Categories
SIPOL

Ricuh Demo BBM Berbuntut Panjang, Mahasiswa UNM Dimejahijaukan

meja-hakim9-400x241Makassar, Ihwan Kaddang, mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang ditangkap sejak tanggal 13 November 2014 dan ditahan hingga sekarang, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa, 27/1/2015. Pada sidang perdana ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis dengan agenda pembacaan dakwaan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cristian Carel Ratuniak, mendakwa Ihwan Kaddang telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) subsidair Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 12/Drt/1951 LN 78/1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 atau UU atau lebih dikenal dengan UU Senjata Tajam (Sajam). Adapun pelanggaran yang dimaksud adalah membawa sebutir peluru kaliber 5,56 yang masih aktif dan dapat digunakan berdasarkan hasil laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar serta sebilah badik/taji yang panjangnya sekitar 12 cm yang tidak dilengkapi dengan surat izin yang sah, pada waktu berlangsung demonstrasi mahasiswa menolak rencana penaikan harga BBM di depan kampus UNM Jl. AP. Pettarani.

Dalam perkara tersebut, Ihwan Kaddang didampingi tim penasehat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Penasehat Hukum terdakwa berpendapat bahwa, proses hukum yang dijalani oleh terdakwa Ihwan Kaddang merupakan bentuk kriminalisasi (pemaksaan adanya tindak pidana). Sebab, ia ditangkap dan ditahan pada peristiwa penyerangan aparat kepolisian ke dalam kampus UNM yang sertai penangkapan puluhan orang secara membabi buta. Proses hukum yang harus dihadapi oleh terdakwa, lebih kepada upaya untuk meredam bahkan menghentikan aksi mahasiswa (Baca: Demonstrasi) yang kerapkali dilakukan untuk memprotes kebijakan pemerintah.

Ihwan Kaddang adalah satu dari 4 orang yang diproses hukum oleh kepolisian dan satu dari 46 orang yang ditangkap secara brutal oleh polisi yang melakukan penyerangan ke dalam kampus UNM pada 13 November 2014 silam. Pada saat kejadian itu, bentrokan pecah di depan Kampus UNM saat berlangsungnya aksi demonstrasi menentang rencana penaikan harga BBM oleh pemerintah dan beberapa saat kemudian Wakapolrestabes Makassar terkena anak panah. Akibatnya, aparat kepolisian yang terdiri dari satuan Brimob Polda Sulselbar dan Polrestabes Makassar langsung melepas tembakan gas air mata untuk membubarkan aksi demonstrasi itu.

Situasi tersebut membuat mahasiswa dalam kondisi tersudut dan memilih mundur ke arah dalam kampus. Pasukan Polrestabes dan Brimob tidak berhenti, terus merangsek masuk ke dalam kampus melalui gerbang gedung Phinisi dan gerbang di Jl. Pendidikan. Akibatnya, seluruh mahasiswa yang berada dalam kampus, yang notabene tidak terlibat dalam aksi ikut lari untuk menyelamatkan diri.

Pengejaran dan penyisiran dilakukan sambil terus-menerus melepas tembakan gas air mata di  dalam area kampus, bahkan aparat kepolisian melakukan pengrusakan kaca jendela gedung dan kaca mobil, juga menendang hingga roboh sejumlah sepeda motor yang diparkir di area masing-masing fakultas. Penyisiran dan pengejaran tersebut dilakukan hingga masuk ke dalam ruang kelas dimana proses perkuliahan sedang berlangsung di Fakultas Ilmu Sosial, Ekonomi, dan Fakultas Psikologi. Ruang-ruang himpunan mahasiswa juga turut disisir bahkan ke area paling belakang kampus, salah satunya kantin. Dalam aksi penyisiran dan pengejaran tersebut, sejumlah mahasiswa mengalami pemukulan dan penendangan serta intimidasi (terutama terhadap mahasiswi). Dalam peristiwa tersebut, sejumlah wartawan yang melakukan peliputan juga tidak luput dari pukulan serta perampasan dan pengrusakana alat rekam.

Terdakwa Ihwan Kaddang yang pada saat itu berada di kantin kampus, tidak tahu mengenai peristiwa bentrokan antara polisi dan massa demonstran di depan kampus, serta penyerangan yang dilakukan polisi ke dalam kampus. Namun, dia bersama puluhan mahasiswa lainnya yang berada di dalam kantin kampus tersebut, langsung ditangkap oleh aparat kepolisian tanpa mengetahui alasan yang mendasarinya. Dalam perjalanan ke Polrestabes Makassar, mereka yang ditangkap, kerapkali mendapatkan kekerasan dengan cara dipukul dengan tameng dan ditendang oleh aparat kepolisian. Hal itu mengakibatkan mereka mengalami luka-luka. Tindakan kepolisian tersebut jelas merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusi (HAM), dimana semestinya kepolisian sebagai aparat penegak hokum negara, harus menjunjung tinggi dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi warga negaranya. Namun sebaliknya Ihwan Kaddang bersama tiga oang lainnya (Rusmadi, Nasrullah, dan Wahyu) justru dirampas kemerdekaanya dengan cara ditahan dan harus menghadapi proses hukum hingga diadili di pengadilan.

Atas Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa, tim Penasehat Hukum  akan mengajukan Eksepsi. Sidang ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada Selasa, 4/2/2015 dengan agenda pembacaan Eksepsi dari terdakwa yang diwakili oleh penasehat hukumnya. [Abdul Azis Dumpa]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *