Menjelang putusan kasus Yusniar, Koalisi Peduli Demokrasi (Kopidemo) Makassar mengadakan pemutaran Film Dokumenter Kasus Yusniar dirangkaikan dengan Diskusi “Membedah Wajah Demokrasi Indonesia” pada Sabtu, 18 Maret 2017 di Baruga Paralegal LBH Makassar, dengan dihadiri oleh sekitar 50 (lima puluh) orang dari kalangan aktivis mahasiswa, CSO dan Akademisi. Film Dokumenter berjudul “Menyeka Air Mata, Menerka Kata-Kata” dan berdurasi 12.45 menit tersebut memggambarkan latar belakang kasus, profil dan keseharian Yusniar, hingga proses peradilan kasus baik litigasi maupun non-litigasi. Walaupun terbilang berdurasi pendek, 12.45 menit, film tersebut menampilkan sejumlah momentum penting dalam perjalanan kasus Yusniar. Salah duanya; saat Yusniar meneteskan air mata sewaktu medengar Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda 1 Milyar, juga saat kembalinya Yusniar berkumpul dengan keluarganya setelah adanya penangguhan penahanan dimana sebelumnya ia telah ditahan selama 1 (satu) bulan.
Sulaeman dari Rumah Ide Makassar selaku sutradara mengungkapkan bahwa Kasus Yusniar tidak hanya menarik karena tersandung UU ITE tapi juga sisi kehidupan pribadinya. “Kami membuat film ini, bukan hanya karena terkait dengan UU ITE tapi juga sosok Yusniar yang merupakan seorang Ibu rumah tangga dan masayarakat miskin kota yang harus berjuang keras bertahan hidup, karena kehilangan sumber ekonominya dan tertekan secara psikis. Kami menilai Pada dasarnya Yusniar adalah Korban yang sesungguhnya yang harus kita bela.” ungkapnya menjelaskan latar belakang pembuatan film. Sulaeman menambahkan bahwa kasus ini menjadi pelajaran buat kita semua agar lebih berhati-hati menggunakan sosial media agar tidak dikriminalisasi.
Yusniar yang juga hadir dalam kegiatan tersebut memberikan testimoninya sembari menyampaikan terimakasih kepada semua orang yang terus memberi dukungan dan mendampinginya “Terimakasih buat semua orang yang sudah membantu saya. Saya tidak tau kalau ada dibilang UU ITE, saya menulis status itu cuma curhat karena rumahku dibongkar, tidak ada maksud menghina dan mencemarkan nama baik orang, dan saya berharap nanti saya dibebaskan.” Kata Yusniar yang hanya mengenyam pendidikan formal smpai kelas 5 Sekolah Dasar dengan nada terbata-bata berharap mendapat vonis bebas.
Setelah pemutaran Film kegiatan dilanjutkan dengan diskusi mengangkat Tema “Membedah Wajah Demokrasi”. Hadir sebagai Narasumber yakni: Fadly A. Natsif (Akademisi UIN), Alwy Rahman (Akademisi Unhas), dan Nurasiah (Aktivis Perempuan). Menanggapi kasus Yusniar Fadly A. Natsif berpendapat bahwa secara hukum Kusus Yusniar tidak memenuhi unsur penghinaan dan/atau pencemaran nama baik karena status facebook yang ditulis tidak menyebutkan nama seseorang, dan Yusniar tidak punya mensrea (niat jahat) ketika membuat status sehingga perbuatannya bukan tindak pidana.
Sejalan dengan itu, Alwy Rachman juga mengkritisi UU ITE, terutama keberadaan pasal 27 ayat (3) yang mana dapat merusak kebudayaan, karena memperdebatkan makna kata-kata dan selalu menjadikan masyarakat lapis bawah sebagai korbannya. Alwy Rachman menjadi saksi ahli bahasa dalam persidangan kasus Yusniar.
Nurasiah selaku pembicara ketiga membedah dari sisi perempuan. Menurutnya, perempuan dalam menanggapi persoalan berbeda dengan laki-laki. Jika laki-laki cenderung menggunakan kekuatan maka perempuan merespon persoalan mengunakan kata-kata, sehingga UU ITE akan lebih mudah mengkriminalisasi perempuan, sehingga seharusnya Yusniar mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi bias gender.
Salah seorang peserta kegiatan menanggapi diskusi tersebut dengan menyatakan keberadaan UU ITE yang sudah semestinya dicabut karena dalam implementasinya malah menjadi alat poltik elit guna membungkam dan mengkriminalisasi rakyat.
Diskusi ini diselingi dengan testimoni dari seorang peserta yang berasal dari Papua, yang juga selama ini mengalami kriminalisasi ketika menyuarakan pelanggaran HAM di Tanah Papua. Selain itu juga dibumbui dengan performa musik oleh Kedai Buku Jeny (KBJ), musikalisasi Puisi, dari perwakilan Pembebasan dan Pusi untuk Yusniar “Mendakwa Kata-Kata” yang ditulis dan dibacakan oleh Rusdin Tompo, Budayawan Makassar.
Kasus Yusniar masih dalam proses. Yusniar terancam tuntutan 5 (lima) bulan penjara. Persidangan akan dilanjutkan kembali pada Rabu, 22 Maret 2017 di Pengadilan Negeri Makassar dengan agenda Replik dari Penasehat Hukum. “Kasus Yusniar sudah menghampiri agenda putusan, untuk itu solidaritas dan dukungan kawan-kawan dalam mengawal proses persidangan dibutuhkan, agar Yusniar dapat divonis bebas.” Ungkap moderator menutup acara.
*Kopidemo (Koalisi Peduli Demokrasi) terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa; diantaranya: LBH Makassar, LBH Apik Makassar, YLBHM, KOMUNAL, KPRM, SP-AM, YASMIB, FMD-SGMK, PEMBEBASAN, BEM FAI UMI, LPMH-UH, KOHATI MAKTIM, KPJ-KB, LBH Pers Makassar, KontraS Sulawesi, SAFENET, PMII Rayon FAI UMI, GEMA DEMOKRASI, HI Makassar, PPR, ICJR, KPI Jeneponto, TANAHINDIE, Komunitas Literasi Makassar, PATTIRO JEKA, LKMP-UH, PPMI DK Makassar, IDENTITAS UH, LAW UH, FOSIS UMI, KPI Sulawesi Selatan, SEHATI, Rumah Ide, Kedai Buku Jenny
Comments
No comment yet.