Categories
SIPOL slide

Penggalian Fakta Kejanggalan Kematian, otopsi jenazah Agung dilakukan

Setelah kurang lebih 5 (lima) bulan penyidikan oleh Polda Sulawesi Selatan tidak menemui titik kejelasan atas penyebab kematian Agung Pranata, pihak kepolisian akhirnya mengambil langkah otopsi terhadap jenazah Agung Pranata (korban). Hal ini juga dilatarbelakangi dengan hasil visum oleh pihak Rumah Sakit Bhayangkara sebulan setelah meninggalnya korban, yang mana belum cukup bagi penyidik untuk menentukan penyebab kematian korban. Korban telah dikebumikan bulan Oktober 2016, dan sedari awal melaporkan kasus kematian korban, keluarga telah menyetujui dilakukannya otopsi.

Upaya Otopsi sempat mengalami 2 (dua) kali penundaan selama 2 (dua) minggu dari jadwal yang direncakanan, dikarenakan penyidik sedang tugas luar daerah. Setelah pihak penyidik Polda Sulsel berkoordinasi dengan Dokkes RS Bhayangkara sebagai mitra untuk melakukan otopsi, serta berkoordinasi dengan pihak keluarga, proses otopsi akhirnya dilaksanakan pada hari Kamis lalu, 2 Maret 2017, di Jl. Pa’borongan desa Tolo Barat, kec. Kelara, kab. Jeneponto, lokasi pemakaman korban, setelah sebelumnya. Selain pihak keluarga korban, proses ini dihadiri oleh pihak Polsek dan Polres Takalar, Babinsam dan sejumlah masyakarat sekitar lokasi. Sementara, tim Dokpol yang melakukan otopsi terdiri atas 3 (tiga) tim, Dokkes RS Bhayangkara yang diketuai oleh Dr Kompol Eko, Tim RS Unhas (Dr Sari dan Dr Heri), dan Tim RS Labuan Baji (Dr Dony).

Proses otopsi dengan menggunakan 3 (tiga) tim, dimana 1 tim dari pihak kepolisian (RS Bhayangkara) dan 2 (dua) tim lainnya dari rumah sakit swasta. Mekanisme 3 (tiga) tim ini dlakukan untuk menjaga independensi hasil dari otopsi, dimana setiap tim akan melaporkan sesuai hasil temuan masing-masing. Dari penjelasan Dr Kompol Eko, tugas Tim Dokpol RS Bhayangkara berakhir setelah hasil hasil otopsi oleh RS Bhayangkara dikirim ke Labfor Polri. Sementara Tim RS Unhas dan RS Labuan Baji melakukan proses pemeriksaan hasil otopsi di RS Unhas. Hasil pemeriksaan otopsi akan dikeluarkan setelah dua pemeriksaan baik dari Labfor Polri maupun RS Unhas telah dipadu. Hasil tersebut kemungkinan akan keluar sekitar 1 bulan setelah proses otoposi dilakukan.

otopsi.agung.01otopsi.agung.02otopsi.agung.04

Pihak keluarga korban berharap dengan adanya proses otopsi ini, penyebab kematian korban dapat diketahui dan segera dilimpahkan ke proses persidangan. Sementara LBH Makassar, selaku kuasa hukum korban, menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan penggalian fakta kematian korban. Terkait otopsi, dengan fakta yang ditemukan sudah semestinya pihak kepolisian tidak memiliki alasan lagi untuk tidak melanjutkan penanganan kasus kematian korban. Di sisi lain, LBH Makassar mendorong profesionalisme kepolisian dalam menangani kasus ini, sehingga tidak perlu ragu dan tidak tebang pilih, walau pelaku yang dilaporkan oleh keluarga korban adalah oknum polisi.

Agung Pranata ditangkap pada tanggal 28 September 2016, dini hari di rumahnya dengan tuduhan penggunaan narkotika. Dalam proses penangkapannya, Agung mengalami pemukulan berkali-kali dengan popor senjata. Pihak kepolisian pun tidak memberi informasi jelas mengenai keberadaan korban, sehingga paska ditangkap hingga esoknya (29/09/2016), pihak keluarga mendatangi sejumlah kantor polisi di kota Makassar (Polsek Panakkukang, Pos Polda Hertasning, Polsek Rappocini, dan Polsek Tamalate). Keluarga mendapati korban kemudian telah berada di RS Bhayangkara dalam kondisi tak sadarkan diri, penuh luka lebam disekujur tubuhnya, saraf telinga sudah tidak berfungsi, leher patah dan telah dibantu alat pernafasan. Agung Pranata meninggal pada Jumat, 30 September sekitar pukul 02.55 WITA di RS Bhayangkara. Di hari yang sama, pihak keluarga melaporkan kasus kematian tersebut ke Polrestabes Makassar namun tidak direspon. Tanggal 3 Oktober 2016, keluarga lalu melaporkan kasus tersebut ke Polda Sulawesi Selatan.[]

  otopsi.agung.03  otopsi.agung.05