Keberhasilan Reklaiming Petani Belapunranga Atas HGU PTPN XIV

Konflik antara masyarakat dengan PT. Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) terjadi di berbagai daerah di Sulawesi Selatan, salah satunya terjadi di Desa Belapunranga, Kecamatan Parangloe, Gowa. Desa Belapunranga adalah salah satu desa dari tiga desa lainya (Boring Sallo, Belaboni dan Kelurhan Lanna) yang wilayahnya menjadi lokasi HGU PTPN XIV.

Berdasarkan wawacara dengan Muhammad Jafar selaku Kepala Desa Belapunranga (kamis/31/1), diketahui bahwa luas wilayah HGU PTPN XIV sekitar 600 Ha. Sebelum dikelola oleh PTPN XIV, lokasi yang kini sudah dikuasai oleh masyarakat dulunya adalah lokasi Pabrik Kertas Gowa (PKG), namun karena pabrik ini tidak banyak berkembang, lokasi pabrik ini diambil alih oleh PTPN XIV. Sebelum dikelola oleh PKG, lokasi lokasi – tersebut adalah lokasi milik perusahaan.

Keberadaan PTPN XIV semakin memperburuk penderitaan masyarakat setempat karena tidak dapat menggarap tanahnya. Pada tahun 2008 masyarakat mengambil inisiatif dengan menkonsolidasikan diri untuk melakukan aksi reclaiming. Masyarakat kemudian memaksa masuk melakukan penanaman jagung dalam lokasi HGU. Saat melakukan reclaiming, mereka mendapat ancaman, intimdasi dan pengusiran paksa oleh aparat Brimob bersenjata lengkap, Meski berkali – kali diusir dengan ancaman kekerasan, bahkan akan ditembak , namun mereka tetap berupaya untuk masuk menanam dalam areal HGU. Sebab hanya dengan cari itu mereka bisa bertahan hidup. Setelah tiga tahun melakukan proses reclaiming, akhirnya berbuah manis. Pada tahun 2012, PTPN XIV tidak lagi mengelola lahan HGU, masyarakat dapat menggarap dengan aman tanpa ancaman dan intimidasi hingga sekarang ini.

Saat ini lahan yang tak dikelola lagi oleh PTPN digarap oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Namun, lahan yang telah dikuasai oleh masyarakat tak memiliki kepastian hukum karena masyarakat belum bisa menerbitkan sertifikat atas tanah – tanah tersebut.

Lokasi yang kini sudah dikuasai oleh masyarakat masuk “zona merah” berdasarkan keterangan yang diterima oleh Pak Jaffar (Kepala Desa Belapunranga) saat dirinya konsultasi ke Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Gowa. Penetapan ini dikarenakan lokasi tersebut masih berstatus HGU milik PTPN dan sebagian adalah kawasan hutan yang dikuasai oleh Inhutani.

“Namun yang membuat saya bingung, tahun 2000 terbit beberapa sertifikat di lokasi yang menurut BPN masuk dalam zona merah, kalau memang masuk zona merah kenapa bisa terbit sertifikat,” Ujar Pak Jafar.

Semenjak tahun 2009, masyarakat yang menguasai lahan telah membayar PBB kepada pemerintah dan tak ada sama sekali yang protes mengenai hal tersebut.

Sebagai pemerintah setempat, Pak Jafar mengaku bingung terkait upaya untuk memperoleh kepastian hukum atas tanah tersebut. Pak Jafar mengaku pernah membawa kasus ini ke pemerintah pusat. Dari beberapa instansi yang ia datangi di Jakarta menyebutkan bahwa PTPN yang berlokasi di desanya tak memiliki HGU yang terdaftar di pemerintah pusat.

Edy Kurniawan dari LBH Makassar menyampaikan kepada masyarakat agar tanah yang kini dalam penguasaan masyarakat agar didaftarkan masuk dalam program Tanah Objek Reforma Agraria.

“Salah satu target tanah reforma agraria adalah tanah – tanah bekas perkebunan yang sudah tak dimanfaatkan lagi.” Ujarnya kepada masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut. Selain itu, Edy Kurniawan pada pertemuan dengan warga mengatakan masalah tersebut akan disampaikan kepada jejaring organisasi LBH agar kasus ini bisa dikawal bersama – sama.

Makassar, 31 Januari 2019

Bagikan

Kegiatan Lainnya

akas 1
Impian Masa Kecil Seorang Tuli menjadi Super Hero
admin-ajax
Agar Proses Hukum Berkeadilan bagi Korban: Catatan Pendampingan Kasus Perkosaan Perempuan Difabel
Kasus Eks. Buruh PT
Eks. Buruh PT. Gasina Berhasil Paksa Perusahaan untuk Menjalankan Putusan Pengadilan
Skip to content