Categories
Berita Media

Koalisi Masyarakat Sulawesi Selatan: Reformasi Polri Mandek

TEMPO.CO , Makassar: Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Selatan mendorong advokasi reformasi Polri. Mereka berpendapat reformasi kepolisian belum berjalan maksimal. Koalisi menilai, diperlukan langkah konkret untuk membenahi persoalan itu.

Ketua Bidang Hak Politik dan Antikekerasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Fajar Akbar, mengatakan advokasi reformasi Polri dilakukan pihaknya bersama sejumlah organisasi lain, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sulawesi, Masyarakat Antikorupsi Sulawesi Selatan, Komunitas Sehati dan beberapa LSM lain.

Menurut Fajar, reformasi Polri terdiri tiga aspek yakni struktur, instrumen dan kultural. Khusus aspek terakhir, dinilainya tak berjalan baik. Hingga kini, Koalisi melihat polisi belum mampu melakukan pendekatan keamanan untuk kemanusiaan. “Reformasi Polri itu hendak mengubah citra polisi dari militeristik ke polisi sipil. Tapi, itu masih harus diperjuangkan,” ucapnya, Sabtu, 30 Mei 2015.

Sejauh ini, pihaknya telah menerima lima laporan pada posko pengaduan korban kriminalisasi atau kekerasan aparat yang dibuka sejak 5 Mei-10 Juni mendatang. Itu belum termasuk 18 kasus serupa yang mandek penanganannya rentang 2009-2015. Fajar menyebut dibukanya posko pengaduan korban kekerasan polisi mendapat respon positif dari masyarakat.

Khusus laporan masyarakat terbaru, antara lain, dugaan kriminalisasi atas penetapan tersangka Surya yang dibelit kasus pembunuhan mahasiswi, Wahyuni, di Pinrang, 19 Mei lalu. Dalam kasus itu, Surya dipaksa mengaku sebagai pembunuh korban bersama dua temannya, Aco dan Aldi. Karena menolak, aparat menembaknya empat kali. Informasi itu diperoleh dari keluarga Surya.

Juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Hariadi, mengatakan dugaan pelanggaran yang dilakukan aparat dalam penanganan perkara pasti ditindaklanjuti bila memang mempunyai cukup bukti. Oknum polisi yang bertindak macam-macam, kata dia, bahkan dapat dikenai tiga sanksi, diantaranya disiplin, kode etik dan pidana.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita: nasional.tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *