Categories
EKOSOB SIPOL slide

Gara – Gara Tanam Sayuran, 13 Petani Bonto Ganjeng Dikriminalisasi

“Bukan kami yang menyerobot, tapi pihak Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) yang menyerobot hak kami. Karena kami sudah bermukim dan menggarap tanah secara turun temurun sebelum Indonesia merdeka. Kami juga tidak tahu bagaimana ceritanya kampung kami dijadikan kawasan hutan,” Ujar Dg. Linrung salah satu pimpinan organisasi tani Bonto Ganjeng.  

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP.B/100/II/2017/SPKT Res. Gowa,  tertanggal 2 Februari 2017, sejumlah 13 (tiga belas) orang anggota Serikat Tani Bonto Ganjeng, Lingkungan Bulu Ballea, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kab. Gowa dilaporkan oleh Abdul Rahman Hamid Dg. Serang selaku pihak dari Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) atas dugaan melakukan tindak pidana penyerobotan dan perusakan secara bersama-sama di muka umum sesuai ketentuan Pasal 167 dan 170 KUHPidana. Mereka yang dilaporkan bernama Dg. Linrung (umur 72 tahun), Hamzah (umur 28 tahun), Minggu, Kahar, Sudirman C, Nurdin C, Muh. Yahya C, Halik, Rais, Nurdin, Bado, dan Samsul. Mereka dituduh telah melakukan penyerobotan terhadap perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan. Tidak hanya itu, mereka juga dituduh telah melakukan perusakan tanaman murbei milik PSKL dan juga dituduh merusak pagar kawasan. Untuk diketahui, tanaman murbei adalah makanan ulat sutra.

Saat ini status ke-13 petani tersebut diperiksa sebagai saksi/terlapor, dengan didampingi oleh 2 (dua) orang tim hukum LBH Makassar yakni Edy Kurniawan Wahid dan Ridwan. Meski masih berstatus saksi/terlapor, namun terdapat indikasi jika kasus ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan. Indikasi ini terlihat saat proses pemeriksaan berlangsung. Penyidik yang memeriksa terkesan memaksakan kehendak dengan merangkai pertanyaan berdasarkan hipotesis/teori yang menyudutkan posisi para petani yang dilaporkan tersebut. Di sisi lain, terlapor (Dg. Linrung) memberikan jawaban berdasarkan fakta yang ia alami.  Jawaban Dg Linrung, justru dibantah oleh penyidik dan kemudian mencurigai Dg. Linrung bahwa ia tidak memberikan keterangan yang sesungguhnya. Dari beberapa pertanyaan dan keterangan, seperti saat Dg. Linrung memberikan keterangan bahwa ia menanam sayuran di sela-sela tanaman murbei, namun dibantah oleh penyidik dengan membangun asumsi bahwa mustahil tanaman (sayuran) akan tumbuh di sela-sela tanaman murbei. Namun, Dg. Linrung menantang penyidik dengan mengatakan “jika tidak percaya maka silahkan bapak ke kebun saya lihat sendiri”.

kriminalisasi petani.01

Selanjutnya saat Dg. Linrung mengatakan bahwa ia hanya memangkas sebagian batang tanaman murbei dan menyisakan bagian batang bawah setinggi setengah meter . Bagian atas tanaman yang dipangkas kemudian dibuang dan saat ini sudah kering tidak dapat tumbuh, akan tetapi bagian bawahnya akan kembali mengeluarkan tunas dan tumbuh kembali. Akan tetapi, lagi-lagi penyidik membangun hipotesis bahwa tanaman murbei yang sudah dipangkas tidak dapat tumbuh kembali. Menanggapi hal tersebut, Dg. Linrung kembali menegaskan “jika bapak tidak percaya, silahkan lihat sendiri”. Atas hal tersebut, tim LBH Makassar yang mendampingi saat itu meminta kepada penyidik untuk memasukkan keterangan tambahan sesuai dengan fakta yang dialami oleh Dg. Linrung. Sampai saat ini, pihak Polres Gowa baru memeriksa 2 (dua) orang terlapor yakni Dg. Linrug dan Pak Yahya, masih ada 11 (sebelas) orang terlapor yang belum diperiksa.

kriminalisasi petani.02

Dasar Klaim Hak

Secara legal-formal, masyarakat/petani memang tidak memiliki dokumen surat kepemilikan, namun bukan berarti mereka tidak memiliki dasar hak untuk mengklaim tanah garapan mereka. Tanah tersebut pada awalnya milik orang tua dan nenek moyang mereka. Sedangkan pihak kehutanan (saat ini bernama PSKL) melalui proyek Sutra Alam hanya meminjam tanah mereka dengan perjanjian mereka tetap menggarap tanah mereka, namun tanamannya sesuai dengan permintaan proyek pihak Citra Alam. Selain itu, sebagai tawarannya mereka juga dipekerjakan sebagai buruh proyek seperti sopir mobil operasional dan satpam[1].

Namun setelah tanahnya diambil, Proyek Sutra Alam hanya memanfaatkan lahan tersebut selama kurang lebih 3 (tiga) tahun dan selama 30 (tiga puluh) tahun terakhir tanah tersebut telah ditelantarkan[2]. Sehingga masyarakat/petani kembali memanfaatkan tanah tersebut untuk tanaman sayuran dan holtikultura lainnya.[]

Penulis : Edy Kurniawan (PBH YLBHI-LBH Makassar)

[1] Menurut keterangan kepala dusun setempat dan beberapa warga lainnya.

[2] Menurut masyarakat setempat tanah tersebut tidak lagi dimanfaatkan sehingga menjadi semak belukar yang gersang.

Categories
SIPOL slide

Penggalian Fakta Kejanggalan Kematian, otopsi jenazah Agung dilakukan

Setelah kurang lebih 5 (lima) bulan penyidikan oleh Polda Sulawesi Selatan tidak menemui titik kejelasan atas penyebab kematian Agung Pranata, pihak kepolisian akhirnya mengambil langkah otopsi terhadap jenazah Agung Pranata (korban). Hal ini juga dilatarbelakangi dengan hasil visum oleh pihak Rumah Sakit Bhayangkara sebulan setelah meninggalnya korban, yang mana belum cukup bagi penyidik untuk menentukan penyebab kematian korban. Korban telah dikebumikan bulan Oktober 2016, dan sedari awal melaporkan kasus kematian korban, keluarga telah menyetujui dilakukannya otopsi.

Upaya Otopsi sempat mengalami 2 (dua) kali penundaan selama 2 (dua) minggu dari jadwal yang direncakanan, dikarenakan penyidik sedang tugas luar daerah. Setelah pihak penyidik Polda Sulsel berkoordinasi dengan Dokkes RS Bhayangkara sebagai mitra untuk melakukan otopsi, serta berkoordinasi dengan pihak keluarga, proses otopsi akhirnya dilaksanakan pada hari Kamis lalu, 2 Maret 2017, di Jl. Pa’borongan desa Tolo Barat, kec. Kelara, kab. Jeneponto, lokasi pemakaman korban, setelah sebelumnya. Selain pihak keluarga korban, proses ini dihadiri oleh pihak Polsek dan Polres Takalar, Babinsam dan sejumlah masyakarat sekitar lokasi. Sementara, tim Dokpol yang melakukan otopsi terdiri atas 3 (tiga) tim, Dokkes RS Bhayangkara yang diketuai oleh Dr Kompol Eko, Tim RS Unhas (Dr Sari dan Dr Heri), dan Tim RS Labuan Baji (Dr Dony).

Proses otopsi dengan menggunakan 3 (tiga) tim, dimana 1 tim dari pihak kepolisian (RS Bhayangkara) dan 2 (dua) tim lainnya dari rumah sakit swasta. Mekanisme 3 (tiga) tim ini dlakukan untuk menjaga independensi hasil dari otopsi, dimana setiap tim akan melaporkan sesuai hasil temuan masing-masing. Dari penjelasan Dr Kompol Eko, tugas Tim Dokpol RS Bhayangkara berakhir setelah hasil hasil otopsi oleh RS Bhayangkara dikirim ke Labfor Polri. Sementara Tim RS Unhas dan RS Labuan Baji melakukan proses pemeriksaan hasil otopsi di RS Unhas. Hasil pemeriksaan otopsi akan dikeluarkan setelah dua pemeriksaan baik dari Labfor Polri maupun RS Unhas telah dipadu. Hasil tersebut kemungkinan akan keluar sekitar 1 bulan setelah proses otoposi dilakukan.

otopsi.agung.01otopsi.agung.02otopsi.agung.04

Pihak keluarga korban berharap dengan adanya proses otopsi ini, penyebab kematian korban dapat diketahui dan segera dilimpahkan ke proses persidangan. Sementara LBH Makassar, selaku kuasa hukum korban, menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan penggalian fakta kematian korban. Terkait otopsi, dengan fakta yang ditemukan sudah semestinya pihak kepolisian tidak memiliki alasan lagi untuk tidak melanjutkan penanganan kasus kematian korban. Di sisi lain, LBH Makassar mendorong profesionalisme kepolisian dalam menangani kasus ini, sehingga tidak perlu ragu dan tidak tebang pilih, walau pelaku yang dilaporkan oleh keluarga korban adalah oknum polisi.

Agung Pranata ditangkap pada tanggal 28 September 2016, dini hari di rumahnya dengan tuduhan penggunaan narkotika. Dalam proses penangkapannya, Agung mengalami pemukulan berkali-kali dengan popor senjata. Pihak kepolisian pun tidak memberi informasi jelas mengenai keberadaan korban, sehingga paska ditangkap hingga esoknya (29/09/2016), pihak keluarga mendatangi sejumlah kantor polisi di kota Makassar (Polsek Panakkukang, Pos Polda Hertasning, Polsek Rappocini, dan Polsek Tamalate). Keluarga mendapati korban kemudian telah berada di RS Bhayangkara dalam kondisi tak sadarkan diri, penuh luka lebam disekujur tubuhnya, saraf telinga sudah tidak berfungsi, leher patah dan telah dibantu alat pernafasan. Agung Pranata meninggal pada Jumat, 30 September sekitar pukul 02.55 WITA di RS Bhayangkara. Di hari yang sama, pihak keluarga melaporkan kasus kematian tersebut ke Polrestabes Makassar namun tidak direspon. Tanggal 3 Oktober 2016, keluarga lalu melaporkan kasus tersebut ke Polda Sulawesi Selatan.[]

  otopsi.agung.03  otopsi.agung.05

Categories
SIPOL

Anak Disiksa Polisi, Orang Tua Mengadu Ke LBH Makassar

Meski Kepolisian telah memiliki intsrumen hukum dalam bentuk Peraturan Kapolri, yakni Perkap no. 8 tahun 2009 yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan tugas kepolisian yang bersuaian dnegan prinsip dan standard Hak Asasi Manusia (HAM) dengan adanya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Salah duanya adalah penghormatan atas Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi (Pasal 11 ayat (1) point b dan d).  Namun dalam fakta impelementasinya, tidak sedikit masyarakat mengadu sebagai korban penyiksaan oleh anggota Polisi. Tindak dan metode penyiksaan kerap digunakan saat proses interogasi guna mendapatkan (memaksa) pengakuan dari mereka yang dituduhkan melakukan tindak pidana. Baru-baru ini, Seorang ibu, warga Jl. Veteran Selatan, Makassar, mengadu ke LBH Makassar terkait anaknya yang ditangkap dan disiksa oleh anggota kepolisian.

Senin, 23 Mei 2016, dalam upaya permohonan bantuan hukum di LBH Makassar, si ibu menceritakan bahwa anaknya (RA), usia 25 tahun, ditangkap di Jl. Veteran Selatan di depan Bank BRI pada hari Kamis (19/Mei/2016) sekitar Pukul 20.30 Wita.  Saat itu RA sedang berkumpul dengan beberapa orang temannya, tak lama anggota polisi datang dan langsung menangkap mereka (6 orang termasuk RA) lalu dibawa ke Polsek Bontoala tanpa perlawanan. Awalnya Ibu RA mengira anaknya ditangkap karena minum-minuman keras di tempat umum.  Namun saat ditemui di Rutan Polsek Bintoala, RA didapati mengalami dua luka tembak kaki kanannya, dan sejumlah luka lebam di wajah dan bagian tubuhnya.

RA mengaku disiksa agar mengakui dirinya terlibat dalam kasus pembunuhan di Jl. Andalas, Makassar yang mengakibatkan Muh. Ali Imran (24) meninggal dunia pada Rabu (18/5/2016) dini hari. “kukira anakku ditangkap gara-gara minum-minum dengan teman-temannya, tapi ternyata dituduh melakukan pembunuhan, sementara itu malam kejadian di rumahji main PS dengan temannya dan tidur sampai pagi, tidak pernah keluar rumah.”  Terang Ibu RA saat mengadu di Kantor LBH Makassar.

Selain RA, temannya berinisial FR juga mengalami luka tembak di kakinya, sementara 4 lainnya yang telah dilepas karena tidak terkait dengan pemunuhan. Selain mengalami penyiksaan, Ibu RA menyampaikan bahwa  Polisi Polsek Bontoala tak pernah memberikan surat penangkapan dan penahanan atas anaknya, sehingga ia tidak mengetahui secara pasti tindak pidana yang dituduhkan kepada anaknya.

LBH Makassar merespon kasus dengan melakukan pendalaman perkara, diantaranya dengan melakukan investigasi mendalam serta mengambil langkah hukum yang dianggap perlu. Selain upaya hukum atas perkara ini, LBH Makassar mengecam dan mendesak agar adanya penindakan tegas bagi aparat kepolisian yang kerap melakukan tindak penyiksaan bagi masyarakat. RA adalah salah satu korban penyiksaan dari 3 (tiga) pengaduan atas tindak penyiksaan oleh anggota polisi, yang diterima oleh LBH Makassar sejak awal tahun 2016.

———————-

Perkap No. 8 tahun 2009, pasal 11 ayat (1) : “Setiap petugas/ anggota Polri dilarang melakukan : (a). Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; (b) penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; (d) penghukuman dan/ atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia..”

Categories
SIPOL slide

Ketidakpastian Keadilan atas terdakwa (korban penyiksaan dan kriminalisasi) Rusdian

kriminalisasi

Makassar 12 Mei 2016. Sidang Pembacaan Putusan Sela terhadap terdakwa Rusdian akhirnya ditunda oleh Majelis Hakim akibat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menghadirkan terdakwa ke pengadilan dengan alasan yang tidak wajar, karena lupa. Padahal, pada sidang sebelumnya, sidang pembacaan jawaban JPU (10 Mei 2016), telah mengagendakan sidang selanjutnya yakni 12 Mei 2016. JPU beralasan bahwa  sidang selanjutnya dilanjutkan minggu depan dan JPU penggati yang menggantikan JPU kasus tersebut pada saat persidangan sebelumnya tidak   menyampaikan tanggal sidang selanjutnya, sehingga saat penasehat hukum menkonfirmasi ke Panitra pengganti kasus tersebut mengatakan bahwa seharusnya JPU mengetahui jadwal sidang karena telah disampaikan dan karena tersangka tidak hadir maka panitra pengganti meminta agar menghubungi hakim ketua untuk meminta tanggapanya.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam, hakim ketua akhirnya dapat ditemui. Penasehat hukum terdakwa kemudian menjelaskan persoalan yang terjadi. Hakim ketua kasus menanyakan keberadaan JPU namun karena JPU tidak ada di Pengadilan Negeri Makassar terpaksa sidang ditunda dan diagendakan untuk dilakukan pada hari selasa, 17 Mei 2016 serta panitra diperintahkan untuk memberitahukan hal tersebut kepada JPU kasus tersebut.

Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi terdakwa karena harus mendekam lebih lama di dalam rumah tahanan makassar sehingga asas dalam peradilan yakni sederhana,cepat,dan biaya ringan tidak terwujud.

Pada sidang sebelumnya, yakni Pembacaan Jawaban JPU atas Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa, Rusdian, JPU menyangkal semua eksepsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak dapat diterima karena disusun berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang tidak sah dan cacat hukum. Disamping itu, penerapan pasal yang tidak sesuai dengan pasal yang diterapkan oleh JPU dan tidak sahnya perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh JPU.

Rusdian ditangkap oleh aparat kepolisian pada tanggal 23 Desember 2015, tahun lalu, dengan tuduhan pencurian telepon seluler (handphone). Dalam aksi penangkapannya, Rusdian mengalami sejumlah bentuk kekerasan, diantaranya ditangkap secara paksa dalam kondisi mata ditutup, dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh Rusdian (bukan markas kepolisian) dan ditembaki dibagian betis sebanyak 2 (dua) kali. Setelah mendapat perawatan di RS  Bhayangkara, Rusdian diinterogasi di Polrestabes Makassar dan dipaksa untuk mengaku sebagai pencuri hp. Selama interogasi tersebut Rusdian mengalami sejumlah bentuk penyiksaan. Karena tidak tahan disiksa, Rusdian terpaksa mengikuti kehendak penyidik untuk mengaku sebagai pencuri hp. Setelah interogasi tersebut, Rusdian dibawa dan ditahan dalam sel Polsek Manggala hingga sekarang. Selama penangkapan hingga penahanan terhadap Rusdian, pihak keluarga tidak mendapatkan surat penangkapan dan penahanan.[Haerul]

Categories
Berita Media

“Pemerintah Perlu Revisi UU Penerimaan Anggota Polri”

ilustrasi penjagaan polisi (INT)
ilustrasi penjagaan polisi (INT)

RAKYATKU.COM, MAKASSAR – Regulasi mengenai penerimaan anggota Kepolisian RI (Polri) perlu diubah. Sebab, beberapa oknum polisi dinilai belum bisa bertanggungjawab atas senjata yang digunakannya.

“Ini problem yang mendesak dan pemerintah perlu merevisi UU kepolisian tentang peneriman anggota kepolisian,” ujar Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz, Minggu (27/3/2016).

Beberapa peristiwa peluru menembus tubuh sipil menjadi dasar pernyataan Aziz. Sementara, kata dia, mereka yang menjadi korban penembakan belum tentu bisa dianggap sebagai pelaku pelanggaran hukum atau tindak kejahatan yang mengancam ketertiban umum.

Kejadian-kejadian itu berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Sejatinya, kata dia, permasalahan itu tidak dibiarkan saja.

“Baru dicurigai langsung di tembak mati dan ini sering terjadi. Bahkan tak jarang peluru menembus tubuh anggota polisi sendiri. Karena itu, saya katakan ini ancaman dan harus diatasi oleh pemerintah,” jelasnya.

Sejak awal penerimaan terhadap anggota kepolisian perlu diperketat, katanya. Untuk itu, regulasi penerimaan anggota polri, semestinya dievaluasi kembali.

“Saya berani mengatakan hal ini, karena polisi adalah aparatur sipil negara yang dipersanjatai, dan ini senajat rawan melukai mayarakat dan bahkan merenggut nyawa masyarakat yang belum tentu bersalah dan mengancam,” ucap Aziz.

“Harapan kami, kepolisian juga harus mengkui kelonggaran itu, dan perketat protap penggunaan senjata oleh personilnya.”

Penulis : Kris Tanjung
Editor : Andi Chaerul Fadli
Sumber : rakyatku.com

Categories
Berita Media SIPOL

Keluarga Laporkan Polisi Penembak Kahar ke Propam Polda Sulsel

Ardianto (30), adik kandung Kahar Daeng Parau usai melapor ke Propam Polda Sulsel atas dugaan kesalahan prosedur petugas Pam Obvit Polda Sulsel dalam penindakan di lapangan. | POJOKSULSEL - MUH FADLY
Ardianto (30), adik kandung Kahar Daeng Parau usai melapor ke Propam Polda Sulsel atas dugaan kesalahan prosedur petugas Pam Obvit Polda Sulsel dalam penindakan di lapangan. | POJOKSULSEL – MUH FADLY

POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Ardianto (30) adik kandung Kahar Daeng Parau (43), yang ditembak oleh petugas Pam Obvit Polda Sulsel di Kantor PT Kelola Jasa Artha, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengisian uang anjungan tunai mandiri (ATM) di Kompeks IDI, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar, telah melapor ke Propam Polda Sulsel, Sabtu (26/3/2016).
Ardianto mengatakan, pihaknya melapor ke Propam Polda Sulsel pada Pukul 14.00 Wita untuk memeriksa petugas Pam Obvit Polda Sulsel, terkait kode etik profesi.

Sebab, kuat dugaan petugas Pam Obvit Polda Sulsel melakukan kesalahan prosedur dalam penindakan di lapangan.

Setelah dari Propam, Ardianto ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Susel untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang petugas Pam Obvit Polda Sulsel yang menjadi pelaku penembakan Kahar.

“Tapi dari SPK saya diarahkan ke Polsekta Panakkukang untuk melapor, karena siapa tahu sudah ada laporannya masuk di Polsekta Panakkukang,” kata Ardianto, Sabtu (26/3/2016).

Namun, keluarga Kahar memutuskan untuk meminta bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Setelah itu, rencananya pada hari Senin (28/3/2016) pihaknya baru melapor kasus penembakan Kahar ke SPKT Panakkukang.

Diberitakan sebelumnya, Kahar Daeng Parau (43) ditembak petugas Pam Obvit Polda Sulsel di Kantor PT Kelola Jasa Artha, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengisian uang anjungan tunai mandiri (ATM) di Kompeks IDI, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar pada Jumat (25/3/2016) dini hari.

Kahar menderita luka tembak di bagian dada kiri tembus ke ketiak belakang, peluru juga mengenai bagian tengah dada kirinya dan perut sebelah kanan.

Kahar sempat dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Ia terpaksa dilarikan ke RSU Wahidin Sudirohusodo pada Jumat subuh sekitar pukul 03.55 Wita karena tidak sadarkan diri usai ditembak dengan senjata laras panjang semi otomatis jenis SS.1 V.2 kaliber 4 milimeter.

penulis : muh fadly
sumber : sulsel.pojoksatu.id

Categories
Berita Media SIPOL

LBH Desak Polisi Usut Kasus Bunuh Diri Napi di Lapas Makassar

TRIBUN-‎TIMUR.COM, MAKASSAR— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar meminta Kepolisian mengusut kasus meninggalnya seorang tahanan di ‎Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar, Rabu (27/1/2016) pagi.

“Pihak kepolisian harus lebih pro aktif menyikapi kematian tahanan dalam lapas. Kenapa sehingga tahanan ini bisa meninggal dunia‎, apakah benar gantung diri atau gimana,” kata Wakil Direktur LBH Makassar, Zulkifli.

Jika benar tahanan meninggal karena gantung diri, Zulkifli menduga disebabkan oleh kelalaian petugas Lapas dalam mengawasi dan mengontrol kondisi tahanan.

“Pihak Lapas bertanggung jawab atas insiden ini,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang Narapidana ditemukan tewas gantung diri di Lapas Kelas I Makassar, Rabu (27/1/2016). Ia diduga bunuh diri karena stres.

Menurut keterangan dari Kepala Lapas Kelas I Makassar, Tholib bahwa tahanan atas nama Rahmat (27) sempat curhat ke teman selnya. (*)

Penulis : Hasan Basri
Editor : Suryana Anas
Sumber : makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

LBH Minta Kapolda Sulselbar Punya Terobosan Atasi Geng Motor

azis-direktur-lbh-296x328

CELEBESONLINE (Makassar): Menanggapi maraknya kejahatan di jalanan yang meresahkan warga Kota Makassar, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Abdul Azis menyebut Kapolda Sulselbar yang baru ini harus punya terobosan. Terobosan itu setidaknya pada dua hal yakni terobosan pemeberian rasa aman bagi masyarakat dan terobosan kedua penegakan hukum yang tegas.

“Terobosan pemeberian rasa aman bagi masyarakat dengan pola deteksi dini, pemetaan daerah rawan, patroli, termasuk koordinasi dengan masyarakat dan pemerintah setempat. Kedua, penegakan hukum yang tegas yang menjadi prioritas utama,” kata Abdul Aziz.

Menurut Abdul Aziz, selama ini dinilai penuntasan persoalan keamanan di Kota Makassar masih terbilang tidak efektif. Ia berharap Kapolda Sulselbar yang baru dapat menekan angka kejahatan di jalan khususnya jambret yang meresahkan warga Kota Makassar.(*)

Reporter: zhizhi
Editor: Amir Pallawa Rukka
sumber: celebesonline.com

Categories
Berita Media

Koalisi Masyarakat Sulawesi Selatan: Reformasi Polri Mandek

TEMPO.CO , Makassar: Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Selatan mendorong advokasi reformasi Polri. Mereka berpendapat reformasi kepolisian belum berjalan maksimal. Koalisi menilai, diperlukan langkah konkret untuk membenahi persoalan itu.

Ketua Bidang Hak Politik dan Antikekerasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Fajar Akbar, mengatakan advokasi reformasi Polri dilakukan pihaknya bersama sejumlah organisasi lain, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sulawesi, Masyarakat Antikorupsi Sulawesi Selatan, Komunitas Sehati dan beberapa LSM lain.

Menurut Fajar, reformasi Polri terdiri tiga aspek yakni struktur, instrumen dan kultural. Khusus aspek terakhir, dinilainya tak berjalan baik. Hingga kini, Koalisi melihat polisi belum mampu melakukan pendekatan keamanan untuk kemanusiaan. “Reformasi Polri itu hendak mengubah citra polisi dari militeristik ke polisi sipil. Tapi, itu masih harus diperjuangkan,” ucapnya, Sabtu, 30 Mei 2015.

Sejauh ini, pihaknya telah menerima lima laporan pada posko pengaduan korban kriminalisasi atau kekerasan aparat yang dibuka sejak 5 Mei-10 Juni mendatang. Itu belum termasuk 18 kasus serupa yang mandek penanganannya rentang 2009-2015. Fajar menyebut dibukanya posko pengaduan korban kekerasan polisi mendapat respon positif dari masyarakat.

Khusus laporan masyarakat terbaru, antara lain, dugaan kriminalisasi atas penetapan tersangka Surya yang dibelit kasus pembunuhan mahasiswi, Wahyuni, di Pinrang, 19 Mei lalu. Dalam kasus itu, Surya dipaksa mengaku sebagai pembunuh korban bersama dua temannya, Aco dan Aldi. Karena menolak, aparat menembaknya empat kali. Informasi itu diperoleh dari keluarga Surya.

Juru bicara Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Hariadi, mengatakan dugaan pelanggaran yang dilakukan aparat dalam penanganan perkara pasti ditindaklanjuti bila memang mempunyai cukup bukti. Oknum polisi yang bertindak macam-macam, kata dia, bahkan dapat dikenai tiga sanksi, diantaranya disiplin, kode etik dan pidana.

[Tri Yari Kurniawan]
Sumber berita: nasional.tempo.co

Categories
Berita Media

Lagi-Lagi Kinerja Aparat Mendapat Sorotan

Sesi. Com, Makassar- Beberapa kasus kekerasan yang pernah dilakukan aparat kepolisian terhadap masyarakat sipil yang sampai saat ini belum menemukan titik terang, memunculkan tanggapan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Abd Azis, Direktur LBH Makassar menyatakan, posisi kepolisian perlu untuk dipertanyakan lebih jauh, apakah masih relevan berada di bawah naungan Presiden atau tidak. Sebab menurutnya, pengalaman dari beberapa kasus menyatakan bahwa kepolisian masih sangat rentan ditarik kewilayah politik, sehingga membuat aparat kepolisian tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat.

“Sebab bagaimana mungkin Polisi bisa berpihak ke masyarakat, jika mereka berpihak ke kekuasaan atau elit tertentu,” ungkap Direktur LBH Makassar, Abd Azis. Jumat (29/5).

Azis menambahkan, kasus kriminal dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang ditangani LBH Makassar sejak tahun 2009 hingga saat ini sebanyak 24 kasus dengan tahapan yang berbeda. Ada tahapan peroses penyidikan dan sudah ada tersangka namun hingga saat ini belum belum diperoses.

Saat ini, menurut Azis, LBH Makassar sementara fokus mengumpulkan dan menganalisis data yang nantinya akan diusulkan sebagai kerangka acuan untuk mereposisi Kepolisian di bawah naungan menteri dalam negeri.

Laporan: SAP
Editor: IQ
Sumber berita: seputarsulawesi.com