Categories
EKOSOB

PT. Mulford Indonesia PHK Pekerja Secara Sepihak: Ajukan Gugatan PHI, Abaikan Hak-Hak Pekerja

Makassar, 27 Februari 202. Sidang Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Mulford Indonesia terhadap 6 Pekerjanya memasuki agenda awal pembacaan gugatan. Perusahaan ini mengabaikan anjuran Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar No. 086/Disnaker/565/I/2024  yang pada poinnya menganjurkan Perusahaan untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang di PHK. Mediator berkesimpulan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pekerja adalah pelanggaran SOP dan tidak bersifat pidana sehingga sebaiknya pekerja diberikan sanksi pembinaan atau surat peringatan terlebih dahulu. 

Dalam gugatannya Perusahaan mendalilkan bahwa para pekerja telah melakukan tindakan pelanggaran yang bersifat mendesak. Sehingga dengan dalil tersebut, memungkinkan bagi perusahaan untuk melakukan PHK tanpa memberikan Hak Pesangon dan Hak Penghargaan masa kerja pada para pekerja. Hal ini merupakan tindakan aktif yang menjadi bukti nyata dan terang itikad buruk Perusahaan yang menggembosi hak-hak para pekerja. 

Dalam proses mediasi yang telah dilakukan, tegas disampaikan bahwa SK PHK tersebut lahir tanpa melalui surat teguran atau surat peringatan kepada para pekerja. Padahal jika kita merujuk pada pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah berdasarkan pasal 81 poin 45 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang. Dalam aturan tersebut pada pasal 154 A ayat 1 huruf K yang menegaskan bahwa salah satu syarat PHK itu dapat dilakukan adalah para pekerja yang dinilai melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama telah diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga. Tanpa Surat Peringatan tersebut maka tindakan perusahaan tersebut adalah tindakan yang sewenang-wenang menurut hukum. 

Terkait dengan tuduhan melakukan pelanggaran yang mendesak seperti pemalsuan tanda terima customer, menghilangkan voucher milik perusahaan, penggunaan uang perusahaan hasil tagihan untuk keperluan pribadi, pemalsuan surat jalan, penggunaan uang perusahaan dengan cara mengambil selisih harga, pembuatan nota pesanan palsu, dan/atau pengambilan barang berupa Voucher Solarstuff Solid milik Perusahaan Penggugat senilai Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) adalah tuduhan yang keliru dan tidak berdasar pada fakta. Dalam keterangan Mediasi yang disampaikan oleh Perwakilan Perusahaan hal yang terungkap adalah tindakan yang dilakukan oleh pekerja adalah melakukan penjualan di luar daftar langganan dan tidak memberikan voucher potongan harga kepada pelanggan yang seharusnya menerima, sehingga terdapat selisih diskon yang diambil oleh pekerja. Tindakan tersebut menurut keterangan dari Perwakilan perusahaan merupakan pelanggaran yang belum menimbulkan kerugian dan baru akan berpotensi menimbulkan kerugian. 

Bahwa tindakan tersebut, Mediator berkesimpulan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh para pekerja tindakan tersebut tidak cukup bukti untuk dapat dikategorikan sebagai pelanggaran mendesak. Sehingga hal tersebut hanyalah merupakan pelanggaran SOP dan tidak memenuhi unsur pidana. Sehingga atas dasar tersebut Mediator menganjurkan agar Perusahaan diberikan sanksi pembinaan atau surat peringatan terlebih dahulu. 

“Perselisihan Hubungan Industrial ini menjadi Salah satu contoh dari sekian banyak kasus PHK sepihak yang terjadi di Indonesia khususnya Sulawesi Selatan bahwa mediasi yang menghasilkan anjuran  namun tidak dilaksanakan oleh pihak perusahaan pada akhirnya tidak memberikan sanksi ketat sebagai akibat hukum bagi perusahaan yang mengelak akan kewajibannya memenuhi hak para pekerja korban PHK sepihak.” Ujar Ambara Dewita selaku Kuasa Hukum LBH Makassar

Perusahaan juga mengabaikan fakta dan dedikasi yang telah diberikan oleh pekerja untuk membesarkan perusahan dari yang 1 tahun hingga yang paling lama bekerja 6 tahun kepada perusahaan.

Categories
EKOSOB

PT. GKP Kembali Merusak Lingkungan, Kondisi Terakhir Air di Wawonii

Wawonii, 19 Februari 2024. Terhitung sejak awal Februari 2024, PT. Gema Kreasi Perdana (GKP) kembali melakukan aktivitas pertambangan di puncak Pelaporoa, Pulau Wawonii. Aktivitas ini dilakukan saat warga masih berjuang melawan penambangan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi.

Aktivitas galian yang dilakukan, menyebabkan rusaknya beberapa sumber mata air warga. Ini bisa dilihat dari keruhnya air di beberapa titik sumber air, yang mengalir hingga ke rumah warga. Sama seperti sebelumnya, hal ini membawa kerugian bagi warga yang berada di tapak. 

Dalam pantauan langsung di lapangan, terlihat wajah dari 3 sumber mata air bagi Warga Wawonii itu sudah berwarna kecoklatan. Mata air yang mengaliri Warga sampai ke rumahnya jelas sudah tidak bisa digunakan. 

“Sebab air bersih merupakan sumber kehidupan utama kami yang kami gunakan untuk memasak, minum, mandi, berwudhu dan lain sebagainya. Jika air bersih kami bercampur lumpur sama saja mengambil nyawa kami,” ujar Hasniati yang merupakan seorang ibu rumah tangga. 

Tiga sumber mata air bersih tersebut antara lain mata air Banda,  yang tercemar sejak tahun 2019. Warga memutuskan untuk memutus pipanya yang mengalir di pemukiman warga akibat air sudah bercampur lumpur. Sebelumnya, mata air Banda ada sumber air yang menyuplai lima Desa, dalam hal ini adalah Desa Sukarela Jaya, Desa Dompo-dompo Jaya, Desa Roko-roko, Desa Bahaba dan Desa Teporoko.

Warga sendiri menganggap bahwa kondisi air yang tercemar itu diakibatkan oleh aktivitas tambang yang melakukan penggalian tanah di hulu. Sebagai penanda, air bersih Pamsimas Dompo-dompo Jaya dan Pamsimas Sukarela Jaya tercemar dan bercampur lumpur sejak pertengahan ke akhir tahun 2023. Kondisi air beransur pulih seperti sedia kala sejak aktivitas tambang dihentikan akibat IPPKH PT. GKP dibatalkan. Namun, sejak 7 Februari 2024 kembali bercampur lumpur. Mata air tersebut yang menyuplai dua desa yakni desa Sukarela Jaya dan desa Dompo-dompo Jaya. Kondisi air bersih sekarang sudah bercampur lumpur dan sampai saat ini belum pulih.

Hingga kini, warga mengaku bahwa air yang mereka gunakan untuk keseharian sangat bergantung pada Sungai Roko-roko yang belum tercemar. Pilihan lain adalah warga menadah air hujan ke dalam jerigen. 

“Secara perlahan Pulau Wawonii akan hancur, sumber mata air adalah sumber kehidupan sudah secara perlahan satu per satu hilang akibat hadirnya tambang. Kita dibunuh secara perlahan,” tegas Yamir pemuda Roko-roko. 

Harapan Warga agar sesegera mungkin perusahaan PT. GKP serta Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan untuk bertanggung jawab atas kerusakan tersebut dengan mengembalikan kondisi air bersih seperti semula.

 

Penulis: Wilman Laka

Categories
EKOSOB

Warga Bulukumba Gelar Rembuk Agraria Hadang Pembaruan HGU PT. Lonsum

Sabtu, 17 Februari 2024. Warga Bulukumba berkumpul di tengah kebun di Desa Tamatto, Ujung Loe dan menggelar Rembuk Agraria. Warga ini terdiri dari perwakilan 4 Desa yang berkonflik dengan PT. Lonsum yakni Desa Tamatto, Baleanging, Bontomangiring dan Desa Bontobiraeng. 4 Desa ini yang hadir merupakan Warga Bulukumba yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) di Bulukumba yang telah lama mendorong agar lahan mereka yang dahulunya di rampas oleh PT. Lonsum agar segera dikembalikan kepada warga. 

Dalam rembuk agraria ini, beberapa perwakilan dari warga yang hadir menyampaikan pandangan dan menegaskan sikap untuk pentingnya persatuan gerakan warga untuk menghadang pembaruan PT. Lonsum. Hasanuddin salah satu perwakilan warga menegaskan penting merangkul warga yang lain untuk sama sama berjuang menghadang pembaruan HGU PT.Lonsum. 

“Ini adalah bagian dari kita sama-sama bekerja, merangkul teman-teman yang hari ini tidak lagi bersama dengan kita. Kita mesti meyakinkan mereka bahwa mereka adalah korban hari ini dan bagaimana kita bisa merangkul kembali (untuk berjuang bersama),” ujar Hasanuddin selaku Pimpinan Ranting Baleanging

Nurdin, Pimpinan Agra Bulukumba menyampaikan kepada warga yang hadir bahwa situasi saat ini masih dalam proses Pembaruan HGU, dan hasil dari aksi warga kemarin pada 15 Januari 2024 yang berhasil menghalau peninjauan lokasi oleh Panitia B sebagai syarat pembaruan HGU.  

“Prosesnya sekarang sedang berlangsung, ada panitia B yang sedang bekerja yang menentukan HGU diperbarui atau tidak. Masa’ mauki menunggu sampai pembaruan ini selesai. Intinya seandainya tidak kita duduki BPN kemarin, tanggal 17 hingga 19 Januari 2024, selesaimi peninjauan lokasi kemarin. Tapi itu berhasil kemarin kita gagalkan karena kita aksi di dua titik, Makassar sama Bulukumba, itu yang penting disampaikan ke teman-teman,” ujar Nurdin.    

Selain itu perwakilan dari AGRA Sulsel, Zulkarnain Lolo, menegaskan bahwa pasca berakhirnya HGU Lonsum di 31 Desember 2023, menjadi momentum bagi warga untuk mengkonsolidasikan diri dalam perjuangan untuk mengembalikkan tanah mereka yang dirampas. 

“Perjuangan Gerakan Rakyat di Makassar telah berhasil mendesak Kanwil BPN untuk melakukan perundingan antara warga yang berkonflik dengan PT.Lonsum. Gerakan warga di-desa-desa yang berkonflik dengan Lonsum mesti lebih solid dan mendesak agar pemerintah segera mengembalikkan tanah warga yang sebelumnya dirampas,” ucap Lolo.

Dalam Rembuk Agraria ini hadir beberapa perwakilan dari Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah, seperti dari YLBHI-LBH Makassar, KontraS Sulawesi, dan KPA Sulsel dan AGRA Sulsel. Azis Dumpa Perwakilan dari YLBHI LBH Makassar menegaskan situasi saat ini dengan HGU yang sudah habis membuat posisi dari PT. Lonsum menjadi lemah. Dalam situasi ini penting bagi Warga untuk menguatkan dan memperbesar gerakan agar tanah mereka yang berkonflik dapat dikembalikan. 

“Perjuangan warga untuk menghadang Pembaruan HGU PT. Lonsum adalah perjuangan konstitusional yang dilindungi oleh Undang-Undang. Karena Tanah itu  diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, jadi bukan kepada kepentingan perusahaan. Dasar hukum warga jelas, sekarang HGU Lonsum sudah habis, kekuatan hukumnya lemah. Sekarang kekuatan ada di Warga, perjuangannya  sudah panjang, telah ada Verifikasi di tahun 2012, ada yang punya SHM, Tanah adat dan putusan Mahkamah Agung,” ujar Azis Dumpa. 

Untuk diketahui bahwa HGU PT. Lonsum telah berakhir di 31 Desember 2023. Saat ini prosesnya telah memasuki tahapan verifikasi oleh Panitia B. Warga melalui kuasa hukumnya dan aliansi telah mengirimkan surat keberatan terkait dengan pembaruan HGU. Hingga akhirnya surat tersebut telah direspon oleh BPN dengan melakukan perundingan untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut dengan menghadirkan warga dan PT. Lonsum yang akan dilaksanakan pada 19 Februari 2024. Harapannya dalam perundingan ini dapat menyelesaikan konflik agraria yang terjadi, Pemerintah dapat menghormati hak hak warga dan dapat mengembalikkan lahan mereka yang telah dirampas oleh PT. Lonsum selama puluhan tahun.

Categories
EKOSOB

Menuntut Tindak Lanjut atas Rekomendasi Komnas HAM RI, Warga Beroanging Geruduk Kantor Wali Kota Makassar

Jumat, 16 Februari 2024. Menindaklanjuti surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM tertanggal 05 Januari 2024 dengan nomor surat: 5/K/MD.00.00/1/2024 perihal Penundaan Penggusuran yang bersifat Penting kepada Walikota Makassar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota, warga bersama solidaritas datang ke Kantor Wali Kota Makassar untuk menuntut agar dilaksanakan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM.

Pada 14 Januari 2024, sebagaimana yang telah diketahui bahwa DLH dan Wali Kota Makassar telah menerima surat tersebut. Celakanya, sebulan sejak surat diterima, DLH dan Wali Kota Makassar masih terkesan abai terhadap perlindungan hak atas tempat tinggal yang layak dan pemenuhan hak  atas tempat yang layak bagi warga beroangin.

Komnas HAM menerbitkan surat rekomendasi ke DLH dan Wali Kota Makassar untuk tidak melakukan penggusuran dan tindakan yang dapat menimbulkan konflik fisik hingga tercapai solusi bersama yang diterima  kedua  pihak.

“Jelas ini merupakan sikap yang arogan dari kekuasaan dalam hal ini Pemerintah Kota Makassar, sekaligus merupakan tindakan yang sama sekali tidak menghormati Hak Asasi Manusia. Hari ini kami datang ke Balai Kota Makassar bermaksud untuk memberikan peringatan dan menuntut Pemerintah Kota agar segera mungkin menindaklanjuti atas rekomendasi dari Komnas HAM RI,” ujar tegas Hasbi selaku tim hukum LBH Makassar. 

Termuat dalam surat rekomendasi Komnas HAM, DLH Kota Makassar harus menunda rencana penggusuran dan tindakan yang dapat menimbulkan konflik fisik, sampai dengan dicapainya solusi atau penyelesaian bersama yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Lalu mengupayakan penyelesaian bersama atas permasalahan sebagaimana perwujudan dari kewajiban Pemerintah dalam rangka perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana ketentuan Pasal 28 I ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 8 jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Tindakan Warga Beroangin bersama Tim Hukum LBH Makassar dan Aliansi yang ikut bersolidaritas ke  Balaikota Makassar ini sekaligus bertujuan untuk memasukkan surat perihal Tindak Lanjut Permintaan Komnas HAM RI. Hal ini jelas berangkat dari sikap Pemerintah Kota yang abai dan tidak memberikan tanggapan sama sekali atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM

Sesegera mungkin, DLH dan Wali Kota Makassar untuk menanggapi surat tersebut. DLH dan Wali Kota Makassar juga harus menghormati dan melindungi hak atas tempat tinggal yang layak, hal-hal yang selama ini selalu diabaikan dalam perencanaan tata ruang Makassar,” kata Ian Hidayat, pendamping hukum warga

Tertuang dalam surat yang dilayangkan Warga, agar DLH dan Pemerintah Kota Makassar agar Mengindahkan permintaan dari Komnas HAM dengan menunda rencana penggusuran warga Beroangin hingga tercapai solusi atau penyelesaian bersama dengan melibatkan Pemerintah Kota, Komnas HAM dan warga terdampak. Termasuk dalam hal ini memberikan jaminan pemenuhan hak dan perlindungan bagi warga terdampak sebagaimana ketentuan Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 8 jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Categories
EKOSOB

Bertahan di Tengah Ancaman Pemerintah Kota Makassar, Warga Beroanging Melakukan Doa & Ikhtiar Bersama Melawan Penggusuran

Minggu, 21 Januari 2024. Sebanyak 26 orang warga Beroanging yang terdiri dari 14 Perempuan dan 12 laki-laki hadir dalam doa bersama untuk melawan penggusuran. Kegiatan ini diselenggarakan oleh warga bersama solidaritas anti penggusuran yang dilaksanakan  di Masjid al Mukhlisin, Kompleks Pemakaman Beroangin, Tallo.

Kegiatan ini merupakan bentuk  perlawanan warga atas penggusuran paksa yang hendak dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar terhadap 2 Keluarga yang bertempat tinggal di lahan yang diklaim oleh Pemerintah Kota Makassar sebagai lahan pemakaman. Setidaknya  terdapat  8 orang warga yang akan kehilangan tempat tinggal, 2 perempuan dewasa dan 5 orang laki-laki dewasa dan 1 orang anak.

Doa dan zikir bersama dimulai sekitar pukul 5 sore hingga berakhir hingga menjelang Maghrib. Kegiatan doa bersama tersebut berjalan penuh khidmat dipandu oleh Ustadz Mubarak Idrus. Harapannya dari doa bersama ini menguatkan perjuangan warga untuk mempertahankan ruang hidupnya.

Sebelumnya pada Rabu, 29 November 2023, Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar melakukan pembongkaran bangunan sekitar rumah warga tanpa standar operasional yang jelas. 2 bangunan diantaranya merupakan bangunan permanen. Warga yang menolak digusur terus melakukan upaya agar tidak dihilangkan haknya.

Pada 5 Januari 2024, Komnas HAM menerbitkan surat rekomendasi kepada Walikota Makassar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar untuk menyelesaikan permasalah sebagaimana perwujudan dari kewajiban pemerintah dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia. Namun, DLH Kota Makassar tetap tidak mengindahkan rekomendasi tersebut.

“Negara seharusnya bertanggung jawab atas pemenuhan Hak Asasi Manusia, termasuk tempat tinggal. Alih-alih melakukan pemenuhan hak  kepada warganya, Pemkot Makassar dan DLH Kota Makassar justru ingin melakukan penggusuran. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran HAM. Doa dan dzikir bersama yang dilakukan oleh warga adalah bagian dari  upaya penguatan warga dalam mempertahankan hak-nya,” ujar Muhammad Ian Hidayat selaku tim hukum LBH Makassar. 

Sampai detik ini, warga dan solidaritas tetap bertahan dan terus berjuang dalam mempertahankan hak-hak Warga Beroanging. Sekaligus menuntut agar Pemkot Makassar dan DLH Kota Makassar agar tunduk dan patuh atas anjuran yang dikeluarkan oleh Komnas HAM. 

Categories
EKOSOB

Mendesak Penghentian Proses Pembaruan HGU PT. Lonsum, Warga Menduduki Kantor ATR/BPN Bulukumba

Bulukumba, 16 Januari 2024. Demonstrasi tidak hanya diselenggarakan di Kota Makassar. Hal serupa turut berlangsung di kabupaten Bulukumba yang senada menuntut agar penghentian proses pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) PT. London Sumatra segera dilaksanakan. Pada 15 Januari 2023, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) mendatangi kantor ATR/BPN Bulukumba dan melakukan pendudukan hingga tuntutan dipenuhi. 

Aksi serentak ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh warga di empat desa di Bulukumba yang berkonflik dengan PT. Lonsum. Warga bersama massa yang ikut bersolidaritas menghadang proses pembaruan HGU yang sedang berproses di ATR/BPN. Dalam hal ini, Panitia B tentu saja memiliki fungsi untuk memenuhi aspirasi Masyarakat. 

Panitia B sesuai dengan dengan kewenangannya pada pasal 141 ayat (1) poin b  Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 18 tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah mempunyai tugas untuk meneliti dan mengkaji status tanah, riwayat tanah, dan hubungan hukum antara tanah yang serta kepentingan lain yang berkaitan dengan tanah. Selain itu Panitia B juga mempunyai tugas untuk meneliti dan melakukan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai penguasaan, penggunaan/keadaaan tanah serta batas bidang tanah yang dimohon. 

Atas dasar itu, pilihan untuk aksi bertahan adalah upaya yang ditempuh oleh Warga dan masyarakat yang turut bersolidaritas. Aksi pendudukan ini tentu saja mengingat pada berakhirnya HGU yang dikantongi oleh PT. Lonsum sejak tanggal 31 Desember 2023. Sebelumnya, melalui kuasa hukum LBH Makassar yang mewakili kepentingan warga telah mengajukan surat keberatan kepada pihak ATR/BPN Sulsel namun tidak mendapatkan respon yang berpihak kepada Warga melainkan BPN Sulsel berlindung dibalik hukum normatif dengan menegaskan untuk dapat memprioritaskan pembaruan HGU kepada bekas pemegang hak dan mengabaikan konflik agraria yang terjadi. Sikap ini menunjukan ketidakberpihakan BPN Sulsel kepada masyarakat sebagai warga negara yang harus dilindungi dan dihormati hak – haknya.

Hal ini tentu saja akan selalu menuai masalah yang berkepanjangan, kurun tahun 2003 hingga kini, konflik antara perusahaan, aparat keamanan dan Warga terus terjadi yang berakibat pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Pemerintah dalam hal ini terkhusus pada Kementerian ATR/BPN, pada tahun 2021 telah melakukan pengukuran namun tidak mengeluarkan lahan warga dari wilayah HGU. 

Aksi pendudukan yang dilakukan oleh Warga di Kantor ATR/BPN Bulukumba juga mendesak agar kiranya Warga dipertemukan dengan ATR/BPN Sulsel, pasalnya proses pembaruan ini berlangsung di ATR/BPN Sulsel. 

Demonstrasi dan pendudukan berakhir pada 16 Januari 2024. Aksi ini berakhir dengan lahirnya kesepakatan antara pihak ATR/BPN Bulukumba dengan warga yakni akan melakukan koordinasi dan terus membuka informasi terkait dengan proses pembaruan HGU PT. Lonsum. Namun, pernyataan ini hanyalah sebuah muslihat yang dipertontonkan oleh pihak ATR/BPN Bulukumba. Hal ini dikarenakan beberapa hari sebelum warga dan solidaritas melakukan aksi demonstrasi, terkhusus dari AGRA telah mendapatkan informasi berupa surat undangan yang berisikan tentang Peninjauan Lapangan Panitia Pemeriksa Tanah. 

“Pasca mendapatkan informasi berupa surat, kami menilai Pihak ATR/BPN sedang berkelit dan melanggar kesepakatan pasca aksi berupa memberikan transparansi informasi. Buktinya pada tanggal 12 Januari 2023 mereka telah mengundang beberapa pihak seperti Bupati, Camat, dan Desa tanpa mengundang Warga yang memiliki lahan di wilayah HGU PT. Lonsum. Hal ini kami ketahui pasca aksi yang tentu saja mereka telah mengetahui dan tidak memiliki itikad baik terhadap warga selaku pihak terkait,” tegas Rudy Tahas perwakilan AGRA Bulukumba

Aksi di dua wilayah yakni Kota Makassar dan Bulukumba berakhir dengan kesepakatan yakni akan dilaksanakan koordinasi dan keterbukaan informasi terkait proses pembaruan HGU PT. Lonsum. Setidaknya tuntutan warga akan direspon dan dilakukan pertemuan di ATR/BPN Wilayah Sulsel paling lambat pada 26 Januari 2024. 

Categories
EKOSOB

KOMNAS HAM Surati Pemerintah Kota Makassar Tunda Penggusuran, Ingatkan Kewajiban Pemerintah Penuhi dan Lindungi Hak Asasi Manusia

Makassar, 6 Januari 2024. Merespon aduan yang diajukan oleh YLBHI-LBH Makassar terkait rencana penggusuran paksa yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar terhadap dua Keluarga di Beroanging,  Komnas HAM mengirim surat tertanggal 5 Januari 2024, perihal Penundaan Penggusuran dan bersifat Penting, yang ditujukan ke Walikota dan Kepala DLH Kota Makassar dengan meminta dilakukan Mediasi hingga dicapai solusi bersama dalam rangka menjamin pemenuhan dan perlindungan hak bagi warga. 

Sehari sebelumnya pada pada 5 Januari 2024, warga kembali menerima surat Peringatan untuk segera mengosongkan atau membongkar sendiri rumah satu-satunya yang dimiliki karena rumah tersebut diklaim berdiri diatas tanah milik Pemerintah Kota Makassar yang difungsikan sebagai Tempat Pemakaman Umum. Hanya karena warga tidak memiliki kertas bukti kepemilikan atas tanah tersebut, sehingga warga dinilai tidak memiliki hak atas tanah dan tempat tinggal di wilayah tersebut. 

Pemerintah Kota Makassar tidak mempertimbangkan jika warga tersebut diusir dan tergusur dari rumahnya, maka mereka tidak memiliki tempat tinggal dan hal tersebut bertentangan sesuai Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menyatakan “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Pemerintah kota Makassar juga telah mengabaikan kewajibannya sebagai lembaga negara dalam rangka perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana ketentuan Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 8 jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pada 27 Desember 2023, Koalisi Anti Penggusuran telah mengajukan surat  ke Walikota Makassar untuk meminta agar dilakukan perundingan ulang. Hasilnya pada 5 Januari 2024 tim kuasa hukum bertemu dengan Bagian Hukum Pemkot Makassar, yang pada intinya menegaskan bahwa mereka tetap akan melakukan penertiban atau penggusuran paksa terhadap warga pasca Pilpres 14 Februari 2024. Hingga saat ini belum terdapat titik temu terkait dengan atau solusi bersama antara warga dan pihak DLH maupun Walikota Makassar. 

Melalui surat, Komnas HAM RI meminta agar Walikota Makassar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar untuk menunda rencana penggusuran dan tindakan yang dapat menimbulkan konflik fisik, sampai dengan dicapainya solusi atau penyelesaian bersama yang dapat diterima oleh kedua belah pihak; dan mengupayakan penyelesaian bersama atas permasalahan sebagaimana perwujudan dari kewajiban Pemerintah dalam rangka perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia sebagaimana ketentuan Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 8 jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Berdasarkan surat Komnas HAM RI yang ditujukan kepada Walikota Makassar dan Kadis LBH Makassar, YLBHI-LBH Makassar bersama Koalisi Rakyat Anti Penggusuran mendesak Pemerintah Kota Makassar dan DLH Kota Makassar untuk mwngikuti permintaan dari Komnas HAM untuk melakukan perundingan kembali yang bertujuan untuk jaminan pemenuhan hak Warga terdampak; serta menghentikan upaya tindakan aktif pelanggaran HAM yang menghilangkan hak atas tempat tinggal yang layak bagi warganya sendiri serta menjamin hak-hak dasar lainnya.

Categories
EKOSOB

Menolak Upaya Penggusuran Paksa, Warga Beroanging Ajukan Permohonan Perundingan ke Walikota

Makassar, 27 Desember 2023.  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar bersama dengan Koalisi Rakyat Anti Penggusuran mendatangi kantor Wali Kota Makassar untuk mengajukan upaya perundingan. Hal ini dilakukan guna sebagai upaya untuk mempertahankan ruang hidup terhadap 2 Keluarga di Beroanging,  Kelurahan Suangga, Kecamatan Tallo, Kota Makassar yang terancam tergusur oleh proyek pembangunan pagar yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar.

Setelah tiba di kantor walikota Makassar, surat langsung dimasukkan sesuai prosedur di bagian Sekretariat Daerah Bagian Umum, dan diterima dengan baik oleh pegawai dengan nomor agenda 4186 terkait dengan perundingan. Pasca memasukkan surat, koalisi hendak mengambil foto dokumentasi di depan balaikota dengan membentangkan spanduk penolakan penggusuran sepihak oleh pemerintah kota Makassar

Namun, tindakan pembentangan spanduk tersebut mendapatkan respon yang tidak kooperatif dari beberapa petugas Satpol-PP yang berjaga. Dengan nada suara yang tinggi dan intimidatif, mereka mendesak massa koalisi untuk meninggalkan dan melarang kami mengambil dokumentasi di halaman kantor Walikota dan mengarahkan untuk mengambil gambar dari jalan raya.

“Kami tidak mengizinkan kalian membentangkan spanduk demo dan ambil foto di dalam lingkungan kantor walikota. Kalau mau silahkan di luar saja,” ucap salah satu aparat Satpol-PP yang berjaga di kantor walikota Makassar.

Dan tindakan  tersebut mengundang terjadinya proses perdebatan antara (LBH) Makassar dengan massa koalisi dan petugas Satpol-PP yang berjaga. 

“Di mana aturannya? Kami tidak melakukan demonstrasi kami hanya ingin mendokumentasikan perihal penolakan penggusuran terhadap rumah yang ada di sekitaran perkuburan,” ujar salah satu perwakilan dari Koalisi Rakyat Anti Penggusuran.

Setelah Satpol-PP meminta waktu berbicara dengan Pimpinannya, dengan dalih aturan lisan mereka melarang untuk mengambil gambar dari halaman kantor Walikota. Pada akhirnya Koalisi Rakyat Anti Penggusuran diminta untuk mengambil gambar dari luar pagar lingkungan kantor pemerintah kota Makassar. 

Tentunya tindakan aparat Satpol-PP dalam menghalang-halangi upaya koalisi dan warga untuk menyampaikan aspirasinya adalah sebuah tindakan yang mencederai nilai demokrasi dalam konteks negara hukum. Balai Kota sebagai ruang publik mestinya bisa diakses oleh seluruh warga yang hendak memperjuangkan aspirasinya terkait dengan hak untuk hidup dan hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak dan bebas dari ancaman penggusuran oleh negara sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, YLBHI-LBH Makassar bersama Koalisi Rakyat Anti Penggusuran mendesak Pemerintah Kota Makassar untuk:

  1. Tidak melakukan tindakan penggusuran sepihak atas tanah serta bangunan yang ditempati Warga di sekitar pekuburan Beroanging, Kelurahan Suangga, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
  2. Mendesak Walikota makassar untuk mengagendakan proses perundingan (mediasi) yang melibatkan DLH Kota Makassar dan seluruh aparatur pemerintahan terkait untuk membahas mengenai hak tempat tinggal atas masyarakat.
  3. Mendesak agar Balaikota menjadi ruang publik yang inklusif bagi warga untuk menyampaikan aspirasinya.
Categories
EKOSOB

Upaya Penggusuran Paksa Warga Beroanging, Tindakan Aktif Pelanggaran HAM Pemkot Makassar

Makassar, 19 Desember 2023. Proses perundingan antara Pemkot Makassar dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar terkait dengan sengketa lahan pemukiman dan lahan pekuburan dengan 2 Kepala Keluarga di Beroanging tidak menemui titik temu. Dalam perundingan yang dihadiri langsung oleh Warga, DLH bersikeras bahwa kedudukan warga Beroanging yang menempati lahan tersebut tidak memiliki dasar hukum sama sekali. 

Pihak DLH Kota Makassar tidak mengakui dan menghormati fakta bahwa warga telah hidup dan menguasai lahan dengan membangung rumah di wilayah tersebut sejak tahun 1981 dan terus menguasai dan memanfaatkan lahan di wilayah tersebut hingga saat ini.

Sejak diberikan surat himbauan pertama dari Dinas Lingkungan Hidup pada tanggal 1 November 2023, warga telah mendapatkan 2 kali surat peringatan dari Kelurahan Suangga untuk segera mengosongkan rumah tersebut untuk digusur. Setidaknya  terdapat  8 orang warga yang akan kehilangan tempat tinggal, 2 orang perempuan dewasa dan 5 orang pria dewasa dan 1 orang anak.  

Pilihan untuk tinggal di lahan yang diklaim pemerintah kota sebagai lahan pekuburan, tidak terlepas dari pengabaian pemenuhan hak atas tanah, hak atas pemukiman yang layak, hak atas pendidikan, Hak atas pekerjaan yang layak bagi warga yang telah hidup di wilayah tersebut selama lebih dari 20 tahun. 

Tempat tinggal yang layak merupakan hak dasar seorang warga yang pemenuhannya menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara. Alih-alih hadir meningkatkan kualitas hidup warganya, kehadiran Pemkot Makassar justru hadir dengan mengancam akan melakukan penggusuran terhadap rumah warganya. Ini merupakan tindakan aktif pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemkot Makassar.

Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Pasal 27 ditegaskan bahwa: 

“Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia”.

Lebih lanjut dalam Pasal 40 UU HAM ditegaskan bahwa:

“Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak”. 

Merujuk pada Standar Norma dan Pengaturan Komnas HAM No 11 Tentang Hak Atas Tempat Tinggal yang Layak, poin ke 92, ditegaskan bahwa kewajiban negara untuk menghormati, dengan tidak melakukan praktek Penggusuran paksa tanpa konsultasi yang nyata (genuine consultation), kompensasi, dan pemukiman kembali (resettlement) yang layak merupakan pelanggaran atas kewajiban negara untuk menghormati. 

Selanjutnya pada poin 95 dan 96 SNP Komnas HAM ini menegaskan bahwa tidak hanya menghormati, kehadiran negara juga wajib untuk melindungi HAM, dan menjamin pihak ketiga tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal layak. Dalam kasus warga Beroanging kehadiran Negara justru bertindak sebaliknya, bertindak aktif untuk menggusur secara paksa rumah warganya, membuat warganya akan kehilangan tempat  tinggal yang layak.

“Solusi yang diberikan oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Makassar terkait hak atas tempat tinggal warga yang terdampak, sangat jauh dari layanan hak dasar yaitu mendapatkan tempat tinggal sesuai standar hidup yang layak sebagaimana mandat dari Pasal 27 UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Akibat penolakan warga dengan solusi tempat tinggal yang tidak layak diberikan, juga telah menggugurkan hak-hak dasar lainnya seperti Hak atas pendidikan bagi anak-anaknya, hak atas kesehatan dan pekerjaan jika mereka tergusur. Artinya DLH sebagai lembaga negara telah melanggar hak asasi dan abai terhadap warganya.” Tegas Melisa LBH Makassar.

Bahwa tindakan penggusuran paksa yang akan menghilangkan hak atas tempat tinggal layak bagi warga, akan berdampak pada hilangnya hak dasar yang lain seperti hak atas pendidikan, pekerjaan yang layak, hak atas kesehatan bagi warga, termasuk hak-hak anak, dan hak-hak dasar bagi perempuan. 

Tindakan ini akan mencederai pemajuan capaian pembangunan berkelanjutan Indonesia yang dinilai paling progresif. Penghapusan Kemiskinan merupakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang disepakati oleh masyarakat Internasional pada tahun 2015. Indonesia turut sepakat dengan kebijakan ini dan telah diejawantahkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Digusurnya rumah satu-satunya milik warga tanpa alternatif lain tentunya merupakan tindakan yang bertentangan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, dan akan memperburuk keadaan warga yang kehilangan rumah tersebut.  

Atas situasi tersebut Warga Beroanging bersama YLBHI-LBH Makassar menuntut kepada Pemerintah Kota Makassar Menjalankan aturan hukum untuk, menghormati Hak Atas Tempat tinggal yang layak bagi warga Beroanging, melindungi Hak Atas tempat tinggal yang layak bagi warga dan Menghentikan upaya penggusuran paksa terhadap rumah satu-satunya milik warga.  

Categories
EKOSOB

Cegah Terjadinya Kerusakan Lingkungan, Pertemuan Warga Lintas Desa Tegas Menolak Tambang Sungai Saddang

Pinrang, 03 Desember 2023. Warga yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Lawan Tambang Sungai Saddang berkumpul di Dusun Babana Desa Bababinanga melakukan pertemuan sebagai bentuk perlawanan terhadap tambang yang berada di daerah aliran Sungai Saddang (3/12).

Warga yang hadir berjumlah kurang lebih 200 orang dan mengumpulkan tanda-tangan sebagai bentuk penolakan terhadap tambang pasir yang selama ini menjadi keresahan bersama akibat dampak yang ditimbulkan sepanjang sejarah penolakan tersebut. Warga yang terdiri dari beberapa desa di Kecamatan Cempa dan Duampanua yakni Salipolo, Cilallang, Jawi-Jawi, Wakka, Paria, Babana dan Botae.

Konflik agraria dan perjuangan warga dari  dua kecamatan dalam melawan tambang bukan hal yang baru. Tahun 2019, Warga Desa Salipolo dan Bababinanga bersama koalisi melakukan berbagai aksi perlawanan bahkan sampai di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi. Perlawanan warga tahun 2019 berhasil menggagalkan tambang PT. Alam Sumber Rezeki. Hingga tahun 2023 para pengusaha tambang kembali meresahkan warga desa dua kecamatan ini khususnya Bababinanga dan Salipolo. 

Bahkan di awal penolakan bulan Februari dan Maret sebanyak 21 warga Bababinanga dilaporkan atas dugaan pelanggaran pidana pemalsuan surat yang berisi tanda tangan warga menolak tambang. Lima bulan pasca ancaman kriminalisasi, aktivitas para pemburu rente pasir kembali mengoyak ketenangan warga hingga menyulut gerakan perlawanan yang semakin massif dan meluas. Dari data yang dimiliki KPA Sulsel ada 13 perusahaan yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 305,7 Ha dan Alokasi Ruang Tambang (ART) di RTRW Provinsi No. 03 Tahun 2022 seluas 182.2 Ha dengan total keseluruhan 488 Ha.

Untuk diketahui, zona tambang yang dialokasikan tersebut adalah Kawasan Perlindungan Setempat dan Kawasan Perikanan Tangkap Tradisional dan dalam Peta Inarisk Badan Nasional Penanggulangan Bencana – BNPB, Sungai Saddang dan sekitarnya ditetapkan zona high value atau wilayah rawan banjir tingkat tinggi serta bahaya likuifaksi sedang hingga tinggi. Selain itu dalam Peta Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung – BPDASHL, DAS Saddang masuk dalam klasifikasi Dipulihkan. Perlindungan dan Pemulihan DAS Saddang bahkan masuk sejak di RPJMN 2014-2019 sebagai bagian 15 DAS Prioritas dari 108 DAS kritis di Indonesia.

Penetapan wilayah konsesi tambang tersebut jelas mengindikasikan bahwa pihak-pihak yang terlibat memasukkan Sungai Saddang dalam Perda RTRW sengaja menempatkan warga dalam situasi yang berbahaya dan penuh ancaman. 

“Tambang adalah salah satu penyebab konflik agraria terbesar di Sulawesi Selatan selain Perkebunan, Reklamasi, Klaim Hutan Negara, Infrastruktur dan tentu saja Proyek Strategis Nasional – PSN. Ketimpangan agraria serta kerusakan ekologis akibat pertambangan telah menempatkan situasi warga negara yang mayoritas petani juga nelayan menjadi rentan, kehilangan lahan garapan, kampung dan tentu saja ancaman bencana tak berkesudahan. Konsesi tambang Sulawesi Selatan seluas 191.846,69 Ha adalah salah satu potret bagaimana ketimpangan sumber sumber agraria dikelola dan diberikan kepada pengusaha. UUD 1945, UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, TAP MPR IX/2001 menekankan Reforma Agraria Sejati sebagai amanat dan mandat Konstitusi yang harus dijalankan Negara tapi hingga hari ini justru diabaikan. Bahkan kebijakan yang dihasilkan seperti Undang-Undang Cipta Kerja semakin menempatkan Rakyat serta lingkungan dalam kondisi kritis dan memprihatinkan,” ujar Rizki Anggriana Arimbi Koordinator KPA Wilayah Sulsel.

Dalam pertemuan ini, warga mendapatkan informasi terkait konsesi, perusahaan yang akan beroperasi dan aturan yang digunakan tanpa mempertimbangkan dampak yang dialami oleh warga, serta tidak melibatkan warga dalam pengambilan keputusan. Melisa dari LBH Makassar menekankan, lakukan segala upaya yang kita bisa, selama tidak melanggar hukum

“Dalam pasal 66 UU PPLH No. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Aksi penolakan warga terhadap tambang pasir, tidak boleh dikriminalisasi dan sudah jelas hak-hak warga telah dilindungi dalam Undang-undang. Jika kedepannya terjadi lagi kriminalisasi terhadap warga, mari kita hadapi bersama-sama. Jangan takut!” Tegas Melisa Koordinator Bidang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Makassar.

Rencana tambang pasir bila tetap dipaksakan berjalan hanya akan memicu pelanggaran HAM dan konflik agraria berkepanjangan. DAS Saddang adalah sumber kehidupan bagi ribuan warga di kabupaten Toraja, Enrekang juga Pinrang serta habitat perairan tawar lainnya. DAS Saddang berada dalam kondisi kritis yang harus direhabilitasi bukan dieksploitasi. Tambang Pasir akan mengulang bencana masa lalu dan menjadi bom waktu masa akan datang.

Koalisi Rakyat Lawan Tambang Sungai Saddang
(Warga Bababinanga – Salipolo, Konsorsium Pembaruan Agraria – KPA Wilayah Sulsel & YLBHI – LBH Makassar)

Narahubung:

+62 812-4252-9770 Melisa Ervina Anwar – Koordinator Bidang Hak Ekosob LBH Makassar