Kabar Makassar – Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar menilai proyek pembangunan di pesisir pantai Makassar berdalih reklamasi kini semakin tidak jelas, karena tak pernah ada penjelasan yang jelas dari pemerintah terkait payung hukum yang digunakan. Bahkan elemen masyarakat yang terdiri dari, WALHI Sulsel, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Anti-Corruption Committee (ACC), Yayasan Konservasi Laut (YKL), Mangrove Action Project (MAP), Jurnal Celebes, Kontras Sulawesi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel, FIK Ornop Sulsel, UKPM Unhas, BEM Sastra UNHAS, PKBI, Yayasan Jati, dan sejumlah orgnanisasi kemahasiswaa dan individu lainnya menengarai dalam sejumlah proyek reklamasi di pesisir Makassar belum memiliki Amdal.
Ketidakjelasan ini salah satunya bermuara pada carut marut penyusunan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar. Penyusunan RTRW yang dilakukan oleh Pansus di dewan tak terdengar rimbanya, padahal ini akan sangat krusial menentukan masa depan pesisir Makassar.
Direktur Walhi Sulsel, Asmar Exwar, mengkritisi upaya pemerintah dan dewan dalam menyusun RTRW yang terkesan ditutup-tutupi dan tidak secara luas melibatkan publik.
“Padahal ini harus dibuka seluas-luasnya. Kita seharusnya tidak bicara di ruang gelap mengenai tata ruang Kota Makassar. Di pesisir misalnya, banyak melibatkan pembangunan-pembangunan dimana ada banyak publik di situ, sehinggga jika ada pembangunan tanpa arah yang jelas berpotesni merugikan publik. Hak publik pada akhirnya menjadi terbatas,” ungkap Asmar, Minggu (25/1/2015).
Apalagi Asmar melihat adanya indikasi Makassar akan tenggelam, ketika sebagian besar kawasan pantai akan mengalami betonisasi.
“Jangan-jangan berlarut-larutnya penyusunan RTRW ini disengaja secara politik agar kegiatan-kegiatan pengembangan di kota tidak punya legitimasi yang kuat dan bisa seenaknya dibangun,” tambah Asmar.
Secara tegas Asmar meminta agar seluruh proyek pembangunan di kawasan pesisir dihentikan sebelum adanya aturan pembangunan yang jelas.
“Harus dihentikan seluruhnya. Kalau mau dilanjutkan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem pesisir dan keberadaan masyarakat yang ada di sana. Inilah yang harus dibicarakan kembali sebelum pembangunan dilanjutkan.”
Irham dari Yayasan Konservasi Lingkungan (YKL) Sulsel membenarkan perlunya keterlibatan publik dalam penyusunan RTRW, khususnya terkait pembangunan kawasan pesisir.
Menurutnya, jika reklamasi tetap dilanjutkan maka akan terjadi perubahan lingkungan secara luas, karena dengan reklamasi pasti ada konversi peruntukan lahan pesisir, belum lagi sedimentasi secara luas yang akan terjadi. Ini seharusnya menjadi masukan bagi pemerintah dalam penyusunan RTRW.
“Kondisi sekarang dengan adanya reklamasi terindikasi adanya kerusakan lingkungan di pesisir Makassar yang semakin banyak dan selama ini hal tersebut tidak dihitung sebagai kerugian lingkungan,” ungkap Irham.
Hal nyata yang bisa dilihat saat ini, menurut Irham adalah hilangnya ekosistem mangrove. Dampak lainnya pada semakin hancurnya eksosistem terumbu karang, yang dampaknya mencapai pulau-pulau terluar Makassar.
Kadir dari Anti-Corruption Committee (ACC) Makassar, mencurigai adanya indikasi politik transaksional yang dimainkan oleh anggota dewan terkait berlarut-larutnya penyusunan Perda RTRW ini.
“Kalau mau serius, persoalan ini dapat diselesaikan dengan cepat. Namun ini malah memperpanjang pembahasan RTRW. Potensinya cukup kuat untuk memainkan anggaran,” katanya.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam RTRW terkait kawasan pesisir adalah masa depan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Menurut Niar dari Solidaritas Perempuan (SP) Angingmamiri, dampak yang dirasakan warga adalah hilangnya mata pencarian mereka yang tadinya nelayan, kini banyak mereka tak bisa lagi melaut dan berubah profesi menjadi tenaga buruh harian.
“Selama ini suami istri mereka bisa menjadi nelayan. Kini tidak ada lagi hasil laut yang bisa diharapkan. Karena akses ke sana sudah dangkal dan bukan lagi jalan perahu untuk masuk. Jadi mereka tinggal menerima ikan kiriman dari Bone.”
Nelayan pencari kerang pun kini semakin berkurang, tidak hanya karena kurangnya hasil tangkapan tapi juga kualitas kerang yang telah tercemari limbah buangan sejumlah industri dan hotel-hotel yang ada di sekitar pantai.
Penulis: Mad/RLS
Editor: Hexa
Sumber berita: kabarmakassar.com