Suara Kritik masih saja Dibungkam

Cerita Perjalanan Pendampingan Hukum Kasus Kadir Sijaya, korban kriminalisasi UU ITE

Sudah beberapa bulan Kadir Sijaya harus bolak balik dari Pengadilan Negeri (PN) Makassar ke rumahnya yang berada di daerah Takalar yang berjarak 1 jam perjalanan dari PN Makassar. Kadir Sijaya harus merasakan duduk di kursi pesakitan sebaga terdakwa kasus dugaaan pencemaran nama baik. Kadir Sijaya dilapor oleh Zulkifli Gani Otto di Polrestabes Makassar, mantan ketua PWI Sulsel, atas dugaan pencemaran nama baik melaui media elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE 2008. Kadir Sijaya dilaporkan atas dasar komentarnya di tema obrolan “Gedung PWI” dalam grup media sosial facebook, “Menggugat Gedung PWI”. Kadir Sijaya dan beberapa kolega wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) SULSEL, dalam group facebook tersebut, berdiskusi terhadap kebijakan kebijakan organisasi oleh Zulkifli Gani Otto atas penyewaan gedung PWI kepada pihak Alfamart tanpa adanya persetujuan dari Pemprov Sulawesi Selatan. Akibat penyewaan tersebut, gedung PWI mengalami perubahan bentuk dan alih fungsi sebagian yakni lantai 1 menjadi toko Alfamart.

Proses hukum dilakukan oleh Polrestabes Makassar dengan didampingi oleh pengacara bantuan hukum (PBH) LBH Makassar. Dalam pendampingannya, setelah beberapakali diperiksa baik sebagai terkonfirmasi atas laporan atas dirinya, saksi dan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Pada saat peralihan statusnya sebagai tersangka, Kadir Sijaya di kenakan proses penangkapan dan penahanan, sehingga Kadir Sijaya harus mendekam dalam sel tahan Polrestabes Makassar selama kurang lebih 2 (dua) bulan. Paska perkara P21 di kepolisian, LBH Makassar, selaku kuasa hukum Kadir Sijaya, melakukan upaya gugatan prapradilan atas penetapan tersangka dan penahanan terhadap Kadir Sijaya karena bertentangan dengan aturan penetapan tersangka dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sidang praperadilan digelar di PN Makassar. Namun, pada putusan praperadilan, hakim menolak gugatan prapradilan pemohon karena dianggap telah sesuai dengan aturan yang ada. Perkara pun berlanjut ke Persidangan.

Berlanjut setelah dilimpahkan ke PN Makassar, Kadir Sijaya terpaksa harus kembali mendekam dalam tahanan dikarenakan lamanya respon dan pengabulan surat pemohonannya oleh Majelis Hakim, terkait peralihan status penahanan, dari tahanan rutan ke tahanan kota. Kasus yang ‘berbau’ kriminalisasi melalui UU ITE ini pun mendapat banyak kecaman dari elemen masyarakat sipil. Hal ini tidak hanya karena adanya pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, namun juga akibat lambatnya proses persidangan. LBH Makassar bersama Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat (GEMA) untuk Demokrasi kota Makassar, dalam pendampingan dan pemantauan jalannya persidangan kasus Kadir Sijaya, menemukan adanya itikad buruk dan ketidaseriusan pihak pengadilan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Hal ini terindikasi pada prosesnya, dimana seringkali terjadi penundaan sidang. Salah dua alasanya, dengan adanya pergantian jaksa penuntut umum dan beberapa kali jaksa tidak siap dalam proses persidangan.

LBH Makassar, selaku penasehat hukum terdakwa (red: Kadir Sijaya), dalam pembelaannya tetap tegas menyatakan alat bukti yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum tidak lah sah karena tidak melalui uji forensik sebagai mana aturan yang berlaku. Hingga pada sidang Pembacaan Putusan, rabu 14 Desember 2016, walau telah mengalami penundaan pembacaan putusan sebanyak 2 (dua) kali, Mejelis Hakim memutus terdakwa Kadir Sijaya tidak terbukti secara sah menurut hukum melalukan tidak pidana yang didakwakan oleh jaksa penuntu umum. Majelis hakim berpendapat bahwa jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan bahwa akun facebook tersebut merupakan milik terdakwa dan tidak bisa membuktikan keaslian barang bukti pendapat tersebut sejalan dengan pembelaan penasehat hukum terdakwa yang dari awal mempertanyakan dan menegaskan bahwa akun tersebut bukan milik Kadir Sijaya melainkan tidak diketahui pemiliknya serta bahwa alat bukti yang dihadirkan jaksa penuntut umum tidak sah karena tidak melalui uji forensik sehingga terdakwa Kadir Sijaya divonis bebas (vrijspraak).

Dari proses pendampingan kasus ini, LBH Makassar mendapati persoalan dimana UU ITE diterapkan bukan untuk melindungi masyarakat pengguna teknologi informasi dunia maya, melainkan kerap sebagai alat pembungkaman oleh kelas elit kekuasaan dan kelas pemodal terhadap upaya kritik warga Negara atas kondisi yang dialaminya. Sejalan dan diperparah dengan ketidak-profesionalan aparat penegak hukum (APH), terutama kepolisian, yang gagal dalam menerapakan UU ITE tersebut dan terkesan memaksakan suatu kondisi yang berdampak buruk pada pengakuan, penghormatan dan perlindungan atas hak asasi manusia setiap warga Negara.

Ditulis oleh: Haerul Karim (PBH LBH Makassar, salah satu Penasehat Hukum Kadir Sijaya)

Catatan:
Paska Putusan, saat ini, Jaksa Penuntut Umum telah melakukan upaya hukum kasasi. Sementara itu, LBH Makassar telah mengajukan kontra memori kasasi

Bagikan

Kegiatan Lainnya

akas 1
Impian Masa Kecil Seorang Tuli menjadi Super Hero
admin-ajax
Agar Proses Hukum Berkeadilan bagi Korban: Catatan Pendampingan Kasus Perkosaan Perempuan Difabel
LBH Makassar
Keberhasilan Reklaiming Petani Belapunranga Atas HGU PTPN XIV
Skip to content