Diskusi Publik “Implikasi Kodifikasi Terhadap Kejahatan Luar Biasa dan Terorganisir dalam RKUHP”

Agenda

Loading Events

« All Events

  • This event has passed.

Diskusi Publik “Implikasi Kodifikasi Terhadap Kejahatan Luar Biasa dan Terorganisir dalam RKUHP”

April 16, 2018 @ 1:00 pm - 5:00 pm

Sejak pertama kali diinisiasi berdasarkan resolusi Seminar Hukum Nasional tahun 1963, proyek perumusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus dilaksanakan hingga hari ini. Pada perkembangan perumusannya, muncul ide dari para perumus untuk memasukkan pengaturan tindak pidana khusus ke dalam RKUHP. Dalam Bab Tindak Pidana Khusus Buku Kedua RKUHP dimasukkan beberapa tindak pidana khusus yang sebelumnya diatur dalam undang-undang di luar KUHP, yaitu antara lain tindak pidana korupsi, tindak pidana berat hak asasi manusia (HAM), tindak pidana pencucian uang, tindak pidana lingkungan hidup, serta tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dimasukkannya sebagian tindak pidana dalam undang-undang pidana khusus ke dalam RKUHP membuat salah satu tujuan kodifikasi yaitu penyatuan semua ketentuan hukum pidana ke dalam satu kitab undang-undang menjadi tidak terpenuhi, karena suatu tindak pidana khusus diatur dalam dua undang-undang yang berbeda. Contohnya, tindak pidana korupsi yang diatur dalam dua undang-undang yaitu UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RKUHP, membuat tujuan penyatuan hukum pidana tersebut tidak terpenuhi.

Integrasi tindak pidana khusus ke dalam RKUHP juga mengakibatkan hilangnya ketentuan pidana bersifat khusus (lex specialis) yang telah ada dalam undang-undang masing-masing tindak pidana khusus tersebut. Contohnya, RKUHP mengatur tentang pembatasan penjatuhan pidana secara kumulatif, yang tidak ada dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001), UU Pengadilan HAM (UU No. 26/2000), UU Narkotika (UU No. 35/2009), dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009). Dalam konteks tindak pidana berat HAM, UU Pengadilan HAM mengatur kekhususan dalam pemidanaannya, yaitu antara lain batas pidana penjara maksimum selama 25 tahun, tidak adanya daluarsa tindak pidana, serta dapat diberlakukannya asas retroaktif terhadap tindak pidana berat HAM yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM diundangkan, sedangkan RKUHP tidak mengatur tentang kekhususan tersebut dalam rumusannya. Kemudian, dalam konteks tindak pidana lingkungan hidup, RKUHP mengatur bahwa rumusan tindak pidana lingkungan hidup memiliki unsur melawan hukum, serta tidak memiliki ancaman pidana minimum khusus, dua hal yang tidak dikenal dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Begitupun dengan pengaturan RKUHP terhadap tindak pidana narkotika yang tidak mengenal sistem rehabilitasi terhadap pengguna sebagaimana telah diatur dalam UU Narkotika.

Dalam konteks tindak pidana korupsi, RKUHP mengatur hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu antara lain:
a. tidak adanya pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti;
b. percobaan, pembantuan, dan permufakatan jahat tindak pidana korupsi yang ancaman pidananya dikurangi 1/3 dari maksimum pidana;
c. ancaman pidana denda menurun drastis;
d. definisi korporasi dalam RKUHP lebih sempit dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
e. ketidakjelasan konsep Ketentuan Peralihan.

Meskipun dalam RKUHP dimasukkan beberapa ketentuan tindak pidana korupsi yang bersumber dari United Nations Convention against Corruption (UNCAC), hal tersebut sebenarnya merupakan upaya yang kontraproduktif karena kaidah pemidanaan RKUHP yang bertentangan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi cenderung menghilangkan sifat keluarbiasaan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, tindak pidana korupsi dari UNCAC seharusnya dimasukkan ke dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan RKUHP, agar memiliki kaidah pemidanaan yang sama dengan tindak pidana korupsi yang telah ada dalam undang-undang tersebut. Selain hal hukum pidana materiil sebagaimana diuraikan di atas, RKUHP juga dapat memberikan efek negatif terhadap penegakan hukum antikorupsi, karena berpotensi menghilangkan kewenangan KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam menangani tindak pidana korupsi.

Berangkat dari latar belakang tersebut, adalah suatu keperluan mendesak untuk menyelenggarakan diskusi publik yang fokus membahas hal-hal seputar problematika dimasukkannya pengaturan tindak pidana khusus ke dalam RKUHP. Diskusi publik tersebut akan diisi oleh narasumber-narasumber kompeten yang akan membahas isu dimasukkannya tindak pidana khusus dalam RKUHP dengan sudut pandang akademis, objektif, dan kritis. Diharapkan agar diskusi publik ini dapat merumuskan rekomendasi terhadap isu tersebut.

Pokok Bahasan
Diskusi Publik ini akan membahas hal-hal berikut:
1. Problematika kodifikasi RKUHP terhadap tindak pidana khusus.
2. Disparitas ketentuan pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan RKUHP.
3. Disparitas ketentuan pidana dalam UU Narkotika dan RKUHP.
4. Disparitas ketentuan pidana dalam UU Pengadilan HAM dan RKUHP.
5. Konsekuensi hukum dimasukkannya tindak pidana khusus ke dalam RKUHP.

Tujuan Kegiatan
Tujuan diselenggarakannya Diskusi Publik ini adalah:
1. Memahami disparitas ketentuan pidana dalam undang-undang pidana khusus dan RKUHP.
2. Memahami konsekuensi hukum dimasukkannya tindak pidana khusus ke dalam RKUHP.
3. Merumuskan rekomendasi terhadap legislasi RKUHP yang memasukkan tindak pidana khusus ke dalam RKUHP.

Bentuk Kegiatan
1. Kegiatan ini berbentuk Diskusi Publik yang akan diawali dengan pemaparan materi oleh pembicara dan dilanjutkan dengan diskusi antara peserta dan pembicara.
2. Konferensi Pers.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Diskusi Publik ini akan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 April 2018, Pukul 13.00 – 17.00 Wita, bertempat di gedung II, Lt 9 Ruangan AKSA MAHMUD, Universitas Bosowa Jl. Urip Sumoharjo, Km. 4 Makassar.

Narasumber dan Moderator
Diskusi Publik ini akan diisi oleh para Narasumber :
1. Laode M. Syarif, Ph.D (Wakil Ketua KPK), dengan materi “Implikasi Kodifikasi RKUHP terhadap Masa Depan Pemberantasan Korupsi”;
2. Prof. Dr. Marwan Mas, SH, MH. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa), dengan materi “Kodifikasi terhadap Tindak Pidana Khusus dan Masalah Kompatibilitasnya di Indonesia”.
3. Komjen (Pol) Heru Winarko (Kepala Badan Narkotika Nasional), dengan materi “Problematika Kodifikasi Kejahatan Narkotika dalam RKUHP”;
4. Dr. Asep Iwan Iriawan, SH, MH. (Mantan Hakim/ Akademisi Universitas Parahyangan), dengan materi “Problematika Kodifikasi Tindak Pidana Korupsi dalam RKUP”
5. Sandrayati Moniaga (Komisioner Komnas HAM), dengan materi “Problematika Kodifikasi Kejahatan HAM dalam RKUHP”;
6. Boy Jerry Even Sembiring (Manager Kajian & Kebijakan Seknas Walhi), dengan materi “Problematika Kejahatan Lingkungan Hidup dalam RKUHP”

Adapun yang bertindak sebagai Moderator adalah Haswandy Andy Mas (Advokat Publik/ Direktur LBH Makassar)

Peserta
Adapun Diskusi Publik ini akan diikuti oleh 150 Peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil.

Pelaksana

Kegiatan Diskusi Publik ini terselenggara atas kerjasama antara LBH Makassar, ACC Sulawesi dan FIK-ORNOP Sulsel dengan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar.

Details

Date:
April 16, 2018
Time:
1:00 pm - 5:00 pm
Event Category:

Organizers

LBH Makassar
Anti Corruption Commitee
Fakultas Hukum Universitas Bosowa
FIK – ORNOP Sulsel
Walhi Sulawesi Selatan

Venue

gedung II, Lt 9 Ruangan Aksa Mahmud, Universitas Bosowa
Jl. Urip Sumoharjo, Km. 4
Makassar, Sulawesi Selatan Indonesia
+ Google Map