Categories
Perempuan dan Anak

Tim Advokasi Korban Pelecehan Seksual Anggota DPRD Majene Tuntut Penuntasan Kasus

IMG_20150414_170059Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Asriadi, SH salah satu Anggota DPRD Kab. Majene, terkuak ke publik saat Asriadi dilaporkan ke Polres Majene oleh perempuan korban yang berinisial NA (22 tahun)  staf honorer di Kantor DPRD Kab. Majene Sulawesi Barat. Korban telah melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya sejak 28 Januari 2015 lalu, namun dalam perkembanganya laporan tersebut masih dalam status penyelidikan dan terlapor sampai saat ini belum ditetapkan menjadi tersangka oleh Penyidik Polres Majene.

Pelecehan seksual yang dialami oleh NA terjadi pada 26 Januari 2015, tepatnya hari Senin sekitar pukul 15.30. wita. Saat itu korban dan beberapa staf anggota DPRD Kab. Majene menemani 2 Anggota DPRD Kab. Majene atas nama Asriadi, SH dan Antoni dalam rangka kunjungan kerja ke Kab. Mamuju. Pelecehan seksual  yang menimpa korban terjadi di dalam mobil, di daerah sekitar Tappalang dalam perjalanan pulang dari Kab. Mamuju menuju Kab. Majene.

Penyidik Polres Mejene belum meningkatkan laporan tersebut  ke proses Penyidikan dengan alasan belum cukup bukti untuk ditingkatkan proses hukumnya. Penyidik telah mengambil keterangan korban dan saksi-saksi yang pada saat itu berada satu mobil dengan korban, namun diduga saksi-saksi yang diambil keterangannya menyembunyikan fakta-fakta yang sebenarnya karena memiliki relasi yang cukup dekat dengan terlapor.

Elemen Pemuda dan Mahasiswa Sulbar Bentuk AMPERA

Selain membentuk tim hukum, untuk mengawal proses hukum di Polres Majene berjalan secara adil dan objektif maka pemuda dan mahasiswa Sulawesi Barat memutuskan membentuk aliansi untuk mengawal penuntasan kasus tersebut. Langkah ini juga ditempuh sebagai bentuk keprihatinan masyarakat Majene atas kasus-kasus sejenis yang dilaporkan sebelumnya dan tidak mendapat tindaklanjut yang memadai. Hal tersebut juga menjadi suatu bentuk akumulasi kekecewaan atas laporan kasus hukum terhadap Asriadi sebelumnya yang juga tidak pernah diusut tuntas.

Tahun lalu tepatnya, 19 April 2014, Asriadi juga dilaporkan ke Polres Majene terkait dengan dugaan menyetubuhi anak  di bawah umur. Saat itu, yang melapor adalah korban dan orang tuanya langsung. Atas laporan tersebut, Polres Majene menetapkan Asriadi, SH sebagai tersangka dengan dugaan melanggar pasal 81 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Namun, dalam perkembanganya laporan tersebut dihentikan penyidikannya oleh Polres Majene, dengan alasan korban telah mencabut laporannya di Polres Majene dan penyidik tidak mengetahui lagi keberadaan korban. Walau ada informasi lain, korban mencabut laporannya karena Asriadi berhasil membujuk keluarga korban untuk mencabut laporan dengan memberikan imbalan puluhan juta rupiah.

Padahal laporan tentang menyetubuhi anak di bawah umur bukan merupakan delik aduan, sehingga proses hukum tidak boleh dihentikan dengan adanya pencabutan laporan oleh Korban dan keluarganya. Namun, penyidik Polres Majene menghentikan proses hukumnya.

Sebagai bentuk keprihatinan dan kekecewaan terhadap Polres Majene atas penanganan kasus hukum Asriadi, yang tidak bisa dijerat oleh hukum dan proses penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Polres Majene yang tidak berpihak kepada korban dan rasa keadilan masyarakat Majene, beberapa elemen pemuda dan mahasiswa di Sulbar membentuk Aliansi Mahasiswa Pemuda Untuk Perjuangan Rakyat (AMPERA). Aliansi akan mengawal agar kasus hukum Asriadi yaitu dua kasus yang dilaporkan pelecehan seksual dan kasus kekerasan terhadap anak diproses secara adil dan profesional.

Sementara untuk mengawal proses hukum dan pendampingan hukum korban kekerasan seksual di Kab. Majene, LSM dan OBH telah membentuk Tim Hukum. Tim Hukum terdiri dari LBH-APIK, LBH-Makassar, FIK ORNOP, YLBHM, LBHP2i dan ICJ. Tim ini dibentuk untuk menyikapi laporan dan permintaan korban dan AMPERA, agar bisa mengawal kasus tersebut terutama dari sisi pendampingan hukumnya. Untuk menguatkan laporan korban, tim hukum telah berkoordinasi dengan penyidik Polres Majene agar bukti SMS yang pernah dikirimkan kepada korban beberapa saat setelah peristiwa, yang bisa menguatkan laporan korban, segera diminta di Grapari Telkomsel Makassar.

Perwakilan tim hukum korban NA yang juga Pekerja Bantuan Hukum LBH Makassar, Suharno, SH dan Ayu Husnul Hudayah, SH telah bertemu dengan penyidik yang menangani kasus pelecehan seksual di Polres Majene dan mempertanyakan perkembangan kasus yang dilaporkan, tanggal 7 April 2015 lalu. Informasi dari Penyidik, laporan belum ditingkatkan ke Proses Penyidikan karena semua saksi yang berada satu mobil dengan korban tidak menguatkan keterangan korban. Pihak Telkomsel juga kabarnya telah menolak permintaan penyidik terkait  Data Call Record (DCL) karena tidak memiliki alasan hukum yang kuat.

Belum adanya perkembangan yang berarti dari hasil penyelidikan Polres Majene, serta beberapa kendala lainya, Tim Hukum memastikan membicarakan kembali langkah-langkah hukum yang harus dilakukan agar laporan tersebut  bisa ditingkatkan ke proses Penyidikan. Kampanye penuntasan semua kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan di Sulbar juga akan terus-menerus digalakkan oleh aliansi.[Suharno]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *