Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria & Tata Ruang R.I. mengundang secara khusus perwakilan LBH Makassar untuk membicarakan beberapa proyek strategis nasional di Sulawesi Selatan. Pertemuan digelar di Novotel pada 8 Februari 2017, yang mana dihadiri oleh Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan sekaligus memimpin pertemuan tersebut, sementara LBH Makassar diwakili oleh Wakil Direktur Bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum Masyarakat, Muh. Haedir, SH bersama 4 (empat) Staf Pembela Umum.
Dirjen memaparkan beberapa proyek strategis nasional di Sulawesi Selatan seperti pembangunan rel kereta api, bendungan, perluasan bandara, pembangunan energi, serta infrastruktur lainnya. Pihaknya menjamin akan memperhatikan hak-hak masyarakat setempat dalam melakukan pembebasan lahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Undang Undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum beserta peraturan turunannya. Selain itu, dalam proses pembebasan lahan akan melibatkan secara aktif para stakeholder terutama masyarakat setempat untuk meminta persetujuan.
Menanggapi hal tersebut, LBH Makassar pesimis dengan arah kebijakan pemerintahan Jokowi yang menekankan pada sektor infrastruktur melalui beberapa proyek strategis nasional. Hal itu diungkapkan oleh staf Pembela Umum LBH Makassar Bidang Tanah dan Lingkungan (Edy Kurniawan) berdasarkan kasus-kasus pembebasan lahan yang selama ini didampingi oleh LBH Makassar, diantaranya adalah kasus pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Sultan Hasanuddin yang sedang diusut kasus korupsinya dan hingga sekarang pihak Kejaksaan Tinggi Makassar telah menetapkan 9 (sembilan) tersangka dari anggota Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yakni Kepala Dusun Bado – Bado, Kepala Desa Baji Mangai, Camat Mandai dan terakhir adalah 5 (lima) pejabat BPN Kab. Maros termasuk Kepala BPN Kab. Maros. Selain di Kab. Maros, LBH Makassar juga menemukan masalah dalam penentuan biaya kompensasi pembebasan lahan Bendungan Gilireng Kab. Wajo yang hingga saat ini belum mendapatkan penyelesaian, kasus pembangunan PLTA Seko di Kab. Luwu Utara yang menghilangkan hak-hak masyarakat adat Seko serta mengkriminalisasi 13 (tiga belas) orang masyarakat adat Seko. Tidak terlewat juga Edy menjelaskan mengenai konflik sosial dalam kawasan transmigrasi di Tanakeke, Kab. Takalar.
LBH Makassar menekankan kepada Dirjen Pengadaan Tanah maupun pihak penyelenggara pengadaan tanah agar tidak secara serampangan melakukan pembebasan lahan dan harus memperhatikan hak-hak masyarakat setempat. “Kami akan melakukan penguatan masyarakat untuk memastikan tindakan pelanggaran HAM tidak dengan mudah terjadi, dan melakukan pengkajian kelayakan dari aspek lingkungan, sosial maupun budaya”, ujar perwakilan LBH Makassar.[]
Comments
No comment yet.