Categories
EKOSOB slide

Keterangan Ahli Hukum Pidana; UU P3H Ditujukan Untuk Jenis Kejahatan Perusakan Hutan Secara Terorganisir dan Terstruktur

Ahli yang dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa kasus penebangan pohon di dalam kawasan hutan lindung Laposo Niniconang kabupaten soppeng menagatakan bahwa Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UUP3H) hanya untuk kejahatan yang dilakukan oleh perseorangan secara terorganisir dan atau korporasi. Apa yang telah didakwakan kepada para terdakwa merupakan dakwaan yang keliru.

Dalam kesaksiannya, Ahli mengacu pada pasal 1 ayat (21) UUP3H yang mengatakan bahwa “setiap orang adalah pesrseorangan dan atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara terorganisir di wilayah hukum Indonesia dana tau berakibat hukum di wilayah Indonesia”. Ia fokus pada pernyataan “perseorangan yang terorganisir”. Ia juga menambahkan bahwa kata “perseorangan” dan “terorganisir” merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ia memberikan penjelasan mengenai tindakan yang “terorganisir” dalam kasus ini yaitu adanya orang yang menebang pohon dengan skala besar dan mengumpulkannya pada titik tertentu. Setelah itu, ada orang lain yang mengambil kumpulan kayu tersebut dan membawanya ke sebuah pabrik untuk diolah. Antara orang yang menebang, membawa dan mengolah kayu tersebut adalah orang yang berbeda. Inilah yang disebutnya sebagai kegiatan yang “terorganisir”.

Jika penjelasannya demikian, dakwaan kepada terdakwa yakni Pasal 12 jo. Pasal 82, atau Pasal 17 Ayat 2 jo. Pasal 92 Ayat 1 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan, dengan ancaman pidana hingga paling lama 10 tahun dan denda 5 miliar rupiah seharusnya dibatalkan atau paling tidak Hakim harus memvonis bebas kepada para terdakwa. selain itu, dari fakta persidangan berdasarkan keterangan saksi yang telah dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa, tidak ada pelanggaran yang dapat menjerat para terdakwa. hal ini berlandaskan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 95/PUU-XII/2014 tertanggal 10 Desember 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Ketentuan Pidana Kehutanan dikecualikan terhadap masyarakat yang secara turun – temurun hidup di dalam kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil” dan ketentuan tersebut telah diungkapkan oleh para saksi fakta yang telah dihadirkan oleh penasihat hukum terdakwa.

Pada 7 Maret 2018 sidang pokok perkara ke VI di Pengadilan Negeri Watansoppeng kembali dilanjutkan dengan pemeriksaan ahli dari penasihat hukum terdakwa. Penasihat hukum terdakwa menghadirkan Ahli Pidana yaitu Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A., yang merupakan salah satu pengajar Hukum dan Bisnis dari Fakultas Hukum Unoversitas Bina Nusantara. Selain itu, kali ini terdakwa di damping oleh Edy Kurniawan Wahid, S.H. dan Ridwan S.H. sebagai penasihat hukum dari LBH Makassar.

Sampai saat ini, kerabat dan keluarga terdakwa tidak henti-hentinya memberikan dukungan kepada mereka. Ini dibuktikan dengan banyaknya dari mereka yang hadir dalam persidangan yang sampai-sampai membuat pihak kepolisian dari Polrestabes Kota Watansoppeng menurunkan beberapa personilnya untuk melakukan penjagaan terhadap jalannya persidangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *