Pada tanggal 27 September 2016, Mahasiswa Himpunan Ilmu Politik (Himapol) Universitas Hasanuddin (UNHAS) menggelar Diskusi di Pelataran Baruga Andi Pangerang Pettarani UNHAS. Diskusi dilakukan dalam rangka mengenang peristiwa Gerakan 30 September 1965. Diskusi menghadirkan narasumber; Edy Kurniawan Wahid (LBH Makassar), Nasrum (KontraS Sulawesi) dan Andy Armunanto, S.Ip., M.Si, sebagai representatif akademisi dan peneliti peristiwa 1965/1966.
“Dua Sisi Mata Sejarah 1965?” menjadi tema diskusi dengan tujuan meluruskan sejarah peristiwa 1965/1966, dan membangkitkan kembali memori kolektif akan pelanggaran HAM berat di masa lalu sekaligus upaya menghapus memori sesat yang terus direproduksi-siarkan oleh kelompok berwatak orde baru.
Dari hasil penelitiannya, Armunanto menyampaikan bahwa dalang dari peristiwa tersebut sudah terang yakni militer. Dengan kata lain PKI secara kelembagaan tidak terlibat Gerkan 30 September. Senada yang disampaikan Edy Kurniawan bahwa negara sesungguhnya menyadari bahwa PKI bukanlah pelaku, sehingga penyebutan peristiwa tersebut patut diubah dari G30S/PKI menjadi G30S. Akan tetapi, Negara hingga saat ini tidak memiliki keberanian untuk mengakui dan meminta maaf kepada korban dan keluarga korban. Armunanti menambahkan, kondisi tersebut berlatar kekhawatiran Negara akan terciptanya instabilitas politik bilamana pengakuan dan permintaan maaf dilakukan. Akibatnya, Negara cenderung mengambil jalan populis yakni melakukan [memaksa] rekonsiliasi walaupun bukan permintaan korban dan keluarga serta jauh dari keadilan substansi.
Sementara menurut pemaparan Nasrum, di Sulawesi Selatan terdapat banyak titik pelanggaran HAM berat dengan berbagai modus seperti pembunuhan massal, perbudakan, penyiksaan dan pekerjaan paksa. Yang paling massif terjadi di Moncongloe sebagai kamp pengasingan. Para tapol dipaksa kerja di perkebunan milik komadan, di perumahan TNI dan membangun infrastruktur jalanan, semua iu dilakukan tanpa upah.
Diskusi ini ditutup oleh pernyataan Armunanto bahwa demokrasi ini tidak akan pernah move on jika belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Sementara menurut Edy dan Nasrum, sudah saatnya Negara membuka mata, meluruskan sejarah dan harus melakukan pengungkapan fakta dan kebenaran sebelum melakukan rekonsiliasi.
Editor : David
Comments
No comment yet.