Categories
SIPOL slide

Mengecam Pernyataan “Tembak di Tempat” Oleh Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo

Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo (SYL)mengeluarkan pernyataan di media Massa perihal tembak ditempat dalam penanganan Begal di Makassar. Salah satunya dimuat di halaman depan Koran Tribun Timur Selasa, 21 Juni 2016 dengan Judul “Gubernur: Begal Pantas Ditembak”. Dalam pemberitaan tersebut Syahrul Yasin Limpo mengatakan “Tembak saja, mereka, kejahatannya sudah melewati batas ambang toleransi.” Ungkapnya. Seruan tembak tersebut dilanjutkan dengan mengatakan “Kita akan lakukan shock teraphy.” Tegasnya. Selaku Kepala Daerah dan pemangku kekuasaan, tidak semestinya SYL mengeluarkan pernyataan yang cenderung reaksioner dan emosional, dalam menangani persoalan begal,karena Penegakan hukum adalah upaya untuk mencapai tujuan hukum yakni, kemanfaatan, kepastian, dan keadilan, bukan balas dendam dan bukan pula tindakan insidentil belaka. Sehingga harus dilakukan secara objektif dan proporsional dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pernyataannya, SYL tidak bisa memisahkan antara menggunakan upaya paksa (forced action) dengan menggunakan kekerasan (violence action). Upaya paksa yang menjadi kewenangan kepolisian sama sekali tidak identik ataupun dapat disamakan dengan tindak kekerasan.Penggunaan kekuatan (senjata api)sebagai upaya paksa telah diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.Dalam Pasal 47 ayat (1) peraturan ini disebutkaan bahwa penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. Lebih lanjut, dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Dalam Pasal 8 ayat 1 diatur bahwa penggunaan senjata hanya boleh dilakukan dalam keadaan menghindari timbulnya luka parah atau kematian, upaya terakhir untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan, danmencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.

Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka. Sehingga harus berdasarkan prosedur hukum, dengan memperhatikan situasi dan kondisi di lapangan serta menjamin tidak ada pelanggaran hak hidup dan hak bebas dari penyiksaan, bukan tembakan yang dapat dilakukan kepada siapa saja yang diindikasikan terkait dengan begal atau untuk tujuan memberikan “shock terapy“. Apalagi istilah “tembak di tempat” tidak dikenal dalam undang-undang, sehingga dapat ditafsirkan lain.

Penegakan Hukum terhadap pelaku begal memang harus dilakukan, sebab masyarakat juga berhak untuk mendapatkan hak untuk rasa aman yang dijamin konstitusi, namun tentu sajapenegakan hukum tersebut tidak boleh melanggar prinsip-prinsip hak asasi lainnya.

Pernyataan SYL yang mengidentikkan Tatto dengan kejahatan, sangat membahayakan dan dapat memberi stigma negatif yang dapat menimbulkan adanya diskriminasi kepada mereka yang memiliki tattoo meski tidak terkait dengan kejahatan apapun, disamakan dengan pelaku kriminal. Hal ini justru akan memicu penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum yang berujung pada adanya pelanggaran HAM, bahkan dapat menimbukan korban salah tangkap.

Pernyataan SYL yang terkesan mendorong penegakan hukum oleh aparat kepolisian di Sulsel dengan mengabaikan semangat Reformasi Polri yang menginginkan perubahan dalam pelaksanaan tugas anggota kepolisian,yaitudari kultur militeristik menjadi kultur demokratik.Dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, Polri harus pula memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan perlindungan hak asasi manusia kepada masyarakat serta menunjukkan transparansi dalam setiap tindakan, menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran, keadilan,kepastian dan manfaat sebagai wujud pertanggung jawaban terhadap publik.

Berdasarkan Pernyataan Tembak di tempat Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo yang di muat di beberapa media, maka kami Lembaga Bantuan Hukum Makassarmenyatakan sikap :

  1. Mengecam pernyataan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo terkait tembak di tempat sebagai upaya shock teraphy dalam penanganan kasus Begal di Makassar.
  2. Meminta Kepada Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo untuk melakukan klarifikasi di media dengan meyerukan kepada pihak keamanan (Polri) dalam menanggulangi masalah kejahatan begal di Makassar harus sesuai dengan prosedur hukum dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.
  3. Meminta Polda Sulsel untuk melakukan Evaluasi Penanganan Masalah Kejahatan Begal di Makassar, dengan memandang bahwa persoalan Begal di Makassar bukan hanya persoalan hukum namun merupakan persoalan sosial, sehingga membutuhkan pendekatan yang lain salah satunya dengan Program Perpolisian Masyarakat (Polmas) yang telah dicanangkan sebagai bagian dari reformasi Polri.

 

Makassar, 24 Juni 2016

LBH Makassar

Haswandy Andi Mas, SH
Direktur

Categories
SIPOL slide

Tolak Segala Bentuk Pembungkaman Demokrasi, Bebaskan Kadir Sijaya!

Aksi_Kadir Sijaya.230616.02

Setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dan kritikan sesuai dengan hati nuraninya baik secara lisan maupun tulisan baik melalui media cetak maupun media elektronik. Kebebasan mengelurkan pendapat merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi kita dan UU HAM. Kebebasan mengelurkan pendapat dan kritikan tersebut diekspresikan oleh salah seorang wartawan yang juga merupakan salah satu anggota PWI Sulsel, KADIR SIJAYA yang mengkritik mantan Ketua PWI Sulsel 2010 – 2015 yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Sulsel, ZULKIFLI GANI OTTO yang diduga melakukan komersialisasi gedung PWI dengan cara mengontrakkan lantai I gedung PWI yang merupakan aset Pemprov Sulsel dengan salah satu mini market tanpa adanya persetujuan dari Pemprov Sulsel.Atas dugaan komersialisasi gedung PWI SULSEL tersebut beberapa wartawan yang juga tergabung di organisasi PWI SULSEL melaporkan ZULKIFLI GANI OTTO ke MABES POLRI yang sekarang sedang berjalan proses hukumnya di POLDA SULSEL.

Akan tetapi kitikan yang dilontarkan oleh KADIR SIJAYA bukannya disikapi dengan bijak oleh ZULKIFLI GANI OTTO, akan tetapi mencoba untuk dibungkam dengan cara melaporkan KADIR SIJAYA ke Polrestabes Makassar. Tepatnya Rabu, 2 Desember 2015, Zulkifli Gani Otto melaporkan Kadir Sijaya dengan Laporan Polisi Nomor : LP/2708/XII/2015/POLDA SULSEL/RESTABES MKS di Polretabes Makassar tentang dugaan terjadinya perkara pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU. No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Yang saat ini telah menjalani 3 bulan penahanan oleh pihak KEPOLISIAN POLRESTABES MAKASSAR dan Kejaksaan Negeri Makassar. Upaya prapradilan telah dilakukan Penasehat hukum terdakwa yakni LBH Makassar terkait penetapan tersangka oleh kepolisian di PN. Makassar namun tidak dimenangkan oleh hakim pengadil karena dianggap telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, atas dasar itu pihak kejaksaan yang menerima berkas perkara dari pihak kepolisian melanjutkan ke proses persidangan di PN.Makassar yang dalam dakwaan nya terdakwa kadir sijaya di dakwa melanggar pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (3) UU. No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan saat ini masih berlangsung berlangsung di PN Makassar dengan nomor Perkara: 1043/Pid.Sus/2016/PN.Makassar.

Terkait dengan Laporan Polisi ZULKIFLI GANI OTTOtersebut yang melaporkanKADIR SIJAYA atas kritikannya di media sosial grup messenger Facebook dan proses sidang yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Makassar , kami dari GERAKAN MASYARAKAT (GEMA) UNTUK DEMOKRASI MAKASSAR , menyatakan sikap :

  1. BEBASKAN KADIR SIJAYA dari segalah tuntutan hukum;
  2. Cabut UU ITE;
  3. Stop kriminalisasi gerakan rakyat;
  4. Stop pembredelan PERS MAHASISWA

Makassar, 23 Juni 2016

Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi Makassar

LBH Makassar, KOMUNAL, Pembebasan, YLP2S, FMD-SGMK, UIN Makassar, BEM FAI UMI, PPR, PPMI DK Makassar, LPMH Unhas

Categories
EKOSOB slide

Komnas HAM Lakukan Investigasi Dugaan Pelanggaran Ham atas Reklamasi Centre Point of Indonesia

Dsikusi bersama KOMNAS HAM R

Makassar, 23 Juni 2016. Belakangan ini, pembangunan yang secara massif mulai mengarah ke wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil. Berbagai rupa alasan, seperti padatnya wilayah perkotaan, sehingga kebijakan reklamasi dianggap sebagai kebutuhan bersama untuk menambah ruang baru perkotaan. Namun, realitas yang terjadi, reklamasi malah kerap hanya untuk kepentingan bisnis semata, baik pariwisata maupun bisnis property berskala global.

Dari sekian kabupaten/kota yang telah maupun sedang melakukan reklamasi, komunitas nelayan selalu ditempatkan sebagai pihak yang tergusur, tak terkecuali juga terjadi dengan reklamasi CPI di pantai losari makassar. Hal ini yang mendorong Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makassar melakukan upaya hukum yang digawangi oleh LBH Makassar dengan melakukan gugatan ke PTUN Makasasar, serta melakukan upaya kampanye penolakan reklamasi secara berkelanjutan.

Merespon adanya dugaan pelanggaran HAM akibat pembangunan dari tindakan reklamasi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan investigasi atas kebijakan reklamasi CPI. Komnas HAM melakukan pertemuan dengan ASP, mendiskusikan seputaran jenis pelanggaran HAM yang sudah terjadi maupun yang berpotensi akan terjadi jika reklamasi tetap dipaksa untuk dilakukan. Pertemuan ini dilakukan di kantor Walhi Sulsel pada tanggal 23 Juni 2016 dengan turut dihadiri oleh perwakilan warga yang menjadi korban reklamasi CPI.

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan LBH Makassar memamparkan fakta terjadinya pelanggaran HAM baik pada hak sipil politik (sipol) maupun dari hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Pertama, pada hak atas sipol, nelayan tidak pernah dilibatkan dalam rencana maupun proses pengambilan keputusan reklamasi. Kemudian, dalam proses penggusuran, nelayan tidak diberikan hak untuk membela diri dan mempertahankan hak baik secara lisan maupun tindakan. Kedua, pada hak atas ekosob, Reklamasi CPI mengakibatkan 43 KK kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal, anak-anak mereka terpaksa putus sekolah. Aparat TNI, Brimob Polda Sulselbar (red: saat itu Sulsel dan Sulbar masih dalam satu kesatuan Polda), Satpol PP dan bahkan melibatkan preman bayaran sebagai pelaku lapangan dalam tindakan penggusuran secara paksa. Sampai hari ini korban penggusuran sama sekali belum mendapatkan ganti rugi maupun kompensasi dan relokasi. Sudah 2 tahun sejak digusur pada bulan Maret 2014, mereka ditelantarkan di pelataran gedung CCC tanpa fasilitas. Sebagian dari mereka terpaksa menjadi pemulung, kuli bangunan dan sisanya terpaksa merantau ke daerah kalimantan untuk mencari kerja. Selain itu, reklamasi mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir seperti mangrove, karang dan lamun serta biota perairan lainnya.

Dari hasil diskusi tersebut, Komnas HAM berencana melakukan investigasi langung ke lokasi reklamasi CPI. Setelahnya akan menemui pemerintah provinsi Sulawesi Selatan untuk membicarakan lebih lanjut perihal nelayan yang menjadi korban reklamasi CPI. Untuk upaya selanjutnya, Komnas HAM sesegera mungkin mengambil tindakan terkait pelanggaran HAM yang sudah terjadi serta potensi pelanggaran HAM jika proyek ini tetap dilanjutkan.[]

Penulis : Ainil Ma’sura
Foto : LBH Makassar

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Dirjen KKP : Laut Tidak Boleh Diprivatisasi!

Sidang CPI_21 Juni 2016.01

PTUN Makassar, 21 Juni 2016. Pada kesempatan terakhir, penggugat menghadirkan ahli dari Kementerian Kelautan dan Perikanan R.I yakni Direktur Tata Ruang Laut, DR. Soebandono. Kehadiran ahli dari penggugat untuk menjelaskan mengenai peraturan perundang – undangan terkait reklamasi serta penguasaan dan pemanfaatan ruang laut. Dalam hal ini, ahli memiliki kapasitas sebagai salah satu team penyusun terhadap semua peraturan perundang – undangan menyangkut wilayah pesisir dan laut, termasuk reklamasi.

Dalam keterangannya, ahli menegaskan bahwa rencana reklamasi harus bersesuaian dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), karena RZWP3K tersebut merupakan arahan pemanfaatan ruang laut. Sama halnya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai dasar dalam pemanfaatan ruang darat. Untuk itu, beliau menegaskan bahwa tidak dibenarkan melakukan reklamasi tanpa adanya RZWP3K karena hal tersebut akan menimbulkan kekacauan ruang laut dan ancaman bagi ekosiste laut.

Disisi lain, ahli menerangkan bahwa sebenarnya maksud daripada peraturan perundang-undangan terkait reklamasi adalah untuk kepentingan pelabuhan, bahari, pariwisata dan fasilitas penunjang pelabuhan seperti hotel dan lain lain. Akan tetapi, catatan pentingnya adalah reklamasi tidak dibenarkan untuk kawasan bisnis yang hanya dikuasai oleh orang atau badan usaha. Sebab wilayah pesisir dan laut sepenuhnya dikuasasi oleh negara dan diperuntukkan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat. Salah satu instrumennya adalah melalui pengembangan pelabuhan untuk menunjang perekonomian suatu kota dibawah kendali negara melalui kementrian perhubungan.

Fakta mana sesuai bukti T-43 yang dibacakan penggugat saat persidangan yang menegaskan bahwa wilayah CPI merupakan wilayah DKLr dan DKLp yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan. Untuk itu, tergugat tidak memiliki kewenangan dalam kawasan tersebut.

Sidang CPI_21 Juni 2016.02 Sidang CPI_21 Juni 2016.03

Penulis : Ainil Ma’sura

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – TERGUGAT Tak Hadirkan Ahli, TERGUGAT II Intervensi substitusi Kuasa Hukum; BLHD Kota Makassar Tidak Tahu Aktivitas CPI

Sidang CPI.140616

PTUN Makassar, 14 Juni 2016, sidang kasus Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda Pemeriksaan saksi ahli. Pada agenda sidang kali ini, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada TERGUGAT untuk menghadirkan ahli, sesuai permintaan pada sidang minggu lalu bahwa TERGUGAT mengusulkan akan menghadirkan ahli. Akan tetapi pada hari ini ahli dari TERGUGAT tiba-tiba membatalkan kehadirannya tanpa diketahui alasannya. Sementera itu, TERGUGAT II INTERVENSI melakukan substitusi kuasa hukum yang juga tanpa diketahui asal musababnya.

Pada sidang ini, Majelis Hakim turut menghadirkan saksi fakta dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Makassar sebanyak tiga orang, masing-masing dari bidang Pengawasan, Pengendalian, dan Pengambilan Data pencemaran lingkungan dan Pemulihan Lingkungan Hidup.

Dalam keterangannya, saksi mengatakan bahwa saat ini pesisir laut Makassar termasuk kategori tercemar ringan sedangkan kanal termasuk kategori tercemar berat. Berdasarkan hasil pemantauan lingkungan hidup, dari tahun 2013 hingga tahun 2015 pesisir makassar telah melampaui baku mutu lingkungan hidup, salah satu penyumbang pencemaran tersebut adalah TSS air laut yang berasal dari aktifitas reklamasi, namun yang paling banyak menyumbang terjadinya pencemaran laut berasal dari limbah domestik.

Dari ketiga saksi tersebut, tidak seorangpun mengetahui adanya reklamasi Centre Point of Indonesia. Bahkan dalam menjalankan tupoksinya, mereka tidak pernah dilibatkan baik dalam pengumpulan data maupun koordinasi dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel terkait dengan proyek reklamasi CPI.

Khusus saksi yang tupoksinya di bidang pengawasan juga tidak tahu menahu tentang badan usaha yang melakukan reklamasi CPI. Sementara, dalam penjelasannya, tupoksi saksi adalah melakukan pengawasan dan pemberian saksi terhadap badan usaha yang telah mengantongi izin dan melakukan kegiatan selama 6 bulan. Selama ini saksi sudah memberikan saski kepada beberapa badan usaha yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi, saat kuasa hukum PENGGUGAT menanyakan tentang dokumen izin maupun kegiatan yang dilakukan oleh PT. Yasmin Bumi Asri dalam reklamasi CPI, saksi tidak tahu menahu tentang proyek tersebut.

Penulis : Ainil Ma’sura

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Andri Wibisana : Pembangunan tidak boleh menambah kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi

Sidang Reklamasi CPI _07Juni2016.02

Makassar, 7 Juni 2016, sidang kasus Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli. Penggugat menghadirkan Muhammad Ramdan Andri Gunawan Wibisana, SH., LL.M., Ph.D, seorang ahli hukum lingkungan dari Universitas Indonesia. Andri Gunawan Wibisana telah meraih gelar Ph.D di Maastricht University, Belanda, dengan penelitian yang melingkupi hukum lingkungan, hambatan regulasi, hukum perubahan iklim dan hukum analisis ekonomi. Selama ini, ia dikenal sebagai akademisi yang aktif menyuarakan kasus-kasus perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Selain kondisi fisik yang masih energik, Andri juga ditopang oleh gagasan-gagasan yang progresif dalam hal perlindungan fungsi lingkungan hidup, dan yang paling penting adalah tidak memasang tarif untuk mengongkosi setiap kata yang mengalir dari idenya layaknya ahli-ahli yang lain. Kedatangannya ke Makassar, sebagai saksi ahli pada sidang gugatan CPI, juga ditemani oleh Muhnur Setyaprabu sebagai Analisi Kebijakan dan Pembelaan Hukum Eksekutif Nasional WALHI, yang juga merupakan tim kuasa hukum Penggugat.

Sebelum dilakukan pemeriksaan ahli, pihak Penggugat mengajukan alat bukti tertulis yakni Laporan Keuangan 2015 Annual Report PT. Ciputra Development, Tbk. Alat bukti tersebut sengaja diajukan oleh Penggugat, karena pada sidang sebelumnya kuasa hukum Tergugat II Intervensi menyangkal pertanyaan Majelis Hakim yang mengonfirmasi tentang adanya penjualan kavling tanah dalam lokasi reklamasi CPI. Alat bukti tersebut menerangkan bahwa PT. Ciputra Development, Tbk. mengklaim telah sukses menjual tanah kavling dalam kawasan reklamasi CPI hingga akhir tahun 2015.

Dalam keterangannya, Andri Wibisana menekankan akan pentingnya asas precautionary principle dan asas kehati-hatian. Pembangunan tidak boleh menambah kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi, demikian pula yang diamanatkan oleh Undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang mengutamakan pemulihan ketimbang pembangunan yang merusak. Dalam penegakkan asas pencegahan (precautionary principle), Andri menerangkan bahwa AMDAL reklamasi harus dibuat secara partisipatoris mungkin dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara individu maupun organisasi, dengan kata lain bersifat transparan. Karena dengan transpransi tersebut, masyarakat bisa mengidentifikasi resiko sejak dini terkait dampak reklamasi, serta secara bersama-sama mencari solusi yang kemudian dituangkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan/ Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL).

Tidak kalah penting dengan asas kehati-hatian, dikenal asas in dubio pro natura (jika hakim ragu, maka putusannya harus menguntungkan perlindungan lingkungan hidup). Asas ini sudah banyak diterapkan dalam beberapa putusan pengadilan dan telah menjadi yurisprudensi, seperti kasus mandalawangi (2004), kasus limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) di Bandung (2015), dan terakhir kasus reklamasi Jakarta (2016). Di akhir keterangannya, Andri menegaskan bahwa dalam pembangunan terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, fungsi ekonomi, sosial dan fungsi ekologi. Dari ketiga unsur tersebut, fungsi ekologi harus mendapat porsi yang lebih besar, karena hal tersebut merupakan sumber prikehidupan yang menjamin keberlangsungan kehidupan umat manusia dari generasi ke generasi.

Penulis : Ainil Ma’sura
Foto : LBH Makassar

Categories
EKOSOB

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Ahli

Sidang gugatan CPI - 31 mei 2016.01

Makassar, 31 Mei 2016. Sidang kasus reklamasi kawasan pesisir CPI digelar di PTUN Makassar dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Pihak Penggugat dan Tergugat. Agenda ini merupakan lanjutan dari sidang pekan lalu (lihat : Pemeriksaan Saksi Ahli; CPI Akibatkan Zona Mati – Saksi Ahli Tergugat Tak Mampu Menjawab Pertanyaan). Bertindak selaku majelis hakim yakni Tedi Romyadi, SH. MH., Joko Setiono, SH.MH., dan Fajar Wahyu J, SH. Sidang dimulai dengan mempersilahkan Penggugat dan Tergugat untuk melengkapi alat bukti surat sebagaimana yang diminta pada sidang sebelumnya yakni peta citra satelit dari Penggugat dan materi presentasi saksi ahli dari Tergugat pekan lalu.

Namun, pada sidang ini, saksi ahli dari kedua pihak berhalangan untuk hadir. Saksi ahli Penggugat baru bisa hadir pada persidangan pekan depan, begitupun dengan saksi ahli Tergugat. Meskipun begitu, sejumlah mahasiswa terlihat tetap mengawal jalannya persidangan dengan memajang spanduk dan brosur di depan PTUN Makassar. Dengan tidak hadirnya saksi ahli dari kedua pihak, maka sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada pekan depan, 7 Juni 2016 dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari Penggugat dan Tergugat.

Sidang gugatan CPI - 31 mei 2016.02 Sidang gugatan CPI - 31 mei 2016.03

Categories
SIPOL

Anak Disiksa Polisi, Orang Tua Mengadu Ke LBH Makassar

Meski Kepolisian telah memiliki intsrumen hukum dalam bentuk Peraturan Kapolri, yakni Perkap no. 8 tahun 2009 yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan tugas kepolisian yang bersuaian dnegan prinsip dan standard Hak Asasi Manusia (HAM) dengan adanya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Salah duanya adalah penghormatan atas Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi (Pasal 11 ayat (1) point b dan d).  Namun dalam fakta impelementasinya, tidak sedikit masyarakat mengadu sebagai korban penyiksaan oleh anggota Polisi. Tindak dan metode penyiksaan kerap digunakan saat proses interogasi guna mendapatkan (memaksa) pengakuan dari mereka yang dituduhkan melakukan tindak pidana. Baru-baru ini, Seorang ibu, warga Jl. Veteran Selatan, Makassar, mengadu ke LBH Makassar terkait anaknya yang ditangkap dan disiksa oleh anggota kepolisian.

Senin, 23 Mei 2016, dalam upaya permohonan bantuan hukum di LBH Makassar, si ibu menceritakan bahwa anaknya (RA), usia 25 tahun, ditangkap di Jl. Veteran Selatan di depan Bank BRI pada hari Kamis (19/Mei/2016) sekitar Pukul 20.30 Wita.  Saat itu RA sedang berkumpul dengan beberapa orang temannya, tak lama anggota polisi datang dan langsung menangkap mereka (6 orang termasuk RA) lalu dibawa ke Polsek Bontoala tanpa perlawanan. Awalnya Ibu RA mengira anaknya ditangkap karena minum-minuman keras di tempat umum.  Namun saat ditemui di Rutan Polsek Bintoala, RA didapati mengalami dua luka tembak kaki kanannya, dan sejumlah luka lebam di wajah dan bagian tubuhnya.

RA mengaku disiksa agar mengakui dirinya terlibat dalam kasus pembunuhan di Jl. Andalas, Makassar yang mengakibatkan Muh. Ali Imran (24) meninggal dunia pada Rabu (18/5/2016) dini hari. “kukira anakku ditangkap gara-gara minum-minum dengan teman-temannya, tapi ternyata dituduh melakukan pembunuhan, sementara itu malam kejadian di rumahji main PS dengan temannya dan tidur sampai pagi, tidak pernah keluar rumah.”  Terang Ibu RA saat mengadu di Kantor LBH Makassar.

Selain RA, temannya berinisial FR juga mengalami luka tembak di kakinya, sementara 4 lainnya yang telah dilepas karena tidak terkait dengan pemunuhan. Selain mengalami penyiksaan, Ibu RA menyampaikan bahwa  Polisi Polsek Bontoala tak pernah memberikan surat penangkapan dan penahanan atas anaknya, sehingga ia tidak mengetahui secara pasti tindak pidana yang dituduhkan kepada anaknya.

LBH Makassar merespon kasus dengan melakukan pendalaman perkara, diantaranya dengan melakukan investigasi mendalam serta mengambil langkah hukum yang dianggap perlu. Selain upaya hukum atas perkara ini, LBH Makassar mengecam dan mendesak agar adanya penindakan tegas bagi aparat kepolisian yang kerap melakukan tindak penyiksaan bagi masyarakat. RA adalah salah satu korban penyiksaan dari 3 (tiga) pengaduan atas tindak penyiksaan oleh anggota polisi, yang diterima oleh LBH Makassar sejak awal tahun 2016.

———————-

Perkap No. 8 tahun 2009, pasal 11 ayat (1) : “Setiap petugas/ anggota Polri dilarang melakukan : (a). Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum; (b) penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan; (d) penghukuman dan/ atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia..”

Categories
EKOSOB slide

Juru Parkir dan Eleman Masyarakat Aksi Menolak Smart Card Parkir di Kota Makassar

SJPM Aksi Tolak Smart Card.02

Makassar, 24 Mei 2016, sejumlah massa dari Juru Parkir, organisasi mahasiswa dan CSO/NGO melakukan aksi penolakan Smart Card Parkir di depan gedung Balaikota Makassar dan kantor DPRD Kota Makassar.

Aksi ini merupakan yang ke-3 kalinya dalam menanggapi program Walikota Makassar yang memberlakukan sistem smart card untuk parkir yang telah di-louching pada 8 Mei 2016 lalu. Penolakan terhadap smart card didasarkan atas pertimbangan bahwa:

  1. Juru Parkir (Jukir) di Makassar bekerja secara independen—tidak bergantung kepada atau dipekerjakan secara langsung oleh PD Parkir. Umumnya, para Jukir ‘melobi’ sendiri tempat/lahan parkir ke pengusaha pemilik toko/ruko/tempat usaha yang memilik lahan parkir. Jika dizinkan pemilik toko berlahan parkir, lahan parkir tsb kemudian dikelola Jukir. Setelah itu, barulah PD parkir datang, mendata Jukir, memberi rompi parkir dan karcis, kemudian menagih/memunggut retribusi dari Jukir. Kondisi rata-rata Juru Parkir di Makassar umumnya seperti itu. Kalaupun ada yang lahan parkirnya diberikan oleh PD Parkir, itu hanya sebagian kecil;

  2. Kententuan umum (Pasal 1 Ayat [8]) Perda No. 17/2006 Tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum mengatakan: Tarif Jasa adalah pembayaran atas penggunaan tempat parkir ditepi jalan umum yang disediakan oleh Perusahaan Daerah yang nilainya ditetapkan oleh Direksi. Itu artinya, PD Parkir Makassar Raya hanya boleh menarik retribusi dari lahan parkir yang disediakan sediri PD Parkir dan tidak berhak memungut dari lahan yang tidak ia sediakan;

  3. Jumlah Juru Parkir yang tersebar di 13 wilayah di Makassar per tahun 2015 adalah (sekurang-kurangnya) 2000 orang—data PD Parkir Makassar tahun 2015. Pertanyaannya, jika smart card diberlakukan, 2000 orang itu dikemanakan? Bidang Hak Buruh dan Miskin Kota LBH Makassar mencatat, seluruh kasus buruh yang di LBH Makassar dalam 2 tahun terakhir, rata-rata diupah di bawah standar UMK/UMP (Pembayaran upah di bawah standar UMK/UMP adalah pelanggaran pidana menurut UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan) . Dan sejauh ini, tidak ada upaya signifikan yang dilakukan Disnaker Kota Makassar menindaki pelanggaran upah yang terjadi;

  4. Program smart card untuk parkir oleh Walikota Makassar tsb adalah program artifisial yang hanya bertumpuh pada ambisi modernisasi kota dan PAD, serta tidak mempertimbangkan hak-hak warga kota antara lain hak atas pekerjaan dan kesejahteraan

Berdasarkan, setidaknya, empat point di atas, aksi kali ini sebagaimana aksi-aksi sebelumnya, mengusung issu “Tolak Smart Card untuk Parkir”.

Aksi dimulai dengan melakukan mobolisasi ke beberapa wilayah parkir di dalam kota, lalu konfoi menuju Balai Kota di Jl. Ahmad Yani, dan kemudian ke Kantor DPRD Kota Makassar.

Aksi diikuti 200-an massa dari Juru Parkir, organisasi mahasiswa, dan CSO. Beberapa lembaga yang terlibat dalam aksi tsb antara lain: LBH Makassar, FIK Ornop Sulsel, SP Angging Mamiri, SJPM, FMK, SPN, FMN Makassar, FOSIS UMI, FMD-SGMK, KPO-PRP, PMII Rayon FH UMI.

IMG_20160524_130650-696x392 SJPM Aksi Tolak Smart Card.01

Categories
EKOSOB slide

Sidang Gugatan Reklamasi CPI – Pemeriksaan Saksi Ahli; CPI akibatkan Zona Mati – Saksi Ahli Tergugat Tak Mampu Menjawab Pertanyaan

PTUN Makassar, 24 Mei 2016, sidang gugatan Reklamasi CPI dilaksanakan dengan agenda Pemeriksaan saksi ahli. Selaku pihak PENGGUGAT, WALHI menghadirkan saksi ahli yakni Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, Irham Rapy. Sedangkan, dari pihak TERGUGAT, menghadirkan saksi ahli yakni Prof. Jamaluddin Jompa sebagai yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Kelautan Unhas dan Mahatma sebagai Dosen Fakultas Kelautan UNHAS.

Sebelum dilakukan pemeriksaan ahli, masing – masing pihak menyerahkan alat bukti tertulis tambahan. Adapun dari pihak PENGGUGAT menyerahkan bukti berupa brosur penjualan kavling dalam kawasan reklamasi CPI yang dipasarkan oleh PT. Ciputra Development, Tbk. Serta bukti dalam bentuk berita media online tentang penjualan kavling dalam kawasan CPI.

WhatsApp-Image-20160525

Menurut ahli dari PENGGUGAT yakni Irham Rapy, kondisi existing pantai losari telah mengalami pelambatan arus yang berimplikasi terjadinya tumpukan sampah dan bau busuk, jika reklamasi CPI dilanjutkan, akan menimbulkan Deadzone (Zona mati) yakni terjadinya pelambatan arus yang parah yang akan mengakibatkan tumpukan sampah, limbah dan kotoran lainnya secara massif serta berdampak pada kesehatan masyarakat setempat maupun para pengunjung Pantai Losari. Selain itu, reklamasi CPI dengan tutupan luasan laut 157,23 ha akan memicu abrasi dan sedimentasi di pulau lae – lae serta perusakan rataan terumbu karang di pulau lae – lae. Disisi lain, reklamasi CPI akan memicu terjadinya banjir rob, kata ahli Irham Rapy.

Sementara, menurut Prof. Jompa saat ditanya oleh kuasa hukum TERGUGAT intervensi “apakah reklamasi CPI halal atau haram”? disela pertanyaan tersebut, Majelis Hakim mengklarifikasi bahwa pertanyaan tersebut bukan kapasitas ahli melainkan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Atas pertanyaan tersebut, Menurut Prof. Jompa bahwa reklamasi adalah sah-sah saja yang penting sesuai prosedur dan peruntukannya jelas seperti untuk kepentingan wisata, pelabuhan dan sandaran kapal. Akan tetapi, saat ditanyakan oleh kuasa hukum PENGGUGAT “Bagaimana pendapat ahli jika reklamasi diperuntukkan bagi kawasan bisnis”? Prof. Jompa menolak untuk menjawab. Kuasa PENGGUGAT juga menanyakan terkait sejauh mana pentingnya Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (RZWP3K) bagi pengelolaan pesisir dan laut. Prof. Jompa menolak untuk menjawab.

Keterangan Saksi Ahli