Andoolo, 20 Agustus 2024. Sidang lanjutan dua Warga Torobulu atas tuduhan menghalang-halangi aktivitas perusahaan kembali bergulir, kuasa hukum kedua Terdakwa menghadirkan Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A. sebagai Ahli Pidana.
Dalam keterangannya, Ahli menyampaikan bahwa Pasal 162 yang didakwakan kepada kedua Terdakwa tidak memenuhi unsur subjektif, sebab tindakan kedua Terdakwa diakibatkan kekhawatiran adanya dampak lingkungan terhadap aktivitas pertambangan PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) di area pemukiman Warga.
Tindakan kedua Terdakwa tidak ditemukan adanya unsur kelalaian dan kesengajaan. Istilah lain, kerap dikenal sebagai dolus dan ki culpa. Ini bisa dilihat dari sikap atau itikad baik kedua Terdakwa yang hanya sebatas mempertanyakan dokumen PT. WIN yang melakukan penambangan di area pemukiman Warga pada tanggal 6 November 2023.
Jika melihat Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pasal 66, bahwa setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat di pidana maupun dituntut secara perdata. Maka, pasal 162 yang disangkakan kepada kedua Terdakwa tidak bisa digunakan atau gugur.
“Dalam persidangan terungkap fakta bahwa 2 orang Terdakwa melakukan tindakan sebagaimana didakwakan merupakan tindakan yang ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup dari ancaman pencemaran atau kerusakan akibat aktivitas pertambangan PT. WIN. Karena itu, menurut Pasal 66 UU PPLH, Terdakwa ini mestinya dilindungi,” ujar tim panasihat hukum
Lebih lanjut, tim penasihat hukum menjelaskan bahwa bentuk tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa memenuhi unsur menghalangi atau merintangi aktivitas pertambangan PT. WIN.
“Secara objektif tindakan kedua Terdakwa itu tidak dilakukan dengan kekerasan yang mengakibatkan excavator menjadi rusak atau operatornya menjadi terluka. Dalam situasi ini, kita mengharapkan Pengadilan Negeri Andoolo, khususnya Majelis Hakim yang memeriksa perkara menjadi benteng keadilan bagi pejuang lingkungan hidup dan HAM, bukan menjadi alat legitimasi PT. WIN,” tambah tim penasihat hukum
Sedangkan situasi di luar persidangan, sejumlah massa aksi melakukan unjuk rasa dengan membawa miniatur keranda mayat yang bertuliskan “Matinya Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi”.
“Keranda mayat ini merupakan simbol pengkhianatan terhadap hak asasi manusia dan demokrasi. Sebab tindakan Hasilin dan Andi Firmansah serta Warga lainnya mempertanyakan dokumen perusahaan berupa AMDAL dijamin oleh konstitusi sebagai keterbukaan informasi publik,” tegas Ayunia di luar persidangan.
Tindakan Warga yang mempertanyakan AMDAL yang seharusnya telah dikantongi oleh PT. WIN, malah berbalas dengan laporan pidana yang tidak hanya Hasilin dan Andi Firmansyah, melainkan ada 30 orang Warga yang telah dilapor akibat dugaan melakukan tindakan penghalangan aktivitas pertambangan.
“Kami berharap kepada Majelis Hakim untuk kembali menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) dengan membebaskan 2 Warga yang memperjuangkan lingkungan Torobulu,” pungkas Ayunia, salah seorang Warga Torobulu.
***