Categories
Berita Media

Kasus KM Lestari Maju, LBH Makassar: Perizinan juga Harus Diselidiki

HukumWatch.com, Makassar- Sepekan berlalu kecelakaan Kapal Motor Lestari Maju di perairan Selayar. Senin kemarin (9/7/2018) Polda Sulsel baru saja menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini. Awalnya, Polda Sulsel menetapkan ada empat nama, yakni pemilik kapal HY, Nakhoda kapal AS, Perwira Posker Pelabuhan Bira KM, dan bagian tiket IS.

Kemudian, pada hari yang sama, Polda Sulsel meralat hanya dua tersangka, nakhoda Agus Susanto dan Perwira Posker Pelabuhan Bira Kuat Maryanto. Alasannya, Polda masih mendalami kasus tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Fajar Akbar mengatakan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran jelas mengatur pihak-pihak yang harusnya bertanggung jawab, menjamin keselamatan dan keamanan penumpang. Pula keselamatan barang yang diangkut dalam pelayaran, juga diatur dalam perundangan yang sama.

“Saya kira jelas, berdasarkan UU, pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim,” kata Muhammad Fajar Akbar kepada HukumWatch, Selasa (10/7/2018).

Kasus seperti yang dialami KM Lestari Maju, menurutnya, mulai dari hulu yaitu perizinan sampai hilir pengantaran penumpang, harus diselidiki.

“Jangan sampai bukan hanya dihilirnya, tapi dari hulunya atau dari perizinannya memang bermasalah,” kata Wakil Direktur Bidang Pemberdayaan Hukum Masyarakat LBH Makassar ini.

Terkait kedudukan dan tanggung jawab pemilik kapal, kata Fajar, dalam hukum pelayaran jangankan pemilik kapal, badan usahanya secara keseluruhan bisa dikenakan pidana.

“Jadi pihak kepolisian mesti mencermati hal ini, bahwa badan usaha bisa dipidana dalam hukum pelayaran,” kata Fajar.

Oleh karena itu, menurutnya, lebih baik bila kepolisian menyelesaikan semua proses penyelidikan terlebih dahulu.Termasuk memeriksa pihak pemerintah yang memberikan izin pelayaran kepada KM Lestari Maju atau badan usahanya, baru mengumumkan penetapan tersangkanya.

Categories
Berita Media slide

LBH Makassar Sesalkan Vonis Ringan Terhadap Kepsek Pelaku Kejahatan Seksual

RAKYATKU.COM, MAKASSAR – Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH Makassar) menyesalkan hasil putusan yang diberikan oleh majelis hakim terhadap SS (57) oknum kepala sekolah yang menjadi terdakwa kasus pencabulan dua siswa di salah satu sekolah dasar di Makassar.

Rezky Pratiwi dari LBH Makassar yang juga merupakan pendampinh korban mengatakan bahwa putusan ini tergolong rendah bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Namun, ia mengatakan vonis sudah terpenuhi karena sudah 2/3 dari tuntutan jaksa.

“Kami menilai untuk kekerasan seksual terhadap anak ini tergolong rendah. Apalagi korbannya dua dan pelakunya tenaga pendidik,”kata Rezky kepada Rakyatku.com, Minggu (10/6/2018).

Meski Rezky menganggap bahwa hal ini sepenuhnya kewenangan hakim, namun ia dan keluarga korban berharap vonisnya bisa maksimal. Rezky puj mengatakan saat ini pihaknya masih fokus mengawal pemulihan korban dari trauma yang timbul akibat kejahatan yang dilakukan SS.

Salah satu upaya yang dilakukan ialah dengan mengkoordinasikan dengan LPSK untuk pemulihan psikologis. Rezky menyebut bahwa sudah ada perubahan yang yang membaik dari hasil pemulihan yang dilakukan kepada korban ini.

“Pemulihan psikologis kami koordinasikan dengan LPSK yang punya layanan untuk itu. Jadi korban diberikan konseling rutin. Terakhir korban sudah mulai membaik, sudah kelihatan ceria,” terang Rezky.

“Tapi tetap saja untuk pulih dari kekerasan seksual akan butuh waktu yang lama dan tetap akan membekas di ingatan korban. Ini juga harus ditekankan ke publik, supaya pencegahan bisa kita lakukan bersama dan tidak ada korban-korban lain,”tutur Rezky.

Categories
Berita Media slide

Blokade Jalan Turungan Baji Sinjai Barat, LBH Turun Tangan

INIKATA.com – Warga Turungan Baji, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, kembali melakukan aksi pemagaran jalan dan pemasangan spanduk, Rabu, (6/6/2018).

Nampak sejumlah mahasiswa dari Kabupaten Sinjai yang tergabung dalam front Solidaritas Mahasiswa Sinjai (SOMASI) dan mahasiswa dari Kabupaten Bone bersama warga setempat melakukan blokade jalanan di Balabbara Desa Turungan Baji.

Bukan hanya itu, mereka juga memboikot alat berat yang sementara beraktivitas.

Hal itu dilakukan, kata warga, akibat penolakannya atas pengerjaan jalan tersebut karena menurutnya, pengerjaan jalanan Balabbara adalah ilegal, yakni perampasan lahan warga.

“Kami tidak akan membiarkan jalanan ini dikerja, karena ini merupakan perampasan lahan dan juga merusak lingkungan kami, lagi pula ada jalan semula, yakni Sappiareng” kata warga, Nuralamsyah.

Polemik tersebut juga menuai perhatian dari berbagai kalangan, salah satunya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, yang juga terlibat andil mendampingi warga.

Pengacara LBH Makassar Herul Karim, mengatakan bahwa kasus seperti ini hampir terjadi di seluruh Indonesia, yakni perampasan lahan atas nama pembangunan.

“Kami menolak pembangunan jalan tersebut, karena merampas lahan warga. Dan belum ada pembebasan lahan, jadi kami nilai pembangunan tersebut melanggar,” kata Herul. (**)

Categories
Berita Media slide

Oknum Polisi di Barru Setrum Sopir Truk, LBH Makassar Minta Kapolri Turun Tangan

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, mengecam oknum polisi di Barru yang diduga menyekap sopir truk.

Salah satu aktivis LBH Makassar Azis Dumpa menilai, jika tindakan tersebut terjadi dan dilakukan oleh polisi, maka melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

“Kami mengecam keras dengan dugaan penyiksaan, melanggar HAM dan sangat tidak manusiawi,” ungkap Azis Dumpa kepada tribun timur, Junat (1/6/2018). Diberitakan sebelumnya, seorang sopir truk asal daerah Pinrang, Muin, diduga kuat telah menjadi korban kasus salah tangkap oleh oknum kepolisian di Barru.

Diketahui, Warga asal Desa Lamajakka, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang itu mengaku telah dianiaya bahkan dia juga sempat disetrum beberapa kali. Hal ini pun menjadi catatan baru LBH Malassar, dari itu mereka meminta agar oknum polisi yang terlibat agar diproses pidana dan kode etik, dan dihukum berat.

“Jika terbukti penyiksaan, maka alasan apapun itu tidak dibenarkan. Polri wajib menghormati, melindungi, meneggakkan tugas dan juga fungsinya,” tegas Azis. Karena sebagamana yang diatur dalam Peraturan Kapolri, nomor 8 Tahun 2009 Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Selain itu, Azis Dumpa meminta agar Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk turun tangan menagani beberapa kasus dugaan penyiksaan di Polda Sulsel. “Karena ini sudah merupakan kejadian yang berulang, sementara kasus-kasus yang telah dilaporkan sebelumnya masih mandek di kepolisian,” tambah Azis.

 

 

 

Categories
Berita Media EKOSOB slide

Ini yang Laporkan Syahrul Yasin Limpo ke KPK, Kasus CPI, “Potensi Kerugian Negara Rp 15 Triliun”

Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Makassar menggelar sidang lanjutan gugatan izin reklamasi pembangunan proyek Central Point Of Indonesia (CPI) di bagian barat pantai Losari Makassar, Jumat (22/4/2016). Sidang dengan agenda peninjauan tempat lokasi reklamasi yang dianggap merusak lingkungan hidup ini dipimpin Hakim ketua Teddy Romyadi dan dua hakim anggota lainya.
Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Makassar menggelar sidang lanjutan gugatan izin reklamasi pembangunan proyek Central Point Of Indonesia (CPI) di bagian barat pantai Losari Makassar, Jumat (22/4/2016). Sidang dengan agenda peninjauan tempat lokasi reklamasi yang dianggap merusak lingkungan hidup ini dipimpin Hakim ketua Teddy Romyadi dan dua hakim anggota lainya.

 

TRIBUN-TIMUR.COM- Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo menghadapi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dan dilaporkan ke KPK oleh puluhan aktivis terkait reklamasi Pantai Losari di kawasan Center Point of Makassar (CPI).

[Baca juga: Pemprov-Pemkot Memanas, Ilham Tolak Proyek Syahrul Reklamasi CPI]

Puluhan aktivis di PTUN Makassar menggugatnya terkait penyalahgunaan wewenang dan memberikan izin reklamasi tanpa persetujuan pemerintah pusat.

Bahkan, Syahrul dituding merusak lingkungan hidup biota laut karena megaproyek reklamasi Pantai Losari. [Baca juga: Ini Bukti Reklamasi CPI atau COI di Makassar Tak Punya Izin]

Adapun lembaga yang melaporkan Syahrul di PTUN Makassar ialah LBH Makassar, Walhi Sulsel, Fik Ornop, ACC, YKL, SP Angin Mamiri, Aman Sulsel, dan Kontras Sulsel.

Sementara itu, Syahrul dilaporkan ke KPK dari berbagai lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK). [Baca juga: Soal CPI, Abraham Ungkap Bisa Tahan Gubernur]

Koalisi ini di antaranya lembaga Kopel Indonesia, LP Sibuk, Universitas Patria Artha, Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP), dan beberapa lembaga lainnya.

Saat ini, sidang lanjutan terkait reklamasi Pantai Losari terus bergulir di PTUN Makassar. [Baca juga: Kasus Reklamasi CPI Masuk ke KPK]

Sidang gugatan terhadap Gubernur Sulsel selalu dipadati puluhan aktivis.

Menurut Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sulsel Muhammad Al Amin mengatakan, reklamasi untuk pembangunan CPI yang saat ini bergulir di pengadilan terus memperlihatkan kenyataan kepada publik bahwa reklamasi dan proyek CPI memiliki berbagai persoalan, baik yang sifatnya regulatif, perizinan, maupun perubahan-perubahan alam dan kerusakan lingkungan.

“Setelah izin pelaksanaan reklamasi yang diterbitkan gubernur ternyata belum mendapatkan rekomendasi dari KKP. Dalam sidang peninjauan setempat, publik kembali diperlihatkan secara langsung maupun dalam bentuk peta terkait perubahan-perubahan yang terjadi selama reklamasi pesisir Makassar dilakukan,” kata Al Amin, Selasa (26/4/2016).

Al Amin mengatakan, dalam peta yang diperlihatkan, kondisi pesisir Makassar telah berubah dari tahun ke tahun. Tahun 2010, peta tersebut memperlihatkan kondisi pesisir barat Makassar yang masih laut, tetapi 2015 pesisir barat Makassar telah menjadi daratan yang lokasinya persis di area proyek CPI.

“Artinya, selama ini, apa yang disampaikan oleh Pemprov Sulsel bahwa belum ada aktivitas reklamasi di area proyek CPI sesungguhnya merupakan pernyataan yang tidak benar. Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Laut juga mengatakan dalam konferensi persnya, perubahan bentang alam di proyek CPI sesuai peta hasil reklamasi yang dibuat oleh ASP telah menyebabkan kerusakan ekosistem dan hilangnya akses masyarakat pesisir terhadap laut,” tuturnya.

Dengan demikian, lanjut Al Amin, reklamasi CPI justru akan menimbulkan potensi bencana yang lebih besar seperti banjir rob karena perubahan pola arus laut dan meningkatnya sedimentasi.

[Baca juga: Danny: Proyek CPI Paling Besar Pelanggarannya]

Hal ini bertolak belakang dengan alasan Pemprov Sulsel membangun CPI untuk mitigasi bencana.

KMAK yang melaporkan kasus reklamasi Pantai Losari di kawasan CPI ke KPK memprediksi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 15 triliun.

Dalam laporan KMAK ke KPK, Pemprov Sulsel, dalam hal ini Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, dua pihak pengembang, yakni PT Ciputra Grup dan PT Yasmin, sebagai terlapor.

Menurut salah satu anggota KMAK, Syamsuddin Alimsyah, yang juga Direktur Kopel Indonesia, mengatakan, ada beberapa poin dalam kasus dugaan korupsi ini yang dianggap melawan hukum, yakni penyalahgunaan wewenang, soal perizinan yang menguntungkan atau memperkaya kelompok atau perorangan, dan merugikan negara hingga Rp 15 triliun.

Syamsuddin mengungkapkan, pihak Pemprov Sulsel sengaja menabrak undang-undang.

Perda zonasi dan pemanfaatan pulau-pulau tidak melibatkan pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian.

Terlepas dari itu, sebelumnya Pemprov Sulsel melakukan reklamasi dengan menggunakan dana APBN dan APBD untuk pembangunan Wisma Negara serta penimbunan laut ke lokasi tersebut.

“Modusnya pembuatan Wisma Negara menggunakan APBN dan APBD. Untuk pembangunan Wisma Negara, harus ada restu pembangunan dari Sekretaris Kabinet.

Belakangan terungkap, ada perusahaan lain yang melakukan reklamasi lebih besar dan melakukan penjualan tanah per kapling-kapling dengan harga sangat tinggi pada kawasan elite CPI itu. Dari penjualan lahan reklamasi itu, Pemprov memberikan kewenangan ke Ciputra Grup untuk menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB),” tuturnya.

Menurut Syamsuddin, KMAK telah melaporkan kembali kasus reklamasi Pantai Losari ini menambah laporan pada tahun 2014 lalu, Senin (25/4/2016).

Selain melaporkan kembali, KMAK juga menyerahkan bukti-bukti baru ke KPK terkait dugaan korupsi reklamasi Pantai Losari.

“Jika dihitung-hitung, kerugian negara yang ditimbulkan dalam reklamasi Pantai Losari kawasan CPI itu sebesar Rp 15 triliun. Buktinya, pihak PT Ciputra Grup dan PT Yasmin melakukan penjualan tanah kapling hasil reklamasi kepada orang perorangan dengan minimal harga Rp 15 juta per meternya,” katanya.

Megaproyek reklamasi seluas 157,23 hektar bertajuk Center Point of Indonesia yang direncanakan Pemprov Sulsel jatuh di tangan pengembang Ciputra.

Akibat reklamasi itu, sebanyak 45 kepala keluarga (KK) kelompok nelayan yang bermukim di kawasan pesisir Pantai Losari tergusur.

Megaproyek tersebut akan dibangun kota baru di pesisir Pantai Losari dengan kawasan permukiman elite.

Reklamasi Pantai Losari akan menggunakan pasir putih untuk kawasan wisata. (Kontributor Makassar, Hendra Cipto/Kompas.com)

Sumber : makassar.tribunnews.com

 

Categories
Berita Media EKOSOB slide

KY Awasi Sidang Reklamasi Sidang CPI

Komisi Yudisial penghubung Sulawesi Selatan mengawal sidang reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Selasa (26/4/2016).
Komisi Yudisial penghubung Sulawesi Selatan mengawal sidang reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Selasa (26/4/2016).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSARKomisi Yudisial penghubung Sulawesi Selatan mengawal sidang reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Selasa (26/4/2016).

Menurut Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi, pengawasan proses peradilan reklamasi CPI mulai sejak sidang perdana sampai selesai. Pihaknya mengawasi sidang reklamasi CPIlantaran menyita perhatian masyarakat.

“Sidang kasus CPI makassar akan di pantau oleh Penghubung KY Makassar mulai pertama kali kasus ini bergulir ke Pengadilan TUN Makassar, sampai selesai,”kata Farid Wajdi kepada Tribun.

Farid mengaku pengawasan dilakukan KY tidak lain atas permintaan sebuah lembaga diakuinya telah meminta pihaknya mengawal proses peradilan reklamasi pesisir pantai Makassar. Di antaranya yakni Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan selaku penggugat.

“Pemantauan proses persidangan untuk memastikan mekanisme hukum acara ditegakkan sesuai dengan ketentuan berlaku,”lanjut Fajri.

Dia menyampaikan mengawal proses persidangan untuk hindari adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Bilamana ditemukan adanya dugaan pelanggaran, maka pasti diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.(*)

Penulis : Hasan Basri

Editor : Anita Kusuma Wardana

Sumber : makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media EKOSOB

Dugaan Korupsi Proyek Reklamasi Makassar Dilaporkan ke KPK

498894_620
Ratusan warga melakukan penyegelan Pulau G, Muara Angke, Jakarta, 17 April 2016. Ribuan nelayan menyegel salah satu pulau yang sedang dalam proses reklamasi, yakni Pulau G. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta – Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) melaporkan dugaan korupsi proyek reklamasi di pesisir Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan, hari ini, Senin, 25 April 2016. Dugaan ini muncul karena Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo memprogramkan pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) dan wisma negara tanpa ada persetujuan dari pemerintah pusat.

Direktur KOPEL Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan proyek yang dibangun sejak tahun 2009 ini tidak memenuhi syarat. Sebab, proyek tersebut tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD).

“Saat membangun tidak ada Raperda yang membahas soal zonasi wilayah pesisir,” kata Syamsuddin di KPK. Dia menjelaskan pada September 2013, Syahrul sudah mengajukan surat ke Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dengan reklamasi ini. Namun, pengajuan itu ditolak karena dokumen yang menjadi persyaratan tak lengkap.

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, pemerintah daerah wajib menetapkan 4 dokumen perencanaan aktivitas reklamasi, yakni rencana strategi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Meski ditolak Menteri Kelautan dan Perikanan, pada November di tahun yang sama, Syahrul mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 644/2013 terkait pemberian izin pelaksanaan reklamasi Kawasan Losari yang masuk dalam proyek CPI. Surat itu diberikan kepada PT Yasmin Bumi Asri. Namun, saat pelaksanaan proyek itu malah dikerjakan oleh Ciputra Group.

Menurut Syamsuddin, wilayah yang direklamasi seluas 157,23 hektare. Dalam perjanjian kerja sama, disebutkan PT Yasmin Bumi Asri memperoleh hak atas pekerjaan reklamasi berupa lahan seluas 106,76 hektare dengan status hak guna bangunan. Sementara pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan hanya mendapat bagian lahan hasil reklamasi seluas 50,47 hektare dengan status hak pengelolaan.

Di atas lahan seluas 106,76 itu kini dibangun proyek CitraLand City Losari Makassar. Ciputra menjual tanah kavling senilai Rp 13 juta hingga Rp 15 juta per meter persegi. “Tak ada Amdal untuk proyek itu,” ujar Syamsuddin.

Dari hasil penjualan kavling ini, diperkirakan negara berpotensi mengalami kerugian Rp 15,5 triliun.

“Ada dugaan Gubernur sengaja memperkaya pihak investor,” kata Syamsuddin. Oleh sebab itu, ia melaporkan adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Selatan.

Selain Gubernur, Kopel juga melaporkan Direksi Ciputra Group dan PT Yasmin Bumi Asri dengan dugaan melawan hukum karena mengabaikan undang-undang.

Kepala Pemberitaan dan Informasi Komisi Pemberantasan Korupsi Priharsa Nugraha mengatakan pihaknya akan menelisik laporan tersebut. “Setiap pengaduan yang masuk akan ditelaah oleh bagian pengaduan masyarakat apakah ada indikasi korupsi atau tidak,” kata dia.

Pada tahun 2014, Syamsuddin mengatakan sudah pernah mengadu ke KPK. Namun rupanya hingga kini belum ditindaklanjuti. Kali ini ia datang lagi dengan melaporkan potensi kerugian yang dialami negara sebesar Rp 15,5 triliun. Ia berharap lembaga antirasuah segera menindaklanjuti laporan ini.

Maya Ayu Puspitasari

sumber : www.tempo.co

Categories
Berita Media

Dua Pengurus PWI Sulsel Diperiksa Subdit III Tipikor Polda Sulselbar Terkait Penggunaan Aset Negara

Kasubdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulselbar, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Adip Rojikan
Kasubdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulselbar, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Adip Rojikan

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) telah lakukan pemeriksaan terhadap dua pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan (Sulsel) di Mapolda Sulselbar, Jl Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, Senin (28/3/2016).

Kasubdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulselbar, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Adip Rojikan membenarkan pemanggilan dan pemeriksaan tersebut.

Adip mengatakan, pemanggilan ini dilakukan berdasarkan laporan masyarakat yang di terima Subdit III Tipikor berkaitan dengan adanya laporan penyalahgunaan.

“Betul kami sudah memanggil dan memeriksa dua pengurus PWI Sulsel terkait dengan laporan masyarakat terhadap adanya kerugian negara dari penggunaan aset negara itu,” kata Adip kepada tribun timur.com di Mapolda Sulselbar.

Kedua pengurus PWI Sulsel yang dipanggil dan menjalani pemeriksaan oleh penyidik Subdit III Tipikor yakni, Bendahara PWI Sulsel, Selly Lestari dan anggota Nurhayana Komar.

Adip mengungkapkan, pemanggilan dan pemeriksaan ini masih dalam proses lidik oleh anggotanya terhadap sejumlah laporan masyarakat yang masuk. (*)

Penulis : Darul Amri Lobubun
Editor : Anita Kusuma Wardana
Sumber : makassar.tribunnews.com

Categories
Berita Media

“Pemerintah Perlu Revisi UU Penerimaan Anggota Polri”

ilustrasi penjagaan polisi (INT)
ilustrasi penjagaan polisi (INT)

RAKYATKU.COM, MAKASSAR – Regulasi mengenai penerimaan anggota Kepolisian RI (Polri) perlu diubah. Sebab, beberapa oknum polisi dinilai belum bisa bertanggungjawab atas senjata yang digunakannya.

“Ini problem yang mendesak dan pemerintah perlu merevisi UU kepolisian tentang peneriman anggota kepolisian,” ujar Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz, Minggu (27/3/2016).

Beberapa peristiwa peluru menembus tubuh sipil menjadi dasar pernyataan Aziz. Sementara, kata dia, mereka yang menjadi korban penembakan belum tentu bisa dianggap sebagai pelaku pelanggaran hukum atau tindak kejahatan yang mengancam ketertiban umum.

Kejadian-kejadian itu berlangsung di beberapa daerah di Indonesia. Sejatinya, kata dia, permasalahan itu tidak dibiarkan saja.

“Baru dicurigai langsung di tembak mati dan ini sering terjadi. Bahkan tak jarang peluru menembus tubuh anggota polisi sendiri. Karena itu, saya katakan ini ancaman dan harus diatasi oleh pemerintah,” jelasnya.

Sejak awal penerimaan terhadap anggota kepolisian perlu diperketat, katanya. Untuk itu, regulasi penerimaan anggota polri, semestinya dievaluasi kembali.

“Saya berani mengatakan hal ini, karena polisi adalah aparatur sipil negara yang dipersanjatai, dan ini senajat rawan melukai mayarakat dan bahkan merenggut nyawa masyarakat yang belum tentu bersalah dan mengancam,” ucap Aziz.

“Harapan kami, kepolisian juga harus mengkui kelonggaran itu, dan perketat protap penggunaan senjata oleh personilnya.”

Penulis : Kris Tanjung
Editor : Andi Chaerul Fadli
Sumber : rakyatku.com

Categories
Berita Media SIPOL

Keluarga Laporkan Polisi Penembak Kahar ke Propam Polda Sulsel

Ardianto (30), adik kandung Kahar Daeng Parau usai melapor ke Propam Polda Sulsel atas dugaan kesalahan prosedur petugas Pam Obvit Polda Sulsel dalam penindakan di lapangan. | POJOKSULSEL - MUH FADLY
Ardianto (30), adik kandung Kahar Daeng Parau usai melapor ke Propam Polda Sulsel atas dugaan kesalahan prosedur petugas Pam Obvit Polda Sulsel dalam penindakan di lapangan. | POJOKSULSEL – MUH FADLY

POJOKSULSEL.com, MAKASSAR – Ardianto (30) adik kandung Kahar Daeng Parau (43), yang ditembak oleh petugas Pam Obvit Polda Sulsel di Kantor PT Kelola Jasa Artha, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengisian uang anjungan tunai mandiri (ATM) di Kompeks IDI, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar, telah melapor ke Propam Polda Sulsel, Sabtu (26/3/2016).
Ardianto mengatakan, pihaknya melapor ke Propam Polda Sulsel pada Pukul 14.00 Wita untuk memeriksa petugas Pam Obvit Polda Sulsel, terkait kode etik profesi.

Sebab, kuat dugaan petugas Pam Obvit Polda Sulsel melakukan kesalahan prosedur dalam penindakan di lapangan.

Setelah dari Propam, Ardianto ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Susel untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang petugas Pam Obvit Polda Sulsel yang menjadi pelaku penembakan Kahar.

“Tapi dari SPK saya diarahkan ke Polsekta Panakkukang untuk melapor, karena siapa tahu sudah ada laporannya masuk di Polsekta Panakkukang,” kata Ardianto, Sabtu (26/3/2016).

Namun, keluarga Kahar memutuskan untuk meminta bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Setelah itu, rencananya pada hari Senin (28/3/2016) pihaknya baru melapor kasus penembakan Kahar ke SPKT Panakkukang.

Diberitakan sebelumnya, Kahar Daeng Parau (43) ditembak petugas Pam Obvit Polda Sulsel di Kantor PT Kelola Jasa Artha, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengisian uang anjungan tunai mandiri (ATM) di Kompeks IDI, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar pada Jumat (25/3/2016) dini hari.

Kahar menderita luka tembak di bagian dada kiri tembus ke ketiak belakang, peluru juga mengenai bagian tengah dada kirinya dan perut sebelah kanan.

Kahar sempat dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Ia terpaksa dilarikan ke RSU Wahidin Sudirohusodo pada Jumat subuh sekitar pukul 03.55 Wita karena tidak sadarkan diri usai ditembak dengan senjata laras panjang semi otomatis jenis SS.1 V.2 kaliber 4 milimeter.

penulis : muh fadly
sumber : sulsel.pojoksatu.id