Mendorong Ranperda Bantuan Hukum Kota Makassar
Sistem bantuan hukum yang sementara dijalankan oleh Negara lewat BPHN merupakan momentum yang strategis dalam pemenuhan access to justice bagi masyarakat miskin dan marjinal. Bantuan hukum sebagi implementasi dari Prinsip equality before the merupakan tanggungjawab konstitusional negara. Dalam implementasi regulasi, pemerintah telah mengakomodasi dalam berbagai regulasi regulasi seperti Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, KUHAP, Undang-Undang Advokat dan secara khusus diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Sementara pada tingkat daerah, inisiatif pemberian bantuan hukum oleh Pemerintah Daerah (Pemda) menguat seiring demokratisasi di tingkat propinsi, maupun kabupaten/kota. Salah satu diantaranya adalah Pemerintah Kota Makassar yang telah menginisiasi kebijakan program bantuan hukum gratis lewat Peraturan Walikota Makassar No.63 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Bantuan Hukum Kepada Penduduk Tidak Mampu. Kebijakan ini sebelumnya merupakan salah satu bagian dari visi dan misi calon walikota Ilham Arief Sirajuddin lewat program IASmo bebas yakni Bebas Bantuan Hukum. Salah satu Namun kebijakan tersebut dianggap masih belum maksimal karena kurangnya sosialisasi, masih lemahnya kelembagaan dan mekanisme pelaksanaannya apalagi jika dihubungkan dengan sistem bantuan hukum nasional. Program bantuan hukum gratis untuk masyarakat tidak mampu telah ada sejak 4 tahun silam. Namun, dari segi pemanfaatan dan sosialisasi, bantuan hukum itu masih kurang.
Beberapa persoalan menjadi alasan mendasar LBH Makassar menginisiasi advokasi penguatan kebijakan tersebut yang bermuara pada Ranperda Bantuan Hukum Kota Makassar. Dimulai dengan konsolidasi yang melibatkan dari beberapa jaringan organisasi bantuan hukum baik dari CSO maupun perguruan tinggi di Makassar di Makassar yang tediri dari YLBHM, LBH APIK Makassar, PBHI Sulawesi Selatan, ICJ Sulawesi Selatan, LKBH UIN Alauddin, UKBH FH Unhas, LBH P2i Makassar termasuk jaringan organisasi disabilitas atau DPO seperti PPDI dan HWDI untuk merumuskan agenda advokasi tersebut. Koalisi jaringan ini kemudian membentuk kelompok kerja (Pokja) Ranperda Bantuan Hukum pada bulan April 2014, Pokja ini kemudian menyusun draf naskah akademik dan naskah Ranperda bantuan hukum. Setelah itu Pokja bekerjasama denga AIPJ Provinsi Sulsel kemudian melakukan konsultasi public dengan para pemangku kepentingan seperti aparat penegak hukum, Kanwil Hukum dan HAM Sulsel ,OBH, serta para pencari keadilan di Kota Makassar. Proses yang dilakukan oleh Pokja ini bersamaan waktunya dengan proses perancangan yang dibuat oleh Pemkot Makassar (eksekutif). Jaringan OBH kemudian merlakukan lobby dengan pihak DPRD Kota Makassar dan Walikota Makassar serta menyerahkan draf naskah akademik dan naskah Ranperda bantuan hukum. Hasilnya kemudian adalah pihak DPRD Kota Makassar berkomitmen untuk menjadikan Ranperda Bantuan hukum memasukkan sebagi salah satu program legislasi daerah (prolegda) DPRD Kota Makassar dan akan melibatkan Koalisi atau Pokja dalam pembahasannya. Sementara eksekutif juga berjanji akan melakukan singkronisasi dengan usulan pihak koalisi. Rancangan naskah akademik dan Ranperda Pokja juga telah melakukan presentasi dan penyerahan dikumen kepada Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPRD Kota Makassar.
Beberapa muatan Ranperda Bantuan hukum tersebut antara lain memperkaya muatan terkait dengan klausul masyarakat miskin, dimana masyarakat miskin dimaksud dalam Ranperda ini adalah masyarakat rentan sebagaimana termaktup dalam beberapa ketentuan tentang HAM. Sehingga rumusan yang tergolong masyarakat miskin dan masyarakat rentan dari penerima manfaat dari bantuan hukum dan Ranperda Koalisi ini adalah termasuk kelompok penyandang disabilitas; perempuan dan anak; lanjut usia; kelompok minoritas; dan pengungsi. Demikain juga keberadaan dan legitimasi paralegal, dalam Ranperda ini dimana harapan Koalisi sebagiamana yangtelah daitur dalam UU No.16/2011 tentang bantuan hukum dan PP No. 42/ 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dalam Pasal 12 Ranperda bantuan Hukum yang disusun oleh Pokja dengan harapa semua instansi penegak hukum mulai dari kepolisian hingga pengadilan bisa mengakomodir peran paralegal. Sementar itu untuk kelembagaannya Pokja menggunakan istilah Dewan Kehormatan OBH, sebagaimana diatur dalam pasal 20 sampai 22. Dewan Kehormatan Organisasi Bantuan Hukum berfungsi untuk menjaga integritas dan martabat Organisasi Bantuan Hukum, dan memiliki tugas melakukan verifikasi Organisasi Bantuan Hukum yang belum terverifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM RI serta memiliki kewenangan melakukan verifikasi, pengawasan serta memberikan dan mengeluarkan rekomendasi kepada Walikota Makassar.
Saat ini, pihak Baleg DPRD Kota Makassar telah mempersiapkan agenda pembahasan Ranperda Bantuan hukum Kota Makassar. DPRD Kota Makassar akan membentuk panitia khusus untuk Ranperda bantuan hukum Kota Makassar, karena menurut anggota DPRD Kota Makassar, Perda ini sudah sangat mendesak selain untuk melengkapi undang-undang bantuan hukum juga karena warga Kota Makassar sangat membutuhkannya.
Warga Miskin Bakal Dapat Bantuan Hukum Gratis, Tempo.co., 11 Oktober 2012
DPRD Kota Makassar Siapkan Aturan Bantuan Hukum, Koran Tempo Makassar, 17 Juni 2015
Comments
No comment yet.