Categories
EKOSOB slide

Komnas HAM Lakukan Investigasi Dugaan Pelanggaran Ham atas Reklamasi Centre Point of Indonesia

Dsikusi bersama KOMNAS HAM R

Makassar, 23 Juni 2016. Belakangan ini, pembangunan yang secara massif mulai mengarah ke wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil. Berbagai rupa alasan, seperti padatnya wilayah perkotaan, sehingga kebijakan reklamasi dianggap sebagai kebutuhan bersama untuk menambah ruang baru perkotaan. Namun, realitas yang terjadi, reklamasi malah kerap hanya untuk kepentingan bisnis semata, baik pariwisata maupun bisnis property berskala global.

Dari sekian kabupaten/kota yang telah maupun sedang melakukan reklamasi, komunitas nelayan selalu ditempatkan sebagai pihak yang tergusur, tak terkecuali juga terjadi dengan reklamasi CPI di pantai losari makassar. Hal ini yang mendorong Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar melakukan upaya hukum yang digawangi oleh LBH Makassar dengan melakukan gugatan ke PTUN Makasasar, serta melakukan upaya kampanye penolakan reklamasi secara berkelanjutan.

Merespon adanya dugaan pelanggaran HAM akibat pembangunan dari tindakan reklamasi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan investigasi atas kebijakan reklamasi CPI. Komnas HAM melakukan pertemuan dengan ASP, mendiskusikan seputaran jenis pelanggaran HAM yang sudah terjadi maupun yang berpotensi akan terjadi jika reklamasi tetap dipaksa untuk dilakukan. Pertemuan ini dilakukan di kantor Walhi Sulsel pada tanggal 23 Juni 2016 dengan turut dihadiri oleh perwakilan warga yang menjadi korban reklamasi CPI.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan LBH Makassar memamparkan fakta terjadinya pelanggaran HAM baik pada hak sipil politik (sipol) maupun dari hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Pertama, pada hak atas sipol, nelayan tidak pernah dilibatkan dalam rencana maupun proses pengambilan keputusan reklamasi. Kemudian, dalam proses penggusuran, nelayan tidak diberikan hak untuk membela diri dan mempertahankan hak baik secara lisan maupun tindakan. Kedua, pada hak atas ekosob, Reklamasi CPI mengakibatkan 43 KK kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal, anak-anak mereka terpaksa putus sekolah. Aparat TNI, Brimob Polda Sulselbar (red: saat itu Sulsel dan Sulbar masih dalam satu kesatuan Polda), Satpol PP dan bahkan melibatkan preman bayaran sebagai pelaku lapangan dalam tindakan penggusuran secara paksa. Sampai hari ini korban penggusuran sama sekali belum mendapatkan ganti rugi maupun kompensasi dan relokasi. Sudah 2 tahun sejak digusur pada bulan Maret 2014, mereka ditelantarkan di pelataran gedung CCC tanpa fasilitas. Sebagian dari mereka terpaksa menjadi pemulung, kuli bangunan dan sisanya terpaksa merantau ke daerah kalimantan untuk mencari kerja. Selain itu, reklamasi mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir seperti mangrove, karang dan lamun serta biota perairan lainnya.

Dari hasil diskusi tersebut, Komnas HAM berencana melakukan investigasi langung ke lokasi reklamasi CPI. Setelahnya akan menemui pemerintah provinsi Sulawesi Selatan untuk membicarakan lebih lanjut perihal nelayan yang menjadi korban reklamasi CPI. Untuk upaya selanjutnya, Komnas HAM sesegera mungkin mengambil tindakan terkait pelanggaran HAM yang sudah terjadi serta potensi pelanggaran HAM jika proyek ini tetap dilanjutkan.[]

Penulis : Ainil Ma’sura
Foto : LBH Makassar

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Dirjen KKP : Laut Tidak Boleh Diprivatisasi!

Sidang CPI_21 Juni 2016.01

PTUN Makassar, 21 Juni 2016. Pada kesempatan terakhir, penggugat menghadirkan ahli dari Kementerian Kelautan dan Perikanan R.I yakni Direktur Tata Ruang Laut, DR. Soebandono. Kehadiran ahli dari penggugat untuk menjelaskan mengenai peraturan perundang – undangan terkait reklamasi serta penguasaan dan pemanfaatan ruang laut. Dalam hal ini, ahli memiliki kapasitas sebagai salah satu team penyusun terhadap semua peraturan perundang – undangan menyangkut wilayah pesisir dan laut, termasuk reklamasi.

Dalam keterangannya, ahli menegaskan bahwa rencana reklamasi harus bersesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), karena RZWP3K tersebut merupakan arahan pemanfaatan ruang laut. Sama halnya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai dasar dalam pemanfaatan ruang darat. Untuk itu, beliau menegaskan bahwa tidak dibenarkan melakukan reklamasi tanpa adanya RZWP3K karena hal tersebut akan menimbulkan kekacauan ruang laut dan ancaman bagi ekosiste laut.

Disisi lain, ahli menerangkan bahwa sebenarnya maksud daripada peraturan perundang-undangan terkait reklamasi adalah untuk kepentingan pelabuhan, bahari, pariwisata dan fasilitas penunjang pelabuhan seperti hotel dan lain lain. Akan tetapi, catatan pentingnya adalah reklamasi tidak dibenarkan untuk kawasan bisnis yang hanya dikuasai oleh orang atau badan usaha. Sebab wilayah pesisir dan laut sepenuhnya dikuasasi oleh negara dan diperuntukkan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Salah satu instrumennya adalah melalui pengembangan pelabuhan untuk menunjang perekonomian suatu kota dibawah kendali negara melalui kementrian perhubungan.

Fakta mana sesuai bukti T-43 yang dibacakan penggugat saat persidangan yang menegaskan bahwa wilayah CPI merupakan wilayah DKLr dan DKLp yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan. Untuk itu, tergugat tidak memiliki kewenangan dalam kawasan tersebut.

Sidang CPI_21 Juni 2016.02 Sidang CPI_21 Juni 2016.03

Penulis : Ainil Ma’sura

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – TERGUGAT Tak Hadirkan Ahli, TERGUGAT II Intervensi substitusi Kuasa Hukum; BLHD Kota Makassar Tidak Tahu Aktivitas CPI

Sidang CPI.140616

PTUN Makassar, 14 Juni 2016, sidang kasus Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda Pemeriksaan saksi ahli. Pada agenda sidang kali ini, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada TERGUGAT untuk menghadirkan ahli, sesuai permintaan pada sidang minggu lalu bahwa TERGUGAT mengusulkan akan menghadirkan ahli. Akan tetapi pada hari ini ahli dari TERGUGAT tiba-tiba membatalkan kehadirannya tanpa diketahui alasannya. Sementera itu, TERGUGAT II INTERVENSI melakukan substitusi kuasa hukum yang juga tanpa diketahui asal musababnya.

Pada sidang ini, Majelis Hakim turut menghadirkan saksi fakta dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Makassar sebanyak tiga orang, masing-masing dari bidang Pengawasan, Pengendalian, dan Pengambilan Data pencemaran lingkungan dan Pemulihan Lingkungan Hidup.

Dalam keterangannya, saksi mengatakan bahwa saat ini pesisir laut Makassar termasuk kategori tercemar ringan sedangkan kanal termasuk kategori tercemar berat. Berdasarkan hasil pemantauan lingkungan hidup, dari tahun 2013 hingga tahun 2015 pesisir makassar telah melampaui baku mutu lingkungan hidup, salah satu penyumbang pencemaran tersebut adalah TSS air laut yang berasal dari aktifitas reklamasi, namun yang paling banyak menyumbang terjadinya pencemaran laut berasal dari limbah domestik.

Dari ketiga saksi tersebut, tidak seorangpun mengetahui adanya reklamasi Centre Point of Indonesia. Bahkan dalam menjalankan tupoksinya, mereka tidak pernah dilibatkan baik dalam pengumpulan data maupun koordinasi dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel terkait dengan proyek reklamasi CPI.

Khusus saksi yang tupoksinya di bidang pengawasan juga tidak tahu menahu tentang badan usaha yang melakukan reklamasi CPI. Sementara, dalam penjelasannya, tupoksi saksi adalah melakukan pengawasan dan pemberian saksi terhadap badan usaha yang telah mengantongi izin dan melakukan kegiatan selama 6 bulan. Selama ini saksi sudah memberikan saski kepada beberapa badan usaha yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi, saat kuasa hukum PENGGUGAT menanyakan tentang dokumen izin maupun kegiatan yang dilakukan oleh PT. Yasmin Bumi Asri dalam reklamasi CPI, saksi tidak tahu menahu tentang proyek tersebut.

Penulis : Ainil Ma’sura

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Andri Wibisana : Pembangunan tidak boleh menambah kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi

Sidang Reklamasi CPI _07Juni2016.02

Makassar, 7 Juni 2016, sidang kasus Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli. Penggugat menghadirkan Muhammad Ramdan Andri Gunawan Wibisana, SH., LL.M., Ph.D, seorang ahli hukum lingkungan dari Universitas Indonesia. Andri Gunawan Wibisana telah meraih gelar Ph.D di Maastricht University, Belanda, dengan penelitian yang melingkupi hukum lingkungan, hambatan regulasi, hukum perubahan iklim dan hukum analisis ekonomi. Selama ini, ia dikenal sebagai akademisi yang aktif menyuarakan kasus-kasus perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Selain kondisi fisik yang masih energik, Andri juga ditopang oleh gagasan-gagasan yang progresif dalam hal perlindungan fungsi lingkungan hidup, dan yang paling penting adalah tidak memasang tarif untuk mengongkosi setiap kata yang mengalir dari idenya layaknya ahli-ahli yang lain. Kedatangannya ke Makassar, sebagai saksi ahli pada sidang gugatan CPI, juga ditemani oleh Muhnur Setyaprabu sebagai Analisi Kebijakan dan Pembelaan Hukum Eksekutif Nasional WALHI, yang juga merupakan tim kuasa hukum Penggugat.

Sebelum dilakukan pemeriksaan ahli, pihak Penggugat mengajukan alat bukti tertulis yakni Laporan Keuangan 2015 Annual Report PT. Ciputra Development, Tbk. Alat bukti tersebut sengaja diajukan oleh Penggugat, karena pada sidang sebelumnya kuasa hukum Tergugat II Intervensi menyangkal pertanyaan Majelis Hakim yang mengonfirmasi tentang adanya penjualan kavling tanah dalam lokasi reklamasi CPI. Alat bukti tersebut menerangkan bahwa PT. Ciputra Development, Tbk. mengklaim telah sukses menjual tanah kavling dalam kawasan reklamasi CPI hingga akhir tahun 2015.

Dalam keterangannya, Andri Wibisana menekankan akan pentingnya asas precautionary principle dan asas kehati-hatian. Pembangunan tidak boleh menambah kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi, demikian pula yang diamanatkan oleh Undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang mengutamakan pemulihan ketimbang pembangunan yang merusak. Dalam penegakkan asas pencegahan (precautionary principle), Andri menerangkan bahwa AMDAL reklamasi harus dibuat secara partisipatoris mungkin dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara individu maupun organisasi, dengan kata lain bersifat transparan. Karena dengan transpransi tersebut, masyarakat bisa mengidentifikasi resiko sejak dini terkait dampak reklamasi, serta secara bersama-sama mencari solusi yang kemudian dituangkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan/ Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL).

Tidak kalah penting dengan asas kehati-hatian, dikenal asas in dubio pro natura (jika hakim ragu, maka putusannya harus menguntungkan perlindungan lingkungan hidup). Asas ini sudah banyak diterapkan dalam beberapa putusan pengadilan dan telah menjadi yurisprudensi, seperti kasus mandalawangi (2004), kasus limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) di Bandung (2015), dan terakhir kasus reklamasi Jakarta (2016). Di akhir keterangannya, Andri menegaskan bahwa dalam pembangunan terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, fungsi ekonomi, sosial dan fungsi ekologi. Dari ketiga unsur tersebut, fungsi ekologi harus mendapat porsi yang lebih besar, karena hal tersebut merupakan sumber prikehidupan yang menjamin keberlangsungan kehidupan umat manusia dari generasi ke generasi.

Penulis : Ainil Ma’sura
Foto : LBH Makassar

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Ahli

Sidang gugatan CPI - 31 mei 2016.01

Makassar, 31 Mei 2016. Sidang kasus reklamasi kawasan pesisir CPI digelar di PTUN Makassar dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Pihak Penggugat dan Tergugat. Agenda ini merupakan lanjutan dari sidang pekan lalu (lihat : Pemeriksaan Saksi Ahli; CPI Akibatkan Zona Mati – Saksi Ahli Tergugat Tak Mampu Menjawab Pertanyaan). Bertindak selaku majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH. Sidang dimulai dengan mempersilahkan Penggugat dan Tergugat untuk melengkapi alat bukti surat sebagaimana yang diminta pada sidang sebelumnya yakni peta citra satelit dari Penggugat dan materi presentasi saksi ahli dari Tergugat pekan lalu.

Namun, pada sidang ini, saksi ahli dari kedua pihak berhalangan untuk hadir. Saksi ahli Penggugat baru bisa hadir pada persidangan pekan depan, begitupun dengan saksi ahli Tergugat. Meskipun begitu, sejumlah mahasiswa terlihat tetap mengawal jalannya persidangan dengan memajang spanduk dan brosur di depan PTUN Makassar. Dengan tidak hadirnya saksi ahli dari kedua pihak, maka sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada pekan depan, 7 Juni 2016 dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Penggugat dan Tergugat.

Sidang gugatan CPI - 31 mei 2016.02 Sidang gugatan CPI - 31 mei 2016.03

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Ahli; CPI akibatkan Zona Mati – Saksi Ahli Tergugat Tak Mampu Menjawab Pertanyaan

PTUN Makassar, 24 Mei 2016, sidang gugatan Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda Pemeriksaan saksi ahli. Selaku pihak PENGGUGAT, WALHI menghadirkan saksi ahli yakni Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Irham Rapy. Sedangkan, dari pihak TERGUGAT, menghadirkan saksi ahli yakni Prof. Jamaluddin Jompa sebagai yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Kelautan Unhas dan Mahatma sebagai Dosen Fakultas Kelautan UNHAS.

Sebelum dilakukan pemeriksaan ahli, masing – masing pihak menyerahkan alat bukti tertulis tambahan. Adapun dari pihak PENGGUGAT menyerahkan bukti berupa brosur penjualan kavling dalam kawasan reklamasi CPI yang dipasarkan oleh PT. Ciputra Development, Tbk. Serta bukti dalam bentuk berita media online tentang penjualan kavling dalam kawasan CPI.

WhatsApp-Image-20160525

Menurut ahli dari PENGGUGAT yakni Irham Rapy, kondisi existing pantai losari telah mengalami pelambatan arus yang berimplikasi terjadinya tumpukan sampah dan bau busuk, jika reklamasi CPI dilanjutkan, akan menimbulkan Deadzone (Zona mati) yakni terjadinya pelambatan arus yang parah yang akan mengakibatkan tumpukan sampah, limbah dan kotoran lainnya secara massif serta berdampak pada kesehatan masyarakat setempat maupun para pengunjung Pantai Losari. Selain itu, reklamasi CPI dengan tutupan luasan laut 157,23 ha akan memicu abrasi dan sedimentasi di pulau lae – lae serta perusakan rataan terumbu karang di pulau lae – lae. Disisi lain, reklamasi CPI akan memicu terjadinya banjir rob, kata ahli Irham Rapy.

Sementara, menurut Prof. Jompa saat ditanya oleh kuasa hukum TERGUGAT intervensi “apakah reklamasi CPI halal atau haram”? disela pertanyaan tersebut, Majelis Hakim mengklarifikasi bahwa pertanyaan tersebut bukan kapasitas ahli melainkan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Atas pertanyaan tersebut, Menurut Prof. Jompa bahwa reklamasi adalah sah-sah saja yang penting sesuai prosedur dan peruntukannya jelas seperti untuk kepentingan wisata, pelabuhan dan sandaran kapal. Akan tetapi, saat ditanyakan oleh kuasa hukum PENGGUGAT “Bagaimana pendapat ahli jika reklamasi diperuntukkan bagi kawasan bisnis”? Prof. Jompa menolak untuk menjawab. Kuasa PENGGUGAT juga menanyakan terkait sejauh mana pentingnya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (RZWP3K) bagi pengelolaan pesisir dan laut. Prof. Jompa menolak untuk menjawab.

Keterangan Saksi Ahli

Categories
EKOSOB

Menyelami Fakta Reklamasi CPI di Dasar Laut

WhatsApp-Image-20160527

Upaya penelusuran fakta dan pembuktian dampak buruk atas reklamasi pembangunan Centre Point of Indonesia (CPI) di pesisir pantai Kota Makassar terus dilakukan oleh organisasi mahasiswa, kelompok pemuda, para nelayan dan elemen masyarakat lainya yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP). Guna memastikan kondisi perairan dalam kawasan reklamasi seluas 157.23 ha tersebut, ASP membentuk tim penyelam yang mengumpulkan fakta-fakta atas kondisi ekosistem dan biota perairan dalam kawasan CPI.

Pada tanggal 21 Mei 2016, bersama mahasiswa dari kelautan Unhas (MSDC-UH), Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia serta beberapa nelayan dari pulau Lae-lae, team dari ASP memulai penelusuran dari pelabuhan tradisional Kayubangkoa. Penyelaman tetap dilakukan walaupun laut dalam kondisi pasang disertai gelombang arus yang kuat. Setelah beberapa jam melakukan penelusuran, ditemukan kondisi air laut dalam keadaan keruh dan kotor dengan bau menyengat. Di tengah aktivitas penelusuran, kapal – kapal penumpang juga sibuk menyeberangkan para penumpang dari pelabuhan rakyat kayubangkoa menuju pulau kodingareng. Dimana kapal – kapal tersebut terlihat jelas melintasi kawasan reklamasi CPI yang nantinya akan ditimbun. Adapun pulau kodingareng memiliki penduduk ± 600 KK.

Tak hanya di permukaan, berdasarkan petunjuk dari nelayan team kemudian melakukan penyelaman dalam kawasan CPI tepatnya di sekitar mercusuar. Lokasi penyelaman tersebut merupakan kawasan reefbase (rataan terumbu karang) yang masuk dalam kawasan reklamasi yang nantinya akan ikut ditimbun. Jaraknya dari pulau lae – lae sekitar 150 meter. Team melakukan pengambilan gambar berupa karang yang masih hidup, ikan karang, kepiting, lobster, serta biota laut lainnya. Kondisi karang terlihat parah yang ditutupi lumpur akibat sedimentasi. Mesikpun terkena sedimen, namun beberapa karang masih hidup dan berfungsi sebagai rumah ikan dan biota lainnya. Menurut perwakilan dari MSDC-UH, karang – karang tersebut meskipun kondisinya 0-15% yang terkategori rusak parah, namun masih bisa dilakukan upaya rehabilitasi.

WhatsApp-Image-20160527 (5) WhatsApp-Image-20160527 (6) WhatsApp-Image-20160527 (7)  WhatsApp-Image-20160527 (2)WhatsApp-Image-20160527 (1) WhatsApp-Image-20160527 (4)

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Fakta Tergugat

Jpeg

Makassar, 17 Mei 2016. Setelah pekan lalu PTUN Makassar menggelar sidang kasus atas reklamasi kawasan CPI dengan agenda pemeriksaan saksi fakta Penggugat, pada hari ini sidang dilanjutkan dengan agenda Pemeriksaan saksi fakta dari Pihak Tergugat. Bertindak selaku majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH. Sidang yang rencananya akan dimulai tepat pukul 10.00 wita baru bisa dimulai pada pukul 11.00 wita karena Majelis Hakim memiliki agenda sidang lain yang sama pentingnya. Setelah palu sidang diketuk, pimpinan sidang meminta pihak Tergugat untuk melengkapi alat bukti berupa Surat Izin Prinsip dan Surat Izin Lokasi. Pihak Tergugat menghadirkan alat bukti Izin Lokasi namun tanpa adanya Surat Izin Prinsip dengan alasan bahwa Surat Izin Prinsip yang dimaksud boleh tidak ada dalam penyusunan dokumen AMDAL.

Setelah itu hakim memeriksa identitas para saksi fakta yang diajukan Pihak Tergugat. Adapun saksi yang diajukan berjumlah 3 (tiga) orang masing-masing adalah Suprapto Budi Santoso selaku penanggungjawab perjanjian kerjasama reklamasi kawasan CPI, Drs. Yoseph dari Perizinan Kawasan Mamminasata (penanggungjawab verifikasi permohonan izin reklamasi dalam kawasan Mamminsata), dan saksi ketiga, Ir. Iskandar selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. Melihat latar belakang dari pekerjaan saksi, Kuasa Hukum Penggugat menilai bahwa saksi yang diajukan Tergugat memiliki “hubungan langsung” secara hierarki terhadap Tergugat meskipun dalam hukum acara hanya menyatakan “hubungan darah atau semenda” sehingga Kuasa Hukum Penggugat kemudian mengajukan keberatan agar saksi Tergugat tidak disumpah. Namun, keberatan Kuasa Hukum Penggugat ditolak dan proses persidangan dilanjutkan dan ketiga saksi tetap disumpah.

Proses pemeriksaan saksi berjalan cukup alot karena Kuasa Hukum Penggugat tetap konsisten pada pandangan awal bahwa saksi yang diajukan Kuasa Hukum Tergugat memiliki “hubungan langsung” secara hierarki. Hal Saksi Pertama dinyatakan sebagai penanggung jawab perjanjian kerjasama reklamasi kawasan CPI melalui Surat Keputusan Gubernur No. 1714/IX/2013 tertanggal 4 September 2013. SK ini kemudian menjadi alasan kuat Kuasa Hukum Penggugat menolak seluruh keterangan dari Saksi Pertama dan tidak mengajukan pertanyaan apapun. Untuk saksi kedua dan ketiga Tergugat, Kuasa Hukum Penggugat menggali beberapa fakta diantaranya bahwa acuan dari verifikasi perizinan reklamasi kawasan CPI hanya mengacu pada Peraturan Gubernur No. 17 Tahun 2013, dan bukti penguasaan lahan oleh Pemerintah didasarkan pada SK Walikota tentang penetapan lokasi CPI. Fakta lainnya yang cukup menarik adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan mengaku tidak dilibatkan dalam hal AMDAL reklamasi bahkan tidak mengetahui perihal pembangunan atau reklamasi kawasan CPI.

Sidang berakhir pukul 17.00 wita dan akan dilanjutkan pekan depan tanggal 24 Mei 2016 dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Penggugat dan Tergugat masing-masing 1 orang terlebih dahulu. Sidang ini masih dipantau langsung oleh tim dari Komisi Yudisial Republik Indonesia Penghubung wilayah Sulsel.

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Fakta Penggugat

CPI - Pemeriksaan saksi.02

Makassar, 10 Mei 2016, sidang kasus reklamasi kembali digelar di PTUN Makassar dengan agenda Pemeriksaan saksi dari Pihak Penggugat. Bertindak selaku majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH.Sidang dimulai pada Pukul 10.00 wita bertempat di Ruang Sidang Utama PTUN Makassar. Setelah palu sidang diketuk, Pimpinan sidang kembali mempersilahkan Tergugat untuk melengkapi alat bukti sebagaimana yang diajukan dan tertera pada daftar alat bukti mereka berupa Surat Izin Prinsip dan Surat Izin Lokasi. Meskipun kedua alat bukti surat yang dimaksud belum dilengkapi oleh Pihak Tergugat sampai sidang kali ini.

Setelah itu hakim memeriksa identitas para saksi fakta yang diajukan Pihak Penggugat. Adapun saksi yang dimaksud berjumlah 4 orang masing-masing adalah Daeng Bollo, Daeng Gasa’, Daeng Situju, dan H. Sukiman. Pertanyaan yang diajukan secara umum baik oleh Kuasa Hukum Penggugat, Kuasa Hukum Tergugat maupun Majelis Hakim yakni seputar kondisi daerah sekitar tempat tinggal pasca adanya penimbunan, perubahan pola arus air yang berpengaruh pada kehidupam ikan-ikan tangkapan nelayan serta perubahan ekonomi seperti lapangan pekerjaan yang menjadi fokus utama perjuangan nelayan pesisir. Selain itu ada beberapa pertanyaan detail mengenai reklamasi oleh Pihak Tergugat namun Majelis Hakim menjelaskan bahwa saksi fakta tidak dibebankan kewajiban menjawab persoalan demikian secara mendetail.

Pada sidang kali ini, terlihat jelas bahwa masalah reklamasi menjadi perhatian besar semua pihak tidak terkecuali mahasiswa. Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir sangat antusias mengawal jalannya sidang sampai akhir. Tampak pula hadir mengawal jalannya sidang yakni dari Komisi Yudisal RI Penghubung Wilayah Sulsel. Sidang ditutup Pukul 16.00 wita dan akan dilanjutkan Selasa, tanggal 17 Mei 2016.

CPI - Pemeriksaan saksi.01

Categories
EKOSOB slide

Reklamasi CPI: Penelusuran Fakta di Pulau Lae-lae – Hilangnya Sumber Penghidupan Nelayan

Penelusuran Fakta Akibat Reklamasi CPI di Pulau Lae

9 Mei 2016, LBH Makassar menurunkan 4 (empat) APH nya untuk melakukan penelusuran fakta kondisi masyarakat di pulau Lae-Lae, Makassar terkait Reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI). Tim LBH Makassar bertemu dan mengumpulkan informasi dari tokoh masyarakat Pulau Lae-Lae, Ketua Karang Taruna dan Ketua LPM Pulau Lae-Lae. Dari informasi yang diberikan, tercatat 2 (dua) temuan penting; terkait ancaman atas aktivitas penghidupan warga Nelayan di Pulau Lae-Lae dan riwayat tanah pulau Lae-lae.

Hampir seluruh warga di pulau Lae-lae hidup sebagai nelayan; nelayan pencari ikan dan pencari ambaring. Nelayan ambaring adalah nelayan yang menangkap ikan kecil yang digunakan sebagai bahan baku terasi selain sebagai lauk. Lokasi tangkap ambaring adalah disepanjang pesisir/ tepi pantai kelurahan Mariso, tepat di depan anjungan Losari dan kelurahan Ujung Pandang. Sepuluh tahun, nelayan pencari ambaring mampu mendapatkan hingga 10 kerjang ambaring dalam sekali tangkap. Sejak terjadi penimbunan CPI, nelayan hanya mampu mendapatkan 2-3 kerjang ambaring. Ambaring tidak dapat lagi ditemukan di pesisir pantai. Penimbunan mengakibatkan hilangnya ambaring dari habitatnya.

Sementara itu, nelayan pencari ikan, sebelum adanyan penimbunan CPI, mampu langsung menjual/ membongkar muatannya (ikan) di tempat pelelangan ikan (TPI) Cendrawasih. Saat ini, nelayan mengalami kesulitan akses langsung ke TPI Cendrawasih karena jalurnya menyempit akibat pembangunan CPI. Hal ini mengakibatkan nelayan dengan perahu yang cukup besar tidak bisa melewati terowongan yang dibangun oleh CPI, dan terpaksa harus memutar arah. Terowongan tersebut hanya dapat dilewati oleh perahu-perahu kecil saja. Akibat semakin jauhnya rute menuju TPI Cendrawasih, nelayan pencari ikan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar perahunya. Jika sebelum adanya pembangunan CPI, bahan bakar yang dibutuhkan untuk sampai ke TPI Cendrawasih hanya 2-3 liter saja, saat ini nelayan harus membiayai 5 hingga 6 liter untu sekali jalan ke TPI Cendrawasih.

Terkait riwayat tanah pulau Lae-lae, BPN dan Camat menolak upaya warga untuk mengurus sertifikat hak milik tanah/rumah dengan alasan bahwa tanah di pulau Lae-lae merupakan pulau dan bukan daratan. Akibatnya, warga tidak memiiliki sertifikat dan hanya membayar Pajak Bumi dan Bangunan setiap tahunnya. Ditemukan juga, alasan lain penolakan sertifikasi warga, yakni pulau Lae-lae merupakan obyek yang dikontrakan antara Pemerintah Kota Makassar dengan PT Latif, perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dengan masa kontrak mulai tahun 1995 sampai tahun 2015. Dengan alasan itu pula Pemerintah Kota Makassar menolak pengurusan sertifikat oleh warga pulau Lae-lae.