Categories
EKOSOB

Sidang kasus Reklamasi CPI – Sikap Majelis Hakim terhadap Permohonan PT Yasmin Bumi Asri sebagai TERGUGAT II Intervensi

Sikap Majelis Hakim terhadap permohonan PT

PTUN Makassar, 22 Maret 2016, sidang kasus Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda sikap Majelis Hakim terhadap permohonan PT. Yasmin Bumi Asri sebagai Tergugat II Intervensi. Pada sidang sebelumnya, pihak PT. Yasmin Bumi Asri telah mengajukan permohonan sebagai Tergugat II Intervensi. Setelah menerima permohonan dari PT. Yasmin Bumi Asri, maka Majelis Hakim membacakan sikapnya dalam PUTUSAN SELA. Dengan pertimbangan bahwa setiap orang yang berkepentingan memiliki hak untuk masuk baik sebagai pihak Tergugat Intervensi maupun bergabung dengan pihak Tergugat. Dalam putusannya, Majelis Hakim menerima permohonan PT. Yasmin Bumi Asri untuk menjadi pihak Tergugat II Intervensi.

Pada sidang kali ini, turut hadir pihak penghubung Komisi Yudisial R.I. untuk melakukan pemantauan sidang. Karena sebelumnya WALHI Sulawesi Selatan telah melakukan pengaduan melalui kantor penghubung Komisi Yudisial R.I. di Makassar. Rusman Mejang sebagai koordinator Penghubung Komisi Yudisial R.I. yang hadir pada persidangan tersebut menyampaiakan bahwa pihaknya akan mengawal sidang reklamasi hingga selesai, karena kasus ini merupakan kasus yang menjadi sorotan publik.

Categories
EKOSOB slide

Sidang Kasus Reklamasi CPI – Pembacaan Jawaban Tergugat

Pembacaan Jawaban Tergugat

PTUN Makassar, 15 Maret 2016, sidang kasus Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda Pembacaan Jawaban Tergugat. Sidang ini hanya dihadiri oleh seorang anggota Majelis Hakim, sedangkan dua orang Majelis Hakim lainnya salah satunya adalah Ketua Majelis berhalangan untuk hadir. Anggota majelis tersebut mengambil inisiatif untuk membuka sidang dengan meminta persetujuan terlebih dahulu kepada masing-masing para pihak. Setelah dimintai pertimbangan, pihak Penggugat maupun Tergugat bersepakat untuk membuka sidang meskipun hanya dipimpin oleh seorang anggota Majelis Hakim.

Usai palu diketuk menandakan dimulainya persidangan, Majelis Hakim langsung meminta Nota Eksepsi/Jawaban pihak Tergugat. Pihak Tergugat kemudian menyerahkan Nota Eksepsinya kepada Majelis Hakim dan pihak Penggugat. Selanjutnya, Majelis Hakim menanyakan kepada Tegugat, apakah mau dibacakan dimuka persidangan atau dianggap dibacakan. Kuasa Tergugat memilih dianggap dibacakan. Maka sidang dengan agenda pembacaan jawaban Tergugat ditutup oleh Majelis Hakim.

Sebelum persidangan ditutup, PT. Yasmin Bumi Asri melalui kuasanya telah menyetor perbaikan surat kuasa dan permohonan untuk masuk sebagai pihak TERGUGAT II Intervensi. Minggu depan diagendakan dengan sidang sikap Majelis Hakim terhadap permohonan PT. Yasmin Bumi Asri sebagai pihak Tergugat intervensi II.

Categories
EKOSOB

Gugatan Reklamasi Siap Digelar Secara Terbuka

Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melalui kuasa hukum LBH Makassar melayangkan gugatan atas sejumlah proyek reklamasi pesisir pantai Makassar sejak tanggal 4 Januari 2016 lalu dengan Gubernur Provinsi Sulawesi  Selatan selaku pihak Tergugat . Setelah melalui proses panjang, termasuk proses pemeriksaan dismissal sebanyak 4 (empat) kali akhirnya gugatan tersebut dinyatakan diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar pada Selasa, 1 Maret 2016. Ini merupakan angin segar dalam upaya perjuangan Yayasan WALHI, LBH Makassar, serta Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar menolak segala bentuk perusakan lingkungan yang berdampak pada terabaikannya hak-hak rakyat atas ruang hidupnya, lingkungan yang sehat, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak termasuk hak-hak perempuan dan anak dalam pendidikan.

Gugatan yang diajukan terhadap Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan ini mengenai 2 (dua) objek gugatan yakni Surat Izin Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 644 /6272 / Tarkim tentang Izin Lokasi Reklamasi pada Kawasan Pusat Bisnis Terpadu Indonesia di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Kawasan Strategis Provinsi, atas nama PT. Yasmin Bumi Asri tertanggal 1 November 2013 dan Surat Izin Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor : 644/6273/Tarkim tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi pada Kawasan Pusat Bisnis Terpadu Indonesia di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Kawasan Strategis Provinsi, atas nama PT. Yasmin Bumi Asri tertanggal 1 November 2013. Surat Izin Reklamasi yang digugat selain dinilai cacat secara prosedural dan konsideran, LBH Makassar juga memasukkan unsur kepentingan mendesak lingkungan hidup dalam gugatannya agar reklamasi di Kota Makassar segera dihentikan melalui pembatalan 2 (dua) Surat Izin Reklamasi tersebut di atas. Adapun yang dimaksud dengan kepentingan mendesak dari Lingkungan Hidup antara lain bahwa reklamasi menyebabkan perubahan fisik bentang alam dan lingkungan, menghilangkan ekosistem pesisir dan laut, serta meningkatkan potensi banjir dan genangan.

Aksi menolak reklamasi di pesisir Pantai Makassar sebenarnya bukanlah hal baru dilakukan oleh masyarakat bersama aktifis-aktifis yang konsern dan peduli pada kelangsungan lingkungan hidup. Reklamasi pesisir Pantai Makassar telah menuai penolakan sejak era 90-an pada saat proyek Pantai Losari dialokasikan untuk keperluan bisnis hingga menghilangkan ikon restoran terpanjang Kota Makassar dan semakin gencar di awal tahun 2003 hingga sekarang. Namun itikad baik Pemerintah Daerah belum terlihat dalam upaya mempertahankan kelangsungan lingkungan hidup. Penerapan Pasal 33 ayat (3) dalam hal pengelolaan Sumber Daya Alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sama sekali diabaikan dengan semakin leluasanya izin reklamasi untuk kepentingan bisnis mengatasnamakan pembangunan.

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan atas Perizinan Reklamasi Pesisir Makassar Terus Bergulir

Hari ini, 25 Februari 2015, sidang pemeriksaan pendahuluan (dismissal process) terkait SK Gubernur Sulawesi Selatan atas Perizinan Reklamasi untuk Pembangunan Centre Point of Indonesia (CPI) di Pantai Losari, Makassar kembali dilaksanakan di PTUN Makassar. Sidang ini adalah ke-empat kalinya sejak dimulai pada 11 Februari 2016 lalu, dimana penggugat adalah Aliansi Selamatkan Pesisir #Makassar Tolak Reklamasi, tergugat adalah Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, selaku pemberi izin reklamasi. Sementara Majelis Hakim diketuai langsung oleh Hakim Ketua PTUN Makassar.

Pada persidangan pemeriksaan pendahuluan ini, pihak penggugat dan tergugat diberi kesempatan untuk melengkapkan seluruh administrasi terkait perkara, diantaranya adalah surat kuasa dan perihal lain terkait substansi gugatan. Hadir kuasa hukum dari Aliansi Selamatkan Pesisir adalah Abdul Azis, SH., Zulkifli Hasanuddin, SH., dan Edy Kurniawan, SH.

Persidangan ini bersifat tertutup untuk publik dan umumnya dilaksanakan maksimal sebanyak 4 (empat) kali persidangan, kemudian dilanjukan dengan persidangan terbuka yang mana sekiranya akan dilaksanakan pada awal Maret nanti. Tahapan awal untuk persidangan terbuka nantinya adalah pihak tergugat, Gubernur Sulsel melalui kuasa hukumnya akan menjawab gugatan dari penggugat. Pada Sidang gugatan ini, besar harapan agar Komisi Yudisial turut hadir dan melakukan pemantauan kinerja hakim serta dapat menjaga agar persidangan berjalan dengan adil (fair trial).

Sejumlah kejanggalan terjadi atas keluarnya perizinan lokasi dan pelaksanaan pembangunan Centre Point of Indonesia oleh Gubernur Sulawesi Selatan, dimana tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-undang, diantaranya tidak pernah diumumkan permohonan dan keputusan izin lingkungan yang baik berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang RPPLH. Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) pun tidak pernah diumumkan kepada publik, tidak adanya konsultasi publik yang melibatkan masyarakat.(lihat konferensi pers: Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar : Gugatan Hukum ASP terhadap Izin Pelaksanaan Reklamasi Centre Point of Indonesia)

Tahun 2014 – 2015, masyarakat Makassar melakukan penolakan atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar yang memberi ruang reklamasi pesisir Makassar bagi sejumlah perusahaan swasta. Agenda-agenda tersebut nyatanya tidak berdampak apa-apa bagi masyarakat yang selama ini hidup di sekitar pesisir kota Makassar. Bahkan, dapat berdampak buruk secara langsung bagi kehidupan sosial-ekonomi bagi mereka terutama atas tempat tinggal dan hilangnya mata pencaharian. Masyarakat pesisir Makassar telah lama menumpu hidupnya sebagai nelayan. Tidak hanya itu, reklamasi ini juga dapat berdampak negatif pada keberlangsungan ekologi pantai. Selain itu, masyarakat secara umum akan kehilangan ruang publik bilamana pembanguan atas agenda reklamasi ini terjadi.

Categories
Berita Media EKOSOB

Walhi Gugat Izin Reklamasi Pantai Barat Makassar

Pembangunan proyek Central Point of Indonesia (CPI) dilihat dari Pantai Losari, Makassar, Selasa, 20 Oktober 2015. Kawasan dengan luas total 600 hektar ini direncanakan akan dibangun pusat bisnis dan pemerintahan, kawasan hiburan, hotel hotel kelas dunia yang dilengkapi dengan lapangan golf dengan view ke laut lepas. TEMPO/Iqbal Lubis

TEMPO.CO, Makassar – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bersama Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar tengah mengupayakan gugatan administratif kepada Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, yang memberikan izin reklamasi di kawasan Centre Point of Indonesia di pantai barat Makassar. Walhi dan Aliansi berharap Pengadilan Tata Usaha Negara bisa membatalkan Surat Keputusan Gubernur kepada perusahaan swasta pelaku reklamasi, karena dianggap telah diterbitkan tanpa sesuai prosedur yang berlaku.

Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Daerah Sulsel, Muhammad Al Amin mengatakan, pihaknya telah memasukkan berkas gugatan di PTUN Makassar sejak Jumat, 29 Januari lalu. Walhi menggugat setelah memastikan Pemprov telah mengeluarkan izin yang diduga cacat prosedural.

“Kenapa kami baru menggugat? Karena selama tiga tahun ini kami belum menemukan adanya perizinan reklamasi dari Pemprov. Izin baru terbit akhir tahun 2015,” kata Amin lewat telepon, Selasa 2 Februari 2016.

Amin mengungkapkan bahwa pokok gugatan di PTUN adalah Surat Izin Gubernur tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi bernomor 644/6273/TARKIM tahun 2015. Dalam SK itu, Gubernur Syahrul Yasin Limpo memberikan izin proyek reklamasi seluas 157 hektar di kawasan CPI. Lahan seluas 57 hektar akan diserahkan kepada Pemprov untuk pembangunan Wisma Negara. Sedangkan sekitar 100 hektar sisanya akan dikuasai oleh swasta, dalam hal ini Ciputra Surya TBK untuk kepentingan perhotelan, bisnis, dan pemukiman mewah.

Amin menegaskan, kegiatan reklamasi di wilayah pesisir harus diatur dalam Peraturan Daerah tentang zonasi wilayah pesisir. Dilakukan berdasarkan izin Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri nomor 17 tahun 2013 tentang pedoman perizinan reklamasi. Karena wilayah pesisir Makassar termasuk Kawasan Strategis Nasional, pembangunan dan pengembangannya harus mendapatkan akses legal dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Walhi bersama Aliansi yang menggelar investigasi, menemukan tidak ada satu pun permohonan dan keputusan izin lingkungan terkait kegiatan reklamasi di kawasan CPI. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan itu juga tidak pernah diumumkan kepada publik. “Dengan demikian, izin yang diberikan itu tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan Undang-undang. Semestinya dilakukan peninjauan ulang atas izin itu,” kata Amin.

Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar yang sering melakukan perlawanan atas kegiatan reklamasi terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Di antaranya LBH Makassar, ACC, FIK Ornop, Blue Forest, JURnal Celebes, Kontras dan beberapa lainnya. Direktur LBH Makassar, Abdul Azis mengatakan, pada dasarnya anggota aliansi menilai pelaksanaan reklamasi di Makassar cacat hukum.

Aziz mengungkapkan, Aliansi menyatakan sejumlah sikap terhadap Pemprov. Yang utama, menghentikan pemberian izin pembangunan di pesisir sebelum ada peraturan zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil. Juga penegakan hukum atas aktivitas reklamasi yang sedang berjalan. “Kami juga mendesak pemulihan lingkungan pesisir juga mendukung moratorium reklamasi pesisir.”

Penulis : Aan Pranata
Sumber : nasional.tempo.co

Categories
Berita Media EKOSOB

Makassar bylaw on reclamation endorsed despite protests

The legislative council of Makassar, South Sulawesi, on Friday approved the 2015 to 2035 city bylaw on spatial planning, despite protests from a number of non-governmental organizations (NGOs).

The NGOs objected to the bylaw, which allowed the city administration to reclaim the coastal area around Losari Beach, Makassar, saying that it would further damage the environment and harm local people.

The executive director of the Indonesian Forum for the Environment’s (Walhi) South Sulawesi branch, Asmar Exwar, said reclamation would damage the ecosystem of the coastal area, including mangroves and coral, important for the growth of sea biota.

The local community, especially fishermen, according to Asmar, would also suffer from losing places to catch fish and scallops, which had been their main source of income.

“That is why we are against the endorsement of the bylaw,” Asmar said.

During the plenary session to approve the bylaw at the city legislative council building on Friday, which was also attended by Makassar Deputy Mayor Syamsu Rizal, dozens of environmental activists and coastal people staged a rally and demanded the council cancel their approval of the bylaw.

Separately, the city council’s speaker Farouk said that the deliberation on the draft bylaw was tough and took four years to complete.

Some councilors, he said, did not agree with the reclamation, but after long deliberations the bylaw was finally approved.

“We agreed on the reclamation and on putting it in the bylaw with 13 conditions that had to be fulfilled,” said Basdir, a Democratic Party councilor who was previously against the bylaw.

He said that among the conditions were requirements to pay attention to ecological, social and economical impacts, to thoroughly complete the licenses and to publicize the development plan design, as well as to spare 30 percent of the area as a public open green space and reserve 20
percent for the private sector.

Other conditions include a requirement that the reclaimed area does not directly border land.

Meanwhile, the chairman of the council’s special committee for the deliberation of the bylaw, Abdul Wahab Tahir, said that all the processes to have the bylaw approved had been undertaken.

“The planned reclamation will not damage the environment. In fact, it will save the city’s damaged coastal area,” said Wahab, adding that the reclamation was an environmental-based mitigation designed by the city administration.

Makassar Mayor Mohammad Ramdhan Pomanto said that the planned reclamation was prepared following a thorough study of the condition of the area conducted with the involvement of academics.

“The reclamation will in fact save the coastal environment that is currently facing a threat of damage from climate change and a high sedimentation rate,” the mayor said.

The fate of local community, Ramdhan said, would also be recognized. With reclamation, he said, the people’s welfare would be even better as more job opportunities would be available.

The area to be reclaimed amounted to some 4,000 hectares, expanding from the south to the north of Losari Beach, spanning for some 35 kilometers in length.

A Center Point of Indonesia (CPI) and a new port would be developed in the reclaimed area. The ground-breaking ceremony for the development of these facilities was conducted recently by President Joko “Jokowi” Widodo.

Previously, the Makassar Legal Aid Institute (LBH) said it would take legal steps if the draft bylaw for spatial planning that allowed the controversial reclamation plan was approved by the city’s legislative council

“We have designed the legal step we will take,” LBH Makassar’s spokesperson Zulkifli Hasanuddin, said.

penulis : Andi Hajramurni
sumber : thejakartapost.com

Categories
Opini

Hak Atas Kota

Proyek reklamasi wilayah pesisir untuk kepentingan pembangunan Centre Point of Indonesia dan rencana swastanisasi PD Parkir Makassar Raya adalah 2 model pembangunan yang gagal mengidentifikasi kebutuhan warga kota. Dua program pembangunan ini sama sekali bukan untuk kepentingan/kebutuhan warga.

(Tulisan ini sebelumnya dimuat di harian Tribun Timur edisi Kamis, 11 Juni 2015)

Hak-Atas-Kota

Download PDF

Categories
EKOSOB

Tim Konsultan Ranperda RTRW Makassar Dikecam

IMG_20150522_082721MAKASSAR – Untuk kedua kalinya Rapat Dengar Pendapat (RDP) Ranperda RTRW Makassar dilakukan dengan melibatkan CSO dan akademisi pemerhati Tata Ruang. RDP II ini dihadiri oleh puluhan CSO, Organisasi Mahasiswa, Komunitas Masyarakat Pesisir Korban Reklamasi, yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar. Selain itu, hadir pula para Guru Besar dari Universitas Bosowa ‘45, UNHAS dan UIN yang masing-masing memiliki disiplin ilmu di bidang Planologi, Tata Ruang dan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Sementara yang mewakili pihak eksekutif adalah Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Ruang, Dinas Pendapatan Daerah, BAPPEDA dan Dinas Kelautan-Perikanan. Pertemuan kali untuk mendengarkan jawaban eksekutif selaku pihak yang menginisiasi Ranperda RTRW Kota Makassar, serta Pemaparan Konsultan RTRW dalam menjawab kritikan dan pertanyaan dari Akademisi dan Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar.

Pada pertemuan kali ini, semua pihak yang hadir mengungkapkan kekecewaan kepada tim konsultan RTRW Makassar. Pemaparan tim konsultan tidak satupun dianggap mampu menjawab pertanyaan yang diajukan pada RDP sebelumnya. Salah satu anggota Pansus mengungkapkan bahwa tim konsultan RTRW tidak akomodatif, tidak serius dan terkesan tutup telinga atas masukan penting dari pihak-pihak pemangku kepentingan. Padahal, RTRW ini menyangkut hajat hidup orang banyak yang akan dirasakan 15 tahun ke depan. Jika salah memutuskan, maka akan sangat merugikan masyarakat luas dan yang paling menanggung beban moral maupun politik adalah anggota Pansus karena akan mendapat sorotan tajam dari semua pihak. Terkait Reklamasi, Pansus menegaskan bahwa aktivitas tersebut hanya akan menguntungkan kelompok kapitalis dan menghilangkan wajah Makassar sesungguhnya.

Secara terpisah, ketua Pansus Wahab Tahir yang memimpin jalannya RDP memperingatkan  konsultan RTRW dan Eksekutif agar tidak main-main dalam menyusun Ranperda RTRW. Lebih lanjut ia menghimbau agar menampung masukan semua pihak dan menjadikannya sebagai pertimbangan utama. Lebih tegas ia mengungkapkan tidak akan segan-segan menahan, dan bahkan menolak pengesahan Ranperda RTRW jika Konsultan tetap tutup telinga dan tidak mengakomodir masukan para pihak yang pro kepentingan rakyat. Anggota DPRD Makassar sampai saat ini masih memiliki integritas, dan tidak terpengaruh oleh godaan apapun, ungkap ketua Pansus yang juga merupakan eks. Aktivis Mahasiswa itu. Untuk itu, ia meminta kepada eksekutif yang hadir dan anggota tim Konsultan agar pada RDP selanjutnya dapat dihadirkan ketua tim konsultan Ranperda RTRW untuk memaparkan secara langsung.

Beberapa Guru besar dan akademisi pun turut menyayangkan sikap Konsultan dan eksekutif yang pasif menanggapi masukan dan pertanyaan dalam RDP. Berkali-kali mereka memberikan masukan strategis kepada tim Konsultan, akan tetapi sampai sekarang tidak diakomodir. Adapun perubahan naskah Ranperda RTRW hanya sampul depan saja, sedangkan secara substansi tidak ada yang berubah. Salah satu akademisi dari Universitas Bosowa mengungkapkan kejenuhannya dalam RDP, karena mereka dianggap hanya angin lewat. Menurutnya, dalam RTRW peruntukan Reklamasi tidak jelas dan setengah-setengah, apakah sebagai kawasan konservasi ataukah bisnis.

Sementara, Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) tetap pada pandangan umum yang disampaikan dalam RDP sebelumnya, yaitu menolak alokasi Reklamasi dalam Ranperda RTRW Makassar.[Edy Kurniawan]

Categories
EKOSOB

Aliansi Selamatkan Pesisir Konsolidasikan Masyarakat Mariso Tolak Reklamasi

IMG_20150519_122504MAKASSAR – Sebanyak 400 (empat ratus) orang masyarakat pesisir di Kec. Mariso, Kota Makassar mengalami dampak aktivitas Reklamasi, sebagian besar diantara mereka adalah perempuan. Masyarakat yang dahulu memiliki mata pencaharian sebagai Nelayan dan pencari kerang, kini tak bisa lagi melakukan aktivitas mereka. Akses atas sumber-sumber penghidupan mereka dirampas atas nama pembangunan berlabel Reklamasi. Tidak hanya itu, tercatat sebanyak 23 Kepala Keluarga menjadi korban, rumah mereka dirusak oleh aparat gabungan TNI AL dan Satpol PP.

Menurut keterangan seorang warga, penggusuran tersebut berdasarkan surat pemerintah kota Makassar dengan dalih bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hijau. Belakangan diketahui, ternyata wilayah kelola warga dijadikan lokasi Reklamasi dimana pengelolaannya dilakukan oleh penguasa modal bernama Hj. Najamiah. Masyarakat yang protes mendapat intimidasi dan terror, bahkan beberapa diantara mereka mengalami penganiayaan dari belasan preman bayaran dan satu orang diketahui merupakan anggota TNI yang masih aktif.

Saat ini masyarakat pesisir tinggal di rumah keluarga terdekat dan sebagian dari mereka yang tidak memiliki keluarga terpaksa tinggal di kamar kontrakan dengan fasilitas seadanya. Sampai sekarang masyarakat tidak pernah mendapat ganti rugi atas penggusuran dan perampasan hak-hak dasar mereka. Pekerjaan mereka terpaksa berubah, yang awalnya Nelayan dan Pencari Kerang, kini menjadi buruh harian lepas, beberapa diantara mereka bahkan belum mendapat pekerjaan sama sekali.

Pada hari Minggu, 17 Mei 2015 lalu, LBH Makassar bersama WALHI Sul-sel, Front Mahasiswa Nasional, Front Perjuangan Rakyat Sulsel, Forum Kajian Issu Strategis UMI, beserta organisasi Mahasiswa lainnya melakukan konsolidasi bersama masyarakat pesisir di Kec. Mariso daerah Pannambungan. Puluhan perwakilan masyarakat pesisir sangat antusias mengikuti jalannya pertemuan yang dilaksanakan di rumah salah seorang warga yang juga Purnawirawan bernama pak Gultom.

Pada awalnya, LBH Makassar meminta kepada Masyarakat untuk melakukan pertemuan langsung di wilayah kelola warga, akan tetapi di setiap pinggiran wilayah tersebut sudah berdiri beton-beton yang dengan rapat menutupi bau busuk Reklamasi. Namun, baunya tetap saja menyengat sampai-sampai setiap orang yang mencium baunya menjadi marah dan muak.

Satu persatu warga berdatangan hingga ruang tamu menjadi sesak dipadati puluhan warga yang nampak penuh semangat berapi-api untuk berjuang merebut kembali hak-hak dasar mereka yang dirampas oleh Pemerintah Kota dan Penguasa Modal. Kedatangan LBH Makassar dan organisasi Mahasiswa menjadi pemantik dalam mengembalikan semangat perjuangan Masyarakat Pesisir ini. Sebab, masyarakat pesisir sampai saat ini belum mendapatkan hidup layak di tengah gembar-gembor program pembangunan oleh pemerintah, bahkan mereka kerap kali mendapatkan intimidasi dan teror dari alat-alat represi negara.

Dalam pertemuan tersebut, beberapa hal yang menjadi rekomendasi bersama, diantaranya membangun penguatan simpul masyarakat pesisir yang terkena dampak Reklamasi di titik kecamatan, mendorong konsoldasi Gerakan Tolak Reklamasi di setiap kampus untuk melakukan kampanya dan agitasi secara massif, membuat Petisi warga pesisir Makassar terkait penolakan Reklamasi.[Edy Kurniawan]

Categories
Berita Media

LBH Makassar minta reklamasi dikeluarkan dari RTRW

Makassar (ANTARA Sulsel) – Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum Zulkifli Hasanuddin meminta kepada panitia khusus DPRD Makassar agar mengeluarkan poin tentang reklamasi dari draf peraturan daerah Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota ini.

“Ranperda ini sudah dibahas sejak tahun 2011 tetapi hingga periode anggota dewan berlalu, Ranperda ini masih tetap menjadi pekerjaan rumah untuk anggota dewan saat ini. Bahkan, sampai hari ini pun masih bermasalah poin tentang reklamasi itu,” ujarnya di DPRD Makassar, Jumat.

Dia mengatakan, reklamasi yang direncanakan Pemerintah Kota dianggap tidak mewakili kepentingan masyarakat luas dan hanya menguntungkan kalangan tertentu saja.

Menurut dia, kebutuhan reklamasi di Makassar belum terlalu mendesak, sehingga bisa dimasukkan pada revisi RTRW selanjutnya jika memang sudah mendesak.

Zulkifli menjelaskan bahwa penetapan Kawasan Strategis Reklamasi (KSR) hanya mempertimbangkan kepentingan perusahaan besar saja dan cenderung mengabaikan masyarakat.

“Perusahaan dengan dana besar nantinya bebas mendirikan bangunan komersial di atas lahan reklamasi. Sedangkan masyarakat, khususnya di kawasan pesisir, tertutupi aksesnya. Ini kah yang disebut keadilan, kesejahteraan,” katanya.

Menurut dia, menyertakan poin reklamasi pada RTRW juga disebut akan menghalalkan perbuatan perusahaan yang sudah lebih dulu menimbun di sepanjang pesisir Makassar.

Padahal, sampai sekarang, Zulkifli mengatakan, semua penimbunan pantai di Makassar adalah perbuatan ilegal. Sebab belum ada RTRW yang mengatur hal itu.

“Jika sekarang dicantumkan, maka sama saja dengan menyetujui kepentingan mereka,” ujarnya.

Sementara itu, akademisi Perencana Wilayah (Planologi) Universitas Bosowa 45 Makassar, Syafri juga mengeluhkan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Makassar yang mengabaikan usulan masyarakat.

“Kita diundang untuk mengikuti rapat pembahasan Ranperda RTRW ini dan draft yang dibagikan itu sama saja dengan draft sebelum-sebelumnya yang kita terima, tidak ada perubahan,” ujarnya.

Dia mengatakan, dirinya bersama para akademisi lainnya dari berbagai perguruan tinggi di Makassar serta para lembaga swadaya masyarakat (LSM) sengaja dilibatkan dalam pembahasan Ranperda RTRW tersebut.

Pansus RTRW menginginkan rancangan yang akan disahkan ini berkualitas tanpa harus mengabaikan masyarakat lainnya khususnya pada masyarakat pesisir yang masuk dalam zonasi reklamasi.

“Naskah itu persis dengan yang kita dapatkan pada rapat sebelumnya pekan lalu. Padahal, ada sejumlah usulan masyarakat yang dijanjikan akan ditampung sebagai bagian revisi. Tapi tidak ada itu,” katanya.

Ia berharap tim penyusun naskah beritikad baik untuk memberi ruang terhadap usulan masyarakat yang akan terkena langsung dampak ranperda setelah disahkan sebagai produk hukum.

“Jangan sampai ranperda ini hanya mengakomodir kepentingan pihak tertentu, sedangkan suara masyarakat diabaikan. Jangan jadikan kita sebagai penonton saja,” tuturnya.

Syafri mengatakan, pada rapat pekan lalu sejumlah elemen masyarakat yang terdiri dari akademisi, lembaga swadaya masyarakat serta aktivis mahasiswa menyampaikan pandangannya tentang isi ranperda RTRW.

Ia menyebutkan, terdapat beberapa usulan penting, antara lain pemenuhan ruang terbuka hijau, penataan wilayah pesisir, serta perbaikan sistem transportasi publik. Adapun Dewan telah meminta konsultan untuk menambahkan poin-poin tersebut segera sebagai penyempurnaan naskah ranperda.

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Daniel
Sumber berita: makassar.antaranews.com