Categories
EKOSOB slide

Reklamasi CPI: Penelusuran Fakta di Pulau Lae-lae – Hilangnya Sumber Penghidupan Nelayan

Penelusuran Fakta Akibat Reklamasi CPI di Pulau Lae

9 Mei 2016, LBH Makassar menurunkan 4 (empat) APH nya untuk melakukan penelusuran fakta kondisi masyarakat di pulau Lae-Lae, Makassar terkait Reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI). Tim LBH Makassar bertemu dan mengumpulkan informasi dari tokoh masyarakat Pulau Lae-Lae, Ketua Karang Taruna dan Ketua LPM Pulau Lae-Lae. Dari informasi yang diberikan, tercatat 2 (dua) temuan penting; terkait ancaman atas aktivitas penghidupan warga Nelayan di Pulau Lae-Lae dan riwayat tanah pulau Lae-lae.

Hampir seluruh warga di pulau Lae-lae hidup sebagai nelayan; nelayan pencari ikan dan pencari ambaring. Nelayan ambaring adalah nelayan yang menangkap ikan kecil yang digunakan sebagai bahan baku terasi selain sebagai lauk. Lokasi tangkap ambaring adalah disepanjang pesisir/ tepi pantai kelurahan Mariso, tepat di depan anjungan Losari dan kelurahan Ujung Pandang. Sepuluh tahun, nelayan pencari ambaring mampu mendapatkan hingga 10 kerjang ambaring dalam sekali tangkap. Sejak terjadi penimbunan CPI, nelayan hanya mampu mendapatkan 2-3 kerjang ambaring. Ambaring tidak dapat lagi ditemukan di pesisir pantai. Penimbunan mengakibatkan hilangnya ambaring dari habitatnya.

Sementara itu, nelayan pencari ikan, sebelum adanyan penimbunan CPI, mampu langsung menjual/ membongkar muatannya (ikan) di tempat pelelangan ikan (TPI) Cendrawasih. Saat ini, nelayan mengalami kesulitan akses langsung ke TPI Cendrawasih karena jalurnya menyempit akibat pembangunan CPI. Hal ini mengakibatkan nelayan dengan perahu yang cukup besar tidak bisa melewati terowongan yang dibangun oleh CPI, dan terpaksa harus memutar arah. Terowongan tersebut hanya dapat dilewati oleh perahu-perahu kecil saja. Akibat semakin jauhnya rute menuju TPI Cendrawasih, nelayan pencari ikan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar perahunya. Jika sebelum adanya pembangunan CPI, bahan bakar yang dibutuhkan untuk sampai ke TPI Cendrawasih hanya 2-3 liter saja, saat ini nelayan harus membiayai 5 hingga 6 liter untu sekali jalan ke TPI Cendrawasih.

Terkait riwayat tanah pulau Lae-lae, BPN dan Camat menolak upaya warga untuk mengurus sertifikat hak milik tanah/rumah dengan alasan bahwa tanah di pulau Lae-lae merupakan pulau dan bukan daratan. Akibatnya, warga tidak memiiliki sertifikat dan hanya membayar Pajak Bumi dan Bangunan setiap tahunnya. Ditemukan juga, alasan lain penolakan sertifikasi warga, yakni pulau Lae-lae merupakan obyek yang dikontrakan antara Pemerintah Kota Makassar dengan PT Latif, perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dengan masa kontrak mulai tahun 1995 sampai tahun 2015. Dengan alasan itu pula Pemerintah Kota Makassar menolak pengurusan sertifikat oleh warga pulau Lae-lae.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *