Categories
EKOSOB

Bungkam Soal Pemberian Ganti Rugi Pengadaan Tanah, Ahli Waris Laporkan Camat Mandai ke Ombudsman Sulsel

Makassar, 23 Mei 2016. Melalui tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Samaila Dg. Tata selaku ahli waris Almarhum Lato Boro melaporkan Camat Mandai Kabupaten Maros ke Ombudsman RI Perwakilan Sulsel, Selasa (26/4). Laporan tersebut didasarkan pada tidak diresponnya surat yang dilayangkan tim kuasa hukum perihal permintaan penjelasan ganti rugi pengadaan tanah atas nama Almarhum Lato Boro.

Sebelumnya berdasar penjelasan BPN Maros terdapat dua bidang tanah atas nama Almarhum Lato Boro yang termasuk dalam wilayah yang dibebaskan oleh kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin oleh PT. Angkasa Pura I, dengan luas masing-masing 1.256 m2 dan 5.177 m2 di Dusun Baddo-baddo, Desa Baji Mangngai, Maros. Lebih lanjut dijelaskan pembayaran ganti rugi atas kedua bidang tanah tersebut telah dilaksanakan dan disaksikan oleh Camat Mandai selaku aparat pemerintah setempat.

Kendati demikian hingga saat ini Samaila Dg. Tata selaku salah satu ahli waris belum pernah menerima bagian dari ganti rugi pengadaan tanah tersebut. Atas dugaan maladministrasi berupa penundaan berlarut atas surat permintaan penjelasan ganti rugi pengadaan tanah atas nama Almarhum Lato Boro, Ombudsman meminta penjelasan tertulis kepada Camat mandai selaku terlapor pada Senin, (23/5).[]

Reportase : Rezky Pratiwi (LBH Makassar)

Categories
EKOSOB

Menyelami Fakta Reklamasi CPI di Dasar Laut

WhatsApp-Image-20160527

Upaya penelusuran fakta dan pembuktian dampak buruk atas reklamasi pembangunan Centre Point of Indonesia (CPI) di pesisir pantai Kota Makassar terus dilakukan oleh organisasi mahasiswa, kelompok pemuda, para nelayan dan elemen masyarakat lainya yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP). Guna memastikan kondisi perairan dalam kawasan reklamasi seluas 157.23 ha tersebut, ASP membentuk tim penyelam yang mengumpulkan fakta-fakta atas kondisi ekosistem dan biota perairan dalam kawasan CPI.

Pada tanggal 21 Mei 2016, bersama mahasiswa dari kelautan Unhas (MSDC-UH), Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia serta beberapa nelayan dari pulau Lae-lae, team dari ASP memulai penelusuran dari pelabuhan tradisional Kayubangkoa. Penyelaman tetap dilakukan walaupun laut dalam kondisi pasang disertai gelombang arus yang kuat. Setelah beberapa jam melakukan penelusuran, ditemukan kondisi air laut dalam keadaan keruh dan kotor dengan bau menyengat. Di tengah aktivitas penelusuran, kapal – kapal penumpang juga sibuk menyeberangkan para penumpang dari pelabuhan rakyat kayubangkoa menuju pulau kodingareng. Dimana kapal – kapal tersebut terlihat jelas melintasi kawasan reklamasi CPI yang nantinya akan ditimbun. Adapun pulau kodingareng memiliki penduduk ± 600 KK.

Tak hanya di permukaan, berdasarkan petunjuk dari nelayan team kemudian melakukan penyelaman dalam kawasan CPI tepatnya di sekitar mercusuar. Lokasi penyelaman tersebut merupakan kawasan reefbase (rataan terumbu karang) yang masuk dalam kawasan reklamasi yang nantinya akan ikut ditimbun. Jaraknya dari pulau lae – lae sekitar 150 meter. Team melakukan pengambilan gambar berupa karang yang masih hidup, ikan karang, kepiting, lobster, serta biota laut lainnya. Kondisi karang terlihat parah yang ditutupi lumpur akibat sedimentasi. Mesikpun terkena sedimen, namun beberapa karang masih hidup dan berfungsi sebagai rumah ikan dan biota lainnya. Menurut perwakilan dari MSDC-UH, karang – karang tersebut meskipun kondisinya 0-15% yang terkategori rusak parah, namun masih bisa dilakukan upaya rehabilitasi.

WhatsApp-Image-20160527 (5) WhatsApp-Image-20160527 (6) WhatsApp-Image-20160527 (7)  WhatsApp-Image-20160527 (2)WhatsApp-Image-20160527 (1) WhatsApp-Image-20160527 (4)

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Fakta Tergugat

Jpeg

Makassar, 17 Mei 2016. Setelah pekan lalu PTUN Makassar menggelar sidang kasus atas reklamasi kawasan CPI dengan agenda pemeriksaan saksi fakta Penggugat, pada hari ini sidang dilanjutkan dengan agenda Pemeriksaan saksi fakta dari Pihak Tergugat. Bertindak selaku majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH. Sidang yang rencananya akan dimulai tepat pukul 10.00 wita baru bisa dimulai pada pukul 11.00 wita karena Majelis Hakim memiliki agenda sidang lain yang sama pentingnya. Setelah palu sidang diketuk, pimpinan sidang meminta pihak Tergugat untuk melengkapi alat bukti berupa Surat Izin Prinsip dan Surat Izin Lokasi. Pihak Tergugat menghadirkan alat bukti Izin Lokasi namun tanpa adanya Surat Izin Prinsip dengan alasan bahwa Surat Izin Prinsip yang dimaksud boleh tidak ada dalam penyusunan dokumen AMDAL.

Setelah itu hakim memeriksa identitas para saksi fakta yang diajukan Pihak Tergugat. Adapun saksi yang diajukan berjumlah 3 (tiga) orang masing-masing adalah Suprapto Budi Santoso selaku penanggungjawab perjanjian kerjasama reklamasi kawasan CPI, Drs. Yoseph dari Perizinan Kawasan Mamminasata (penanggungjawab verifikasi permohonan izin reklamasi dalam kawasan Mamminsata), dan saksi ketiga, Ir. Iskandar selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. Melihat latar belakang dari pekerjaan saksi, Kuasa Hukum Penggugat menilai bahwa saksi yang diajukan Tergugat memiliki “hubungan langsung” secara hierarki terhadap Tergugat meskipun dalam hukum acara hanya menyatakan “hubungan darah atau semenda” sehingga Kuasa Hukum Penggugat kemudian mengajukan keberatan agar saksi Tergugat tidak disumpah. Namun, keberatan Kuasa Hukum Penggugat ditolak dan proses persidangan dilanjutkan dan ketiga saksi tetap disumpah.

Proses pemeriksaan saksi berjalan cukup alot karena Kuasa Hukum Penggugat tetap konsisten pada pandangan awal bahwa saksi yang diajukan Kuasa Hukum Tergugat memiliki “hubungan langsung” secara hierarki. Hal Saksi Pertama dinyatakan sebagai penanggung jawab perjanjian kerjasama reklamasi kawasan CPI melalui Surat Keputusan Gubernur No. 1714/IX/2013 tertanggal 4 September 2013. SK ini kemudian menjadi alasan kuat Kuasa Hukum Penggugat menolak seluruh keterangan dari Saksi Pertama dan tidak mengajukan pertanyaan apapun. Untuk saksi kedua dan ketiga Tergugat, Kuasa Hukum Penggugat menggali beberapa fakta diantaranya bahwa acuan dari verifikasi perizinan reklamasi kawasan CPI hanya mengacu pada Peraturan Gubernur No. 17 Tahun 2013, dan bukti penguasaan lahan oleh Pemerintah didasarkan pada SK Walikota tentang penetapan lokasi CPI. Fakta lainnya yang cukup menarik adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan mengaku tidak dilibatkan dalam hal AMDAL reklamasi bahkan tidak mengetahui perihal pembangunan atau reklamasi kawasan CPI.

Sidang berakhir pukul 17.00 wita dan akan dilanjutkan pekan depan tanggal 24 Mei 2016 dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Penggugat dan Tergugat masing-masing 1 orang terlebih dahulu. Sidang ini masih dipantau langsung oleh tim dari Komisi Yudisial Republik Indonesia Penghubung wilayah Sulsel.

Categories
SIPOL slide

Ketidakpastian Keadilan atas terdakwa (korban penyiksaan dan kriminalisasi) Rusdian

kriminalisasi

Makassar 12 Mei 2016. Sidang Pembacaan Putusan Sela terhadap terdakwa Rusdian akhirnya ditunda oleh Majelis Hakim akibat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak menghadirkan terdakwa ke pengadilan dengan alasan yang tidak wajar, karena lupa. Padahal, pada sidang sebelumnya, sidang pembacaan jawaban JPU (10 Mei 2016), telah mengagendakan sidang selanjutnya yakni 12 Mei 2016. JPU beralasan bahwa  sidang selanjutnya dilanjutkan minggu depan dan JPU penggati yang menggantikan JPU kasus tersebut pada saat persidangan sebelumnya tidak   menyampaikan tanggal sidang selanjutnya, sehingga saat penasehat hukum menkonfirmasi ke Panitra pengganti kasus tersebut mengatakan bahwa seharusnya JPU mengetahui jadwal sidang karena telah disampaikan dan karena tersangka tidak hadir maka panitra pengganti meminta agar menghubungi hakim ketua untuk meminta tanggapanya.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam, hakim ketua akhirnya dapat ditemui. Penasehat hukum terdakwa kemudian menjelaskan persoalan yang terjadi. Hakim ketua kasus menanyakan keberadaan JPU namun karena JPU tidak ada di Pengadilan Negeri Makassar terpaksa sidang ditunda dan diagendakan untuk dilakukan pada hari selasa, 17 Mei 2016 serta panitra diperintahkan untuk memberitahukan hal tersebut kepada JPU kasus tersebut.

Kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi terdakwa karena harus mendekam lebih lama di dalam rumah tahanan makassar sehingga asas dalam peradilan yakni sederhana,cepat,dan biaya ringan tidak terwujud.

Pada sidang sebelumnya, yakni Pembacaan Jawaban JPU atas Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa, Rusdian, JPU menyangkal semua eksepsi penasehat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak dapat diterima karena disusun berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang tidak sah dan cacat hukum. Disamping itu, penerapan pasal yang tidak sesuai dengan pasal yang diterapkan oleh JPU dan tidak sahnya perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh JPU.

Rusdian ditangkap oleh aparat kepolisian pada tanggal 23 Desember 2015, tahun lalu, dengan tuduhan pencurian telepon seluler (handphone). Dalam aksi penangkapannya, Rusdian mengalami sejumlah bentuk kekerasan, diantaranya ditangkap secara paksa dalam kondisi mata ditutup, dibawa ke tempat yang tidak diketahui oleh Rusdian (bukan markas kepolisian) dan ditembaki dibagian betis sebanyak 2 (dua) kali. Setelah mendapat perawatan di RS  Bhayangkara, Rusdian diinterogasi di Polrestabes Makassar dan dipaksa untuk mengaku sebagai pencuri hp. Selama interogasi tersebut Rusdian mengalami sejumlah bentuk penyiksaan. Karena tidak tahan disiksa, Rusdian terpaksa mengikuti kehendak penyidik untuk mengaku sebagai pencuri hp. Setelah interogasi tersebut, Rusdian dibawa dan ditahan dalam sel Polsek Manggala hingga sekarang. Selama penangkapan hingga penahanan terhadap Rusdian, pihak keluarga tidak mendapatkan surat penangkapan dan penahanan.[Haerul]

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Fakta Penggugat

CPI - Pemeriksaan saksi.02

Makassar, 10 Mei 2016, sidang kasus reklamasi kembali digelar di PTUN Makassar dengan agenda Pemeriksaan saksi dari Pihak Penggugat. Bertindak selaku majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH.Sidang dimulai pada Pukul 10.00 wita bertempat di Ruang Sidang Utama PTUN Makassar. Setelah palu sidang diketuk, Pimpinan sidang kembali mempersilahkan Tergugat untuk melengkapi alat bukti sebagaimana yang diajukan dan tertera pada daftar alat bukti mereka berupa Surat Izin Prinsip dan Surat Izin Lokasi. Meskipun kedua alat bukti surat yang dimaksud belum dilengkapi oleh Pihak Tergugat sampai sidang kali ini.

Setelah itu hakim memeriksa identitas para saksi fakta yang diajukan Pihak Penggugat. Adapun saksi yang dimaksud berjumlah 4 orang masing-masing adalah Daeng Bollo, Daeng Gasa’, Daeng Situju, dan H. Sukiman. Pertanyaan yang diajukan secara umum baik oleh Kuasa Hukum Penggugat, Kuasa Hukum Tergugat maupun Majelis Hakim yakni seputar kondisi daerah sekitar tempat tinggal pasca adanya penimbunan, perubahan pola arus air yang berpengaruh pada kehidupam ikan-ikan tangkapan nelayan serta perubahan ekonomi seperti lapangan pekerjaan yang menjadi fokus utama perjuangan nelayan pesisir. Selain itu ada beberapa pertanyaan detail mengenai reklamasi oleh Pihak Tergugat namun Majelis Hakim menjelaskan bahwa saksi fakta tidak dibebankan kewajiban menjawab persoalan demikian secara mendetail.

Pada sidang kali ini, terlihat jelas bahwa masalah reklamasi menjadi perhatian besar semua pihak tidak terkecuali mahasiswa. Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir sangat antusias mengawal jalannya sidang sampai akhir. Tampak pula hadir mengawal jalannya sidang yakni dari Komisi Yudisal RI Penghubung Wilayah Sulsel. Sidang ditutup Pukul 16.00 wita dan akan dilanjutkan Selasa, tanggal 17 Mei 2016.

CPI - Pemeriksaan saksi.01

Categories
EKOSOB slide

Reklamasi CPI: Penelusuran Fakta di Pulau Lae-lae – Hilangnya Sumber Penghidupan Nelayan

Penelusuran Fakta Akibat Reklamasi CPI di Pulau Lae

9 Mei 2016, LBH Makassar menurunkan 4 (empat) APH nya untuk melakukan penelusuran fakta kondisi masyarakat di pulau Lae-Lae, Makassar terkait Reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI). Tim LBH Makassar bertemu dan mengumpulkan informasi dari tokoh masyarakat Pulau Lae-Lae, Ketua Karang Taruna dan Ketua LPM Pulau Lae-Lae. Dari informasi yang diberikan, tercatat 2 (dua) temuan penting; terkait ancaman atas aktivitas penghidupan warga Nelayan di Pulau Lae-Lae dan riwayat tanah pulau Lae-lae.

Hampir seluruh warga di pulau Lae-lae hidup sebagai nelayan; nelayan pencari ikan dan pencari ambaring. Nelayan ambaring adalah nelayan yang menangkap ikan kecil yang digunakan sebagai bahan baku terasi selain sebagai lauk. Lokasi tangkap ambaring adalah disepanjang pesisir/ tepi pantai kelurahan Mariso, tepat di depan anjungan Losari dan kelurahan Ujung Pandang. Sepuluh tahun, nelayan pencari ambaring mampu mendapatkan hingga 10 kerjang ambaring dalam sekali tangkap. Sejak terjadi penimbunan CPI, nelayan hanya mampu mendapatkan 2-3 kerjang ambaring. Ambaring tidak dapat lagi ditemukan di pesisir pantai. Penimbunan mengakibatkan hilangnya ambaring dari habitatnya.

Sementara itu, nelayan pencari ikan, sebelum adanyan penimbunan CPI, mampu langsung menjual/ membongkar muatannya (ikan) di tempat pelelangan ikan (TPI) Cendrawasih. Saat ini, nelayan mengalami kesulitan akses langsung ke TPI Cendrawasih karena jalurnya menyempit akibat pembangunan CPI. Hal ini mengakibatkan nelayan dengan perahu yang cukup besar tidak bisa melewati terowongan yang dibangun oleh CPI, dan terpaksa harus memutar arah. Terowongan tersebut hanya dapat dilewati oleh perahu-perahu kecil saja. Akibat semakin jauhnya rute menuju TPI Cendrawasih, nelayan pencari ikan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar perahunya. Jika sebelum adanya pembangunan CPI, bahan bakar yang dibutuhkan untuk sampai ke TPI Cendrawasih hanya 2-3 liter saja, saat ini nelayan harus membiayai 5 hingga 6 liter untu sekali jalan ke TPI Cendrawasih.

Terkait riwayat tanah pulau Lae-lae, BPN dan Camat menolak upaya warga untuk mengurus sertifikat hak milik tanah/rumah dengan alasan bahwa tanah di pulau Lae-lae merupakan pulau dan bukan daratan. Akibatnya, warga tidak memiiliki sertifikat dan hanya membayar Pajak Bumi dan Bangunan setiap tahunnya. Ditemukan juga, alasan lain penolakan sertifikasi warga, yakni pulau Lae-lae merupakan obyek yang dikontrakan antara Pemerintah Kota Makassar dengan PT Latif, perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dengan masa kontrak mulai tahun 1995 sampai tahun 2015. Dengan alasan itu pula Pemerintah Kota Makassar menolak pengurusan sertifikat oleh warga pulau Lae-lae.

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi

Pemeriksaan Saksi pihak Penggugat.04

Makassar, 3 Mei 2016, sidang kasus reklamasi kembali digelar di PTUN Makassar dengan agenda Pemeriksaan saksi dari Pihak Penggugat. Hadir dalam sidang, pihak Penggugat, Tergugat dan Tergugat II Intervensi yang masing-masing diwakili oleh Kuasa Hukumnya, serta ketiga majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH.

Sidang tepat dimulai pada Pukul 10.00 wita bertempat di Ruang Sidang Utama PTUN Makassar. Setelah palu sidang diketuk, Pimpinan sidang mempersilahkan terlebih dahulu Pihak Penggugat dan Tergugat untuk menyerahkan alat bukti tambahan. Pihak penggugat mengajukan alat bukti tambahan berupa klippingan media online terkait reklamasi yang secara garis besar berisi pendapat pakar, masyarakat, dan stakeholder termasuk komentar dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Kemudian Majelis Hakim menanyakan kesiapan Saksi Pihak Penggugat, namun karena saksi yang sudah disiapkan sedang berhalangan hadir karena gangguan kesehatan sehingga Kuasa Hukum Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar diberikan waktu pada persidangan selanjutnya.

Setelah mendengar alasan Penggugat, majelis hakim mengabulkan permohonan tersebut dan sidang akan dilanjutkan tanggal 10 Mei 2016 mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi dari Pihak Penggugat. Sebelum sidang ditutup, Majelisn Hakim kembali mengingatkan kepada Pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi agar melengkapi alat bukti yang diantaranya berupa izin lokasi, izin pelaksanaan reklamasi, izin sumber material dan surat Izin Usaha. Selain itu, Majelis Hakim menjelaskan tentang AMDAL, ANDAL dan RKL/RPL untuk menyelaraskan pemahaman peserta sidang. Selanjutnya, baik Pihak Penggugat maupun Tergugat diminta melakukan pendataan saksi ahli lebih awal demi kelancaran proses persidangan.

Pemeriksaan Saksi pihak Penggugat.03 Pemeriksaan Saksi pihak Penggugat.01

Categories
Perempuan dan Anak slide

Kekerasan terhadap anak di sekolah, Ibu korban mengadukan ke LBH Makassar

Jumat, 29 April 2016 di Kantor LBH Makassar, seorang Ibu mengadukan seorang guru dari sebuah sekolah negeri di Kabupaten Gowa karena telah menampar dan memukul bagian paha anaknya (9 thn) dengan penggaris sebagai bentuk hukuman karena anak korban tidak menepati janjinya kepada teman kelas. Tidak hanya itu, belum cukup dirasa hukuman yang diberikan, anak korban juga dipermalukan dengan cara menyinggung status sosial orang tuanya di depan kelas dan disuruh mengangkat kakinya hingga jam pulang sekolah. Jadi, anak korban mendapat kekerasan fisik dan psikis dalam waktu yang bersamaan dari gurunya. Atas perlakuan tersebut, anak korban demam, takut ke sekolah dan hingga saat ini anak korban dan ibunya mendapat tekanan dari berbagai pihak. Aduan tersebut tentu menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap anak di Sulawesi Selatan.

Masih segar di ingatan kita kasus pelajar yang melaporkan gurunya di daerah Bantaeng, Sulawesi Selatan. Kasus tersebut menjadi viral di berbagai media online beberapa bulan terakhir. Anda bahkan dapat menemukan meme kasus tersebut dengan mudah. Masyarakat ramai mengomentari bahkan beberapa komentar begitu menyudutkan anak korban. Pasalnya hanya karena cubitan, seorang guru lalu dilapor polisi. Banyak yang menganggap kekerasan semacam itu adalah hal yang wajar dalam dunia pendidikan. Toh mereka sendiri dulu pernah menjadi korban kekerasan guru di sekolah namun tidak mempermasalahkannya. Bahkan beberapa orang meyakini bahwa kekerasan dibutuhkan untuk membentuk mental yang tidak lemah pada murid-murid sejak dulu. Tentu saja, argumentum ad antiquitatem semacam ini tidak berdasar. Belum ada bukti ilmiah yang menyatakan keberhasilan atas argumen tersebut. Budaya kekerasan tidak akan menghasilkan apa-apa.

Perlu diketahui bahwa salah satu hak dasar anak adalah mendapatkan perlindungan dari kekerasan. UU Perlindungan Anak menjamin hal tersebut bahkan secara spesifik Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mewajibkan pendidik, tenaga kependidikan, aparat atau masyarakat untuk memberikan perlindungan di dalam dan di lingkup satuan pendidikan dari tindak kekerasan fisik, psikis, seksual dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik dan/atau pihak lain. Isu kekerasan dalam satuan pendidikan juga ditanggapi serius oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melalui Permendikbud RI No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Permen tersebut diharapkan mampu meningkatkan penyelenggaraan pembelajaran yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi murid.

Berangkat dari hal tersebut di atas, LBH Makassar merespon aduan tersebut dengan memberikan pendampingan terhadap anak korban. Saat ini, kasus anak korban tersebut telah sampai pada tahap pelimpahan berkas pada pihak kejaksaan. Diharapkan kasus ini dapat segera disidangkan dan mendapatkan putusan yang seadil-adilnya agar dapat menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa mewajarkan kekerasan dalam lingkup pendidikan hanyalah sebuah excuse dari keputusasaan pendidik untuk mencari dan menerapkan metode pendidikan yang inklusif.

————————————-

Pasal 54 UU No 35 TAHUN 2014 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK: (1). Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. (2). Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat

Categories
Berita Media EKOSOB slide

Ini yang Laporkan Syahrul Yasin Limpo ke KPK, Kasus CPI, “Potensi Kerugian Negara Rp 15 Triliun”

Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Makassar menggelar sidang lanjutan gugatan izin reklamasi pembangunan proyek Central Point Of Indonesia (CPI) di bagian barat pantai Losari Makassar, Jumat (22/4/2016). Sidang dengan agenda peninjauan tempat lokasi reklamasi yang dianggap merusak lingkungan hidup ini dipimpin Hakim ketua Teddy Romyadi dan dua hakim anggota lainya.
Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Makassar menggelar sidang lanjutan gugatan izin reklamasi pembangunan proyek Central Point Of Indonesia (CPI) di bagian barat pantai Losari Makassar, Jumat (22/4/2016). Sidang dengan agenda peninjauan tempat lokasi reklamasi yang dianggap merusak lingkungan hidup ini dipimpin Hakim ketua Teddy Romyadi dan dua hakim anggota lainya.

 

TRIBUN-TIMUR.COM- Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo menghadapi gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar dan dilaporkan ke KPK oleh puluhan aktivis terkait reklamasi Pantai Losari di kawasan Center Point of Makassar (CPI).

[Baca juga: Pemprov-Pemkot Memanas, Ilham Tolak Proyek Syahrul Reklamasi CPI]

Puluhan aktivis di PTUN Makassar menggugatnya terkait penyalahgunaan wewenang dan memberikan izin reklamasi tanpa persetujuan pemerintah pusat.

Bahkan, Syahrul dituding merusak lingkungan hidup biota laut karena megaproyek reklamasi Pantai Losari. [Baca juga: Ini Bukti Reklamasi CPI atau COI di Makassar Tak Punya Izin]

Adapun lembaga yang melaporkan Syahrul di PTUN Makassar ialah LBH Makassar, Walhi Sulsel, Fik Ornop, ACC, YKL, SP Angin Mamiri, Aman Sulsel, dan Kontras Sulsel.

Sementara itu, Syahrul dilaporkan ke KPK dari berbagai lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK). [Baca juga: Soal CPI, Abraham Ungkap Bisa Tahan Gubernur]

Koalisi ini di antaranya lembaga Kopel Indonesia, LP Sibuk, Universitas Patria Artha, Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP), dan beberapa lembaga lainnya.

Saat ini, sidang lanjutan terkait reklamasi Pantai Losari terus bergulir di PTUN Makassar. [Baca juga: Kasus Reklamasi CPI Masuk ke KPK]

Sidang gugatan terhadap Gubernur Sulsel selalu dipadati puluhan aktivis.

Menurut Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sulsel Muhammad Al Amin mengatakan, reklamasi untuk pembangunan CPI yang saat ini bergulir di pengadilan terus memperlihatkan kenyataan kepada publik bahwa reklamasi dan proyek CPI memiliki berbagai persoalan, baik yang sifatnya regulatif, perizinan, maupun perubahan-perubahan alam dan kerusakan lingkungan.

“Setelah izin pelaksanaan reklamasi yang diterbitkan gubernur ternyata belum mendapatkan rekomendasi dari KKP. Dalam sidang peninjauan setempat, publik kembali diperlihatkan secara langsung maupun dalam bentuk peta terkait perubahan-perubahan yang terjadi selama reklamasi pesisir Makassar dilakukan,” kata Al Amin, Selasa (26/4/2016).

Al Amin mengatakan, dalam peta yang diperlihatkan, kondisi pesisir Makassar telah berubah dari tahun ke tahun. Tahun 2010, peta tersebut memperlihatkan kondisi pesisir barat Makassar yang masih laut, tetapi 2015 pesisir barat Makassar telah menjadi daratan yang lokasinya persis di area proyek CPI.

“Artinya, selama ini, apa yang disampaikan oleh Pemprov Sulsel bahwa belum ada aktivitas reklamasi di area proyek CPI sesungguhnya merupakan pernyataan yang tidak benar. Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Laut juga mengatakan dalam konferensi persnya, perubahan bentang alam di proyek CPI sesuai peta hasil reklamasi yang dibuat oleh ASP telah menyebabkan kerusakan ekosistem dan hilangnya akses masyarakat pesisir terhadap laut,” tuturnya.

Dengan demikian, lanjut Al Amin, reklamasi CPI justru akan menimbulkan potensi bencana yang lebih besar seperti banjir rob karena perubahan pola arus laut dan meningkatnya sedimentasi.

[Baca juga: Danny: Proyek CPI Paling Besar Pelanggarannya]

Hal ini bertolak belakang dengan alasan Pemprov Sulsel membangun CPI untuk mitigasi bencana.

KMAK yang melaporkan kasus reklamasi Pantai Losari di kawasan CPI ke KPK memprediksi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 15 triliun.

Dalam laporan KMAK ke KPK, Pemprov Sulsel, dalam hal ini Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, dua pihak pengembang, yakni PT Ciputra Grup dan PT Yasmin, sebagai terlapor.

Menurut salah satu anggota KMAK, Syamsuddin Alimsyah, yang juga Direktur Kopel Indonesia, mengatakan, ada beberapa poin dalam kasus dugaan korupsi ini yang dianggap melawan hukum, yakni penyalahgunaan wewenang, soal perizinan yang menguntungkan atau memperkaya kelompok atau perorangan, dan merugikan negara hingga Rp 15 triliun.

Syamsuddin mengungkapkan, pihak Pemprov Sulsel sengaja menabrak undang-undang.

Perda zonasi dan pemanfaatan pulau-pulau tidak melibatkan pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian.

Terlepas dari itu, sebelumnya Pemprov Sulsel melakukan reklamasi dengan menggunakan dana APBN dan APBD untuk pembangunan Wisma Negara serta penimbunan laut ke lokasi tersebut.

“Modusnya pembuatan Wisma Negara menggunakan APBN dan APBD. Untuk pembangunan Wisma Negara, harus ada restu pembangunan dari Sekretaris Kabinet.

Belakangan terungkap, ada perusahaan lain yang melakukan reklamasi lebih besar dan melakukan penjualan tanah per kapling-kapling dengan harga sangat tinggi pada kawasan elite CPI itu. Dari penjualan lahan reklamasi itu, Pemprov memberikan kewenangan ke Ciputra Grup untuk menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB),” tuturnya.

Menurut Syamsuddin, KMAK telah melaporkan kembali kasus reklamasi Pantai Losari ini menambah laporan pada tahun 2014 lalu, Senin (25/4/2016).

Selain melaporkan kembali, KMAK juga menyerahkan bukti-bukti baru ke KPK terkait dugaan korupsi reklamasi Pantai Losari.

“Jika dihitung-hitung, kerugian negara yang ditimbulkan dalam reklamasi Pantai Losari kawasan CPI itu sebesar Rp 15 triliun. Buktinya, pihak PT Ciputra Grup dan PT Yasmin melakukan penjualan tanah kapling hasil reklamasi kepada orang perorangan dengan minimal harga Rp 15 juta per meternya,” katanya.

Megaproyek reklamasi seluas 157,23 hektar bertajuk Center Point of Indonesia yang direncanakan Pemprov Sulsel jatuh di tangan pengembang Ciputra.

Akibat reklamasi itu, sebanyak 45 kepala keluarga (KK) kelompok nelayan yang bermukim di kawasan pesisir Pantai Losari tergusur.

Megaproyek tersebut akan dibangun kota baru di pesisir Pantai Losari dengan kawasan permukiman elite.

Reklamasi Pantai Losari akan menggunakan pasir putih untuk kawasan wisata. (Kontributor Makassar, Hendra Cipto/Kompas.com)

Sumber : makassar.tribunnews.com

 

Categories
Berita Media EKOSOB slide

KY Awasi Sidang Reklamasi Sidang CPI

Komisi Yudisial penghubung Sulawesi Selatan mengawal sidang reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Selasa (26/4/2016).
Komisi Yudisial penghubung Sulawesi Selatan mengawal sidang reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Selasa (26/4/2016).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSARKomisi Yudisial penghubung Sulawesi Selatan mengawal sidang reklamasi kawasan Centre Point of Indonesia (CPI) yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, Selasa (26/4/2016).

Menurut Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi, pengawasan proses peradilan reklamasi CPI mulai sejak sidang perdana sampai selesai. Pihaknya mengawasi sidang reklamasi CPIlantaran menyita perhatian masyarakat.

“Sidang kasus CPI makassar akan di pantau oleh Penghubung KY Makassar mulai pertama kali kasus ini bergulir ke Pengadilan TUN Makassar, sampai selesai,”kata Farid Wajdi kepada Tribun.

Farid mengaku pengawasan dilakukan KY tidak lain atas permintaan sebuah lembaga diakuinya telah meminta pihaknya mengawal proses peradilan reklamasi pesisir pantai Makassar. Di antaranya yakni Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan selaku penggugat.

“Pemantauan proses persidangan untuk memastikan mekanisme hukum acara ditegakkan sesuai dengan ketentuan berlaku,”lanjut Fajri.

Dia menyampaikan mengawal proses persidangan untuk hindari adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Bilamana ditemukan adanya dugaan pelanggaran, maka pasti diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.(*)

Penulis : Hasan Basri

Editor : Anita Kusuma Wardana

Sumber : makassar.tribunnews.com