam skala besar. Bantahan para terdakwa serta nota pembelaan dari pengacarannya, semuanya ditolak karena dinilai tidak berkesesuaian dengan keterangan saksi dan fakta persidangan.

“Tindakan terdakwa sebagai bandar dan pengedar narkotika berjaringan internasional sudah tidak bisa ditolerir dan dimaafkan lagi. Para terdakwa sudah tidak memilik rasa cinta terhadap bangsa Indonesia karena tindakannya dalam memperjualbelikan narkotika bisa merusak ribuan generasi masa depan bangsa,” tegas Fitria Ade Maya .

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan, tidak ada satupun hal yang meringankan terdakwa. Selain vonis pidana mati, Mejelis Hakim juga memutuskan uang tunai dan rekening kedua terdakwa yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah, harta benda berupa satu unit mobil, tiga bidang tanah beserta rumah di atasnya dan sejumlah perhiasan berharga (emas) milik dirampas oleh negara.

Ditanya mengenai langkah hukum selanjutnya, kedua terdakwa dengan tegas menyatakan banding. Sementara tim JPU dari Kejari Pinrang dalam jawabannya menyatakan, masih akan pikir-pikir.

Sementara itu, Kuasa Hukum H Dawang-Hj Maimuna, H Amir SH menegaskan, vonis majelis hakim yang diberikan kepada kedua kliennya tidak mempertimbangkan fakta selama persidangan.

”Banyak fakta persidangan yang meringankan klien saya. Yang pasti, kami akan mengajukan banding atas vonis mati tersebut,” tegas Amir saat ditemui usai sidang.
Amir sangat yakin kalau kliennya mendapat keringanan hukuman pada tahap banding. “Kami menghormati putusan hakim, namun kami tetap melakukan upaya hukum atas vonis yang kami nilai sangat berat,” tegas Amir.

Dukung Vonis Mati

Pengamat Hukum Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Dr Kamri Ahmad saat dikonfirmasi, mengatakan sangat mendukung upaya penegakan hukum dalam hal vonis hukuman mati.

“Hukuman mati merupakan hak negara dalam menegakkan hukum yang berkekuatan tetap dan tidak bisa diatur, ” ujarnya.

Sebab, menurut Kamri, pemberian sanksi hukuman pidana mati, merupakan kedaulatan suatu negara yang setiap warga negara wajib dan harus mematuhi hukum yang berlaku.

Kamri juga mengatakan, hukuman mati yang dijatuhkan terhadap terdakwa merupakan hukum positif yang mana para terdakwa harus mematuhi aturan hukum yang ditetapkan oleh negara.

“Menurut saya, tidak ada masalah jika ada vonis hukuman mati yang dijatuhkan terhadap terdakwa, karena hukuman mati juga mengandung hukum positif, ” tandasnya.

Berbeda dengan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abdul Azis. Ia menentang adanya vonis hukuman mati, sebab menurut Azis hal tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

“Dalam presfektif HAM, hak atas hidup itu diakui dan harus dihormati oleh negara, ” ujar Abdul Azis.
Sebab menurutnya, pemberian hukuman mati bukanlah suatu jalan keluar untuk menghentikan suatu kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku pidana.

“Dalam konteks pemidanaan, hukuman mati bukan faktor utama untuk menghentikan sebuah kejahatan, ” jelasnya.
Azis juga menambahkan dalam hal hukuman mati negara juga harus bisa mempertimbangkan, jika ingin memberikan sanksi hukuman mati terhadap pelaku pidana. (gun/cha/b)

Sumber berita: beritakotamakassar.com

Categories
Berita Media

Penyelesaian Kasus HAM Jangan Hanya Rekonsiliasi

JAKARTA – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) penggiat keadilan dan hak asasi manusia (HAM) menyayangkan niat pemerintah yang mengedepankan rekonsiliasi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM pada masa lalu. Tidak hanya menguntungkan pelaku kejahatan, langkah itu juga dinilai akan memotong mata rantai pengungkapan sejarah yang berdampak pada tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi korban.

”Kami apresiasi inisiatif pemerintah, tapi ya jangan serampangan. Menyelesaikan kasus HAM tidak seperti ini. Di situ ada hak korban, ada keadilan,” tutur Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin di kantor HRWG, Gondangdia, Jakarta, Minggu (24/5).

Menurut Rafendi, rekonsiliasi tidak bisa dilakukan tanpa ada pengusutan kasus secara komprehensif terlebih dahulu. Pengusutan itu penting untuk mengungkap apa fakta sebenarnya dan siapa pelaku serta korbannya. ”Kesannya jadi seperti malas berpikir,” ungkap pria asal Sumatera Barat tersebut. Dengan menyelesaikan semua ganjalan, lanjut Rafendi, penyelesaian kasus HAM tidak menyisakan pekerjaan rumah bagi bangsa ini ke depan.

Aktivis HAM dan demokrasi tersebut juga mempertanyakan pembentukan komite melalui keputusan presiden (keppres), bukan dengan undang-undang (UU). Dia mengungkapkan, kekuatan dan kewenangan lembaga yang dibentuk keppres dengan UU akan berbeda sehingga berpengaruh pada hasil yang dicapai nantinya. ”UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) yang direncanakan jangan dilupakan,” tandasnya.

Sebelumnya Jaksa Agung M. Prasetyo menjelaskan, pendekatan rekonsiliasi dipilih pemerintah mengingat beberapa kasus sudah lama terjadi sehingga menyulitkan penyidikan. Rencananya, semua kasus itu diselesaikan secara gabungan, tidak diungkap satu per satu.

Menanggapi alasan jaksa agung, peneliti Imparsial Ardi Manto Ardiputra enggan menerima. Dia menilai yang penting adalah upaya untuk menyingkap kebenaran dilakukan terlebih dahulu. ”Ada beberapa saksi yang bisa dimintai keterangan, tapi itu pun tidak dilakukan,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain mengkritik cara penyelesaian yang digabungkan. Menurut dia, setiap kasus memiliki karakteristik persoalan dan tingkat pelanggaran yang berbeda. Karena itu, upaya penyelesaiannya harus berbeda. ”Ini bahaya, akan mengubur sejarah,” cetusnya. (far/c9/end)

Sumber berita: jawapos.com

Categories
Berita Media

‘Tuntaskan kasus HAM, pemerintah jangan kubur kebenaran’

Merdeka.com – Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain menilai cara pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus hak asasi manusia (HAM) sangat berbahaya. Sebab, caranya untuk menuntaskannya hanya melalui satu titik tertentu saja.

“Dengan menyelesaikan semua kasus dalam satu titik, terus selesai, ini bahaya,” ungkapnya saat konferensi pers penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, di Kantor HRWG, Gedung Jiwasraya, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (24/5).

Tanpa adanya pengungkapan kasus yang sebenarnya, tambahnya, pelan-pelan akan membunuh sejarah. Jika itu terap dilakukan, maka YLBHI akan menantang keras kebijakan pemerintah.

Lebih jauh lagi, Bahrain juga menegaskan dalam menuntaskan kasus-kasus HAM, pemerintah tidak boleh mengubur sebuah kebenaran.

“Penuntasan kasus HAM itu harus dengan cara yang benar, bukan mengubur kebenaran,” pungkasnya.

Reporter : Nuryandi Abdurohman
Sumber berita: merdeka.com

Categories
Berita Media

Tes Senjata Baru, Dor! Anak Buah Kasat Sabhara Tertembak

TEMPO.CO, Makassar – Kepala Satuan Sabhara Kepolisian Resor Besar Kota Makassar Ajun Komisaris Besar Hardeni diduga tak sengaja menembak anak buahnya, Ajun Inspektur Satu Simamorang, di Markas Kepolisian Sektor Rappocini, Rabu malam, 20 Mei 2015.

Beruntung, senjata yang digunakan bukan senjata api dengan peluru tajam, melainkan senjata semacam flash ball alias pelontar gas air mata dengan bentuk yang lebih kecil. Simamorang mengalami luka ringan pada pelipis kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Fery Abraham membenarkan peristiwa itu. “Memang benar ada kejadian itu karena tiba-tiba senjata baru itu meletus. Insiden itu sama sekali tidak disengaja,” kata Fery saat dihubungi Tempo, Jumat, 22 Mei.

Dari informasi yang dihimpun Tempo, peristiwa itu terjadi saat Simamorang bersama rekannya beristirahat setelah menjalankan tugas pengamanan Hari Kebangkitan Nasional. Simamarong bertugas mengawal sekaligus meredam demonstrasi mahasiswa yang berujung bentrok di depan Universitas Muhammadiyah, Makassar, di Jalan Sultan Alauddin.

Saat berada di Markas Polsek Rappocini untuk beristirahat, Hardeni memegang senjata baru miliknya. Tak disangka, senjata itu meletus dan mengenai Simamarong yang berada di dekatnya.

Beruntung, senjata yang dipakai atasannya itu tidak mematikan. “Isinya bukan peluru tajam, melainkan semacam serbuk merica yang hanya membuat mata perih,” ucap Fery.

Disinggung soal tindak lanjut perbuatan Hardeni, Fery mengatakan sejauh ini belum ada proses lanjutan di Unit Propam. “Mana ada pimpinan yang sengaja menembak anak buah sendiri? Untuk apa?” ujarnya.

Konfirmasi secara terpisah, Hardeni membantah insiden itu. “Tidak ada itu. Tidak ada,” katanya.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Zulkifli Hasanuddin mengatakan, sengaja atau tidak, kasus penembakan terhadap Simamorang oleh atasannya mesti diusut Unit Propam. Hal itu untuk mengetahui apakah ada pelanggaran disiplin maupun kode etik yang dilakukan Hardeni. “Tidak boleh dibiarkan tanpa ada proses lanjut,” tuturnya.

Menurut Zulkifli, penembakan terhadap Simamorang, kendati menggunakan peluru yang tidak mematikan, merupakan pembelajaran bagi aparat kepolisian untuk lebih berhati-hati memakai senjata. “Bila saja pimpinannya memegang senjata api dengan peluru tajam, meski tak disengaja, ceritanya bisa berbeda,” ujarnya.

[Tri Yari Kurniawan]

Sumber berita: nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Dirut PD Parkir Dituding Gelapkan Retribusi

RADAR MAKASSAR – Serikat Juru Parkir Makassar (SJPM) menuding Direktur Umum (Dirut) Perusahaan Daerah (PD) Parkir telah melakukan penggelapan uang retribusi yang disetorkan para jukir ke PD Parkir. Hal ini diutarakan jukir yang tergabung dalam SJPM saat menggelar aksi demontrasi di kantor DPRD Kota Makassar, Kamis (21/5).

Humas SJPM, Nurdin Dini memaparkan, jumlah PAD yang disetorkan PD parkir ke kas daerah tidak sebanding dengan jerih payah yang dilakukan jukir di lapangan, ia menyebut sebanyak kurang lebih1.600 jukir di Makassar yang tiap harinya menyetorkan retribusi ke PD Parkir, jika dikalikan dengan uang yang disetorkan sebesar Rp28 ribu perhari sangat tidak masuk akal, bila kontribusi PD parkir ke PAD Makassar kurang dari 1 milyar.

“Kami butuh trasnparansi soal pengelolaan pendapatan di PD Parkir, apalagi selama ini, kami para jukir sering dituding oleh Dirut PD Parkir sebagai jukir liar yang melanggar hukum,” katanya.

Tak hanya itu, Nurdin juga mengungkapkan para jukir tidak pernah merasakan pelayanan kesehatan dari BPJS ketika sakit, padahal setiap hari ia dengan jukir lain menyetor senilai Rp2000 perhari ke PD Parkir, dimana diperuntuhkan untuk biaya kesehatan malalui BPJS.

“Uang itu dikemanakan, sementara jika kami sakit, kami tidak pernah mendapat pelayanan dari BPJS, karena hingga sekarang belum ada kartu yang kami pegang. Selama ini kesejahteraan juru parkir tidak pernah diperhatikan,” katanya.

Nurdin menjelaskan, buruknya tata kelola parkir yang berakibat pada kebocoran PAD pada sektor parkir, disebabkan karena buruknya tata kelola PD Parkir yang terbukti tidak trasnparan. “Tata kelola yang tidak profesional, makanya setoran PAD Parkir sangat minim, kami curiga banyak retribusi masuk di kantong pejabat PD Parkir,” ujarnya.

Tim pendamping hukum SJPM dari LBH Makassar, Moh Alie Rahangiar, menambahkan, pemeriksa keuangan dalam hal ini BPK Sulsel mesti mengaudit retribusi jukir yang masuk di PD Parkir, hasil audit tersebut, kata Alie, mesti dipublikasikan. Sebab publik berhak untuk mengetahui seperti apa hasilnya dan bagaimana kinerja PD Parkir selama ini.

”Hasil audit harus dipublis agar jukir dan masyarakat mengetahui hasil kerjanya selama ini dalam menyumbangkan PAD ke kas daerah,” ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Makassar Adi Rasyid Ali mengakui ada masalah di PD Parkir selama ini setelah melihat PAD dari PD parkir yang sangat kecil dan objek tempat retribusi yang dinilai sedikit.

Legilator Partai Demokrat ini megatakan, akan menindaklanjuti tuntutan SJPM dengan memanggil PD Parkir untuk dimintai keterangan. “Swastanisasi dan pihak ketiga akan kami perjelas, Kami ingin juru parkir kembali seperti biasa. Pemerintah kota harus pikirkan nasib juru parkir, agar semua kepentingan bisa diakomodir,” katanya saat menerima aspirasi SPJM, kemarin.

Sementara itu, Anggota Komisi B Basdir, mengungkapkan kondisi parkir saat ini sangat amburadul. Ia mengatakan, banyaknya parkir liar akibat buruknya tata kelola PD Parkir. “PD Parkir seharusnya memerbaiki sistem managerialnya, jika ingin memperoleh PAD yang besar,” ujarnya.

Basdir menambahkan, Komisi B akan terus melakukan pemantauan terkait masalah ini. Pihaknya akan rekomendasikan Pemkot Makassar agar mereformasi birokrasi di PD Parkir. “Kami akan segera melakukan pemanggilan kepada pimpinan PD Parkir untuk RDP, kami ingin agar masalah cepat tuntas,” katanya. (rah/spy)

Sumber berita: radarmakassar.com

Categories
Berita Media

Lawyer deplores police failure to invite Abraham to reenactment


Abraham Samad’s lawyer, Abdul Azis, has criticized the South Sulawesi Police for failing to invite his client to attend a reenactment of an ID forgery case allegedly involving the non-active Corruption Eradication Commission (KPK) chairman.

Azis said he did not know on why the police’s investigative team did not summon Abraham to attend the reenactment despite his client being cooperative and always meeting police summons for questioning.

The lawyer said he very much regretted the police’s decision to keep carry out the reenactment despite the absence of both Abraham and another suspect in the ID forgery case, namely a woman identified as Feriyani Lim. Moreover, he said, the reenactment was a part of fact discovery efforts.

“We are worried that the reenactment’s results will contradict the police interrogation report and lead to an abuse of power because our client was not present for the process. The fact revealing process can be vague,” said Azis, who is also the Makassar Legal Aid Institute (LBH Makassar) chairman.

The South Sulawesi Police on Sunday held the reenactment to complete evidence for the case’s dossiers that the South Sulawesi Prosecutor’s Office previously returned to the investigative team because of a lack of clarity. (ebf)

Laporan: Andi Hajramurni, The Jakarta Post, Makassar

Sumber berita: thejakartapost.com

Categories
Berita Media

Abraham Samad Tak Hadiri Rekonstruksi

Gbr. Abdul Azis saat melakukan konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Jl Pelita Raya 6 Blok A 34 No 9 Makassar, Sabtu (16/5/2015).

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM – Salah satu kuasa hukum taktis Makassar, Abraham Samad, Abdul Azis memberi tanggapan terkait rekonstruksi kasus AS menyatakan, rekonstruksi tersebut tidak ada koordinasi dengan tersangka Abraham Samad dan Feriyani Liem.

“Jadi, dalam rekonstruksi besok tidak ada tersangka AS dan FL yang hadi. Ddan ini terlihat rancu karena tidak ada tersangka” kata Abdul Azis saat melakukan konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Jl Pelita Raya 6 Blok A 34 No 9 Makassar, Sabtu (16/5/2015).

Direktur LBH Makassar ini juga menambahkan, rekonstruksi kasus Abraham Samad akan di adakan di Kantor Kecamatan Panakukkang Jl Batua Raya Pukul 10:00 wita yang menghadirkan saksi yaitu Kakak AS, Imran Samad.

Hadir dalam konferensi pers, Kuasa Hukum Abaraham Samad, Abdul Kadir Wokanubun dan Abdul Azis.(*)

Penulis: Darul Amri Lobubun
Editor: Ina Maharani
Sumber: makassar.tribunnews.com